16

46 17 1
                                    

Aku menatap pakaian yang memang biasa tapi tidak menyembunyikan kemewahannya. Dengan gaun terusan berwarna putih dan di bagian bahunya yang agak lebar, entahlah rasanya aneh setelah menggantinya dengan gaun ini.

Karena selama ini aku selalu memakai gaun sopan yang benar-benar menutup seluruh tubuhku. Tapi sekarang, bahuku terekspos. Leherku dan juga rambut yang diikat tinggi membuat aku seperti akan menjadi penggoda bagi pria lain.

Aku masih ragu kalau aku di sini bukan untuk menjual diri. Aku seharusnya percaya pada Hanzo dan ucapannya. Tapi keraguan merambatiku saat aku menemukan diriku tampil dengan luar biasa.

"Anda menyukainya, Nona?"

Aku menatap Elvira yang menunggu aku berucap sepatah kata dengan karya sempurnanya. "Suka?"

"Apa ada yang membuat anda tidak nyaman? Saya akan menggantinya kalau memang seperti itu."

"Tidak. Semuanya membuat aku nyaman."

"Nona, boleh saya mengatakan apa yang menjadi buah pemikiran saya?"

Aku berbalik dan menatap Elvira dengan tidak yakin. "Katakan."

"Ini pertama kalinya bos membawa perempuan yang masih kecil, maksud saya, muda. Ke tempat ini. Dan saya juga tahu kalau bos bukan datang untuk menjadikan anda wanita penghibur ...."

"Bagaimana kau tahu kalau aku tidak datang untuk menjadi wanita penghibur?" tanyaku penasaran. Aku saja masih meragukannya. Jadi, bagaimana dia bisa yakin?

"Bos menekankan kalau anda miliknya dan tidak mau berbagi."

"Benarkah? Kapan?"

"Saat dia menyebut anda gadis kecilnya. Anda tidak benar-benar tahu maksud perkataan itu, ya?"

"Ya. Aku tidak tahu."

"Itu klaim bahwa anda milik pribadi bos. Bukan perempuan yang akan dijadikan penghibur di sini,"

Aku lega mendengarnya. Semoga Elvira sungguh mengatakan yang sebenarnya.

"Yang mau saya tanyakan, Nona. Apa anda kekasih bos?"

Aku terbatuk. Dengan keras. Aku sampai menepuk dadaku. Entah kenapa aku begitu terkejut mendengar pertanyaan itu. Seharusnya itu hal murni untuk ditanyakan, bukan? Itu hal biasa. Karena aku datang bersama pria itu, seharusnya orang-orang juga akan mendugakan hal semacam itu. Tapi aku benar-benar tidak dapat mengendalikan keterkejutan saya.

"Bos sudah memanggilmu, Elvira. Mau sampai kapan kau di dalam?" ucap suara pria dari balik pintu.

Elvira memberikan anggukan padaku. "Kami keluar. Dia sudah siap."

"Segerakan."

Dan tidak lama setelah Elvira menyemptrotkan sesuatu ke tubuhku, dia membawa aku pergi dari ruangan itu menuju lorong yang panjang. Beberapa orang berpapasan dengan kami dan menyapa Elvira. Elvira tampaknya yang berkuasa di tempat ini.

Dengan penampilan cantik luar biasa, dia patut menjadi bunga di tempat ini.

Kami berjalan bersama melalui jalan setapak. Tidak ada yang bicara dari kami. Aku berhenti setelah aku menemukan sepatu Hanzo di salah satu ruangan di mana wanita ada yang masuk ke sana.

Aku berdiri tegak dan menatap tidak yakin. Ada pantulan orang sedang bercumbu di sana yang membuat aku menelan ludah dengan susah payah.

Dadaku terasa terbakar entah oleh apa. Aku hanya mematung padahal Elvira sudah berjalan menjauh.

Mataku tidak bisa lepas menatap dua orang yang sedang saling memuaskan itu. Apa Hanzo benar-benar menyentuh wanita lain? Dan kenapa dia tidak boleh melakukannya? Aku dan Hanzo tidak terlibat hubungan yang bisa membuat aku marah atau kesal pada apa yang aku lihat sekarang.

Murni kini perasaan itu menguasaiku tanpa alasan.

"Nona?"

Aku tergeragap. "Ya?"

"Apa yang anda lihat?"

Mataku terpejam sebentar, aku ingin melarikan diri tapi aku tahu itu tindakan konyol. Jadi aku hanya mematung diam seolah kakiku terpasak ke bumi.

"Bukan apa-apa."

"Sepertinya bos ada di dalam sana. Sepatunya ada di depan. Saya akan memanggilnya sebentar."

Aku menahan lengan Elvira. "Kau seharusnya tidak melakukannya."

"Hah?"

Mencuri Selir KaisarWhere stories live. Discover now