19

46 17 0
                                    

Aku memegang perutku dengan rasa kenyang yang luar biasa menakjubkannya. Sepertinya aku akan betah hidup di sini jika makanan terus seperti ini.

Pandanganku mengarah ke Hanzo yang masih tidak menyentuh makanannya. Dia tengah menatapku dengan pandangan takjubnya.

"Masih mengatakan tidak bisa menghabiskannya sendiri?"

Aku menatap ke depan. Melihat semua makanan yang begitu banyak itu telah berpindah ke perutku. Dan aku sendiri baru sadar kalau Hanzo hanya makan sedikit, itu pun makanannya tidak habis dan masih tersisa banyak di piring. Dia tampaknya tidak aka menyentuh makanan itu lagi.

"Kau tidak melanjutkan makananmu, Hanzo?"

"Aku kenyang."

"Kau hanya makan sedikit. Kau harus makan lagi, bukankah kita akan melanjutkan perjalanan?"

"Kita tinggal di sini. Tidak melanjutkan."

"Apa?"

"Kaisar akan datang ke tempat ini. Dia akan menemuiku dan segalanya akan beres kemudian."

"Kau akan mengembalikan aku pada kaisar? Kau mau dia memenggal calon istrinya?"

Hanzo tersenyum tipis. "Dia tidak akan melakukannya."

"Kau serius mengatakannya? Bagaimana kau tahu kalau dia tidak akan melakukannya saat kau sendiri tahu, ayahku bahkan mau membunuhku. Apa yang membuat kaisar berbeda?"

"Karena kaisar bukan ayahmu. Dia tidak akan memenggal sembarangan. Kita hanya harus menunggu di sini dan lihat siapa yang lebih dulu datang ke sini. Ayahmu, atau malah kaisar."

"Bagaimana kalau ayahku?"

"Kabur. Aku akan membawamu pergi dan kita menyebrang dengan perahu menuju ke negeri lain. Aku akan menggunakan semua kemampuanku untuk terhubung dengan kaisar agar dia mau menjemput kita."

"Kau sangat percaya pada kaisar, Hanzo?"

"Aku percaya pada keadilan dan kebajikannya. Dia tahu apa yang dia lakukan, itu makanya dia menjadi kaisar. Meski kaisar terdahulu memiliki anak lain yang memang anak haram."

Aku pernah mendengar kalau kaisar memang memiliki kakak. Tapi aku tidak benar-benar yakin seperti apa kakak kaisar atau apa ambisinya. Tidak ada yang pernah benar-benar membahasnya. Bahkan mungkin semua orang menghindarinya.

Beberapa orang masih percaya kalau kakak kaisar sedang menyusun rencana untuk melakukan pemberontakan. Beberapa malah percaya kakak kaisar melapangkan dada dan menerima tahta itu untuk adiknya.

"Apa yang akan kau lakukan kalau kaisar sampai melukaimu?"

"Selama dia tidak menyentuhmu. Tidak masalah denganku. Aku akan menghadapinya."

Aku memukul meja dengan marah. "Mana bisa seperti itu. Aku akan melindungimu. Aku akan memohon pada kaisar."

"Dan kenapa kau melakukannya?"

"Karena ... karena ...."

Hanzo meraih kepalaku dan mengusap rambutku. "Sudah, Butter. Biar aku mengatasi semuanya. Kau hanya perlu bersikap manis dan tidak membuat masalah untukku. Itu cukup bagiku."

"Apa kau sungguh akan baik-baik saja?"

"Tentu. Kau akan lihat nanti."

Aku masih meragukannya. Bagaimana kalau dia hanya sekedar menghiburku? Entah apa tujuannya, semakin mengenalnya, aku semakin buram dengan maksudnya melakukan semua ini.

Tiga wanita itu sudah masuk lagi dan mengambil piring kotor juga membersihkan meja. Mereka pamit setelahnya dan meninggalkan kami berdua.

"Tidur, Butter. Ini sudah malam."

Aku bergerak ke ranjang, dia menyibakkan selimut untukku. Aku masuk ke dalam selimut dan masih duduk bersandar di kepala ranjang. Menatapnya yang duduk di lantai dan bersandar di dinding. Pedang ada di tangannya. Dia akan tidur dengan memegang pedangnya, seperti biasa.

"Apa kau sungguh harus tidur seperti itu? Badanmu tidak sakit?" tanyaku masih menatapnya.

"Sudah terbiasa." Matanya masih terpejam saat menjawabku.

"Kau bisa tidur di kamar lain. Hanzo."

"Aku tidak suka tidur di kamar yang bukan kamarku."

"Kalau begitu biar aku tidur di kamar lain. Bukankah tempat ini punya banyak kamar?" Aku sudah menyibak selimut.

Dia membuka mata dan bergerak ke arahku. Dia meraih selimut itu lagi dan menutupiku. "Aku tidak mau kau tidur di kamar lain."

"Aku tidak mau tidur sendiri. Malam ini, tidurlah denganku. Di sebelahku."

"Kau sungguh mengundangku?"

Ingatanku membawaku pada perkataannya soal dia yang tidak akan pernah menyentuhku sampai aku memintanya. Dia berpikir aku sedang meminta?

"Hanya tidur, Hanzo. Hanya tidur, mengerti?" tekanku.

Dia mengulum senyuman lalu mengangguk. "Baiklah, aku akan menemami Butter-ku."

Aku membelakanginya setelah dia naik ke ranjang. Aku memejamkan mata dan menyembunyikan senyuman bahagiaku karena dia ada di sampingku. Aku tidak menyangka bisa sebahagia ini karena dekat dengannya. Ke mana perasaan benciku beberapa hari yang lalu?

Mencuri Selir KaisarWhere stories live. Discover now