²⁶E : Eh, Siapa?

26 4 0
                                    


Hallow~!

Kali ini gambar kosong aja ya, or mau di-spill-in siapa Sonya? ㅋㅋㅋ

Dah yo, happy reading manteman^^

***



Aku merenggangkan otot tanganku setelah tadi habis-habisan menulis ulang materi minggu lalu karena desakan pak Jim. Untung saja tidak terlalu banyak, jadi aku perlu terlalu banyak mengeluh.

"Ya, ada nyari kamu!" Aku mengenyit ke arah laki-laki yang merupakan teman kelas sebelahku, yang kini berdiri di depan pintu. Entah sedang berhadapan dengan siapa.

"Saya duluan, Ya!"

Aku menoleh sambil tersenyum saat temanku yang lain pamit undur diri. Aku memasukkan alat tulis ke dalam tas. Setelahnya aku beranjak mendekat ke arah pintu.

"Ini, Ya, katanya nyari kamu," tunjuk Izar dengan dagunya pada cewek cantik berambut panjang di depannya.

Aku mengernyit, menerka-nerka siapa gerangan cewek ini.

"Kamu kenal? Kalo iya, saya mau duluan ini. Ada janji sama Prof Hanif," katanya membuat aku mengangguk saja.

Izar menepuk bahuku sekali, kemudian berlalu pergi dari hadapan kami. Sementara aku masih menatap bingung perempuan di depanku.

"Aku mau bicara sama kamu."

Aku mengangguk, mengikutinya yang melangkah ke arah besi pembatas. Aku mengangkat sebelah alis, menunggunya mengeluarkan suara lagi.

"Kamu yang namanya Ryana?"

Aku mengangguk, dapat aku dengar nada tak bersahabat dari kalimatnya. Berbanding terbalik dengan kesan wajahnya yang lembut bak seorang dewi.

Tanpa diduga, ia mengulurkan tangannya ke depan. "Aku Sonya, gebetan Al," katanya memperkenalkan diri. Terdengar jelas ada penekanan pada akhir kalimatnya.

Aku mendengus, tetap membalas jabatan tangan mulus itu. "Ryana."

Ia mengangguk-angguk kecil setelah melepas jabatan kami. Aku menatapnya heran ketika ia mulai tertawa pelan. Tangannya berpegangan pada besi pembatas, lantas kembali menatapku, ah bukan, tapi memperhatikan penampilanku dari atas sampai bawah.

Merasa jengah diamati seperti demikian, aku membuka suara. Menanyainya alasan ia menemuiku. Bukan jawaban yang kudapat, tapi tawanya menjadi lebih keras.

Aku mendecak, "Kalo gak penting saya pergi," kataku akhirnya tak ingin menanggapi cewek aneh ini.

Baru saja aku hendak berbalik, ia mencekal tanganku. "Siapa yang nyuruh kamu pergi," katanya dengan tatapan yang berubah datar.

Jelas aku terkejut, perubahan ekspresinya terlalu cepat. Namun, instingku kuat menyuruhku lebih cepat bersiap. Mengambil segala kemungkinan jika cewek itu melakukan sesuatu yang dapat merugikan.

"Aku gak bakal apa-apain kamu. Santai, jangan tegang gitu," ucapnya diiringi kekehan.

"Kalo gitu kamu bisa lepasin tangan saya," balasku membuat ia segera melepaskan cekalannya.

Ia menaruh tangannya pada besi pembatas. Menatap pemandangan dari lantai dua ini. Aku meneladaninya, seraya menikmati angin sepoi-sepoi yang menerbangkan anak rambutku.

"Aduh, aku bingung bilangnya gimana." Aku mendelik saat mendengar ia berseru. Merusak suasana tenang yang tadi tercipta.

"Kamu mau apa? Tudep aja," kataku tak mau berlama-lama dengannya.

Not Kovalent Bond✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang