³¹N : Nyai Yura dan Kawan-kawan

32 5 0
                                    


Sebenarnya hari ini ga up, tanganku tremor soalnya. Tpi aku ambil liburnya besok pagi:')

Happy reading yah

***


Kini aku hanya bisa manggut-manggut mendengarkan omelan Yura sambil memegangi kepalaku yang masih sakit. Sakitnya memang baru terasa setelah lama, padahal dijambaknya pagi tadi.

"Denger!"

Aku mengangguk lemah, sudah cukup lelah mendengarkan. Sedari tadi kalimatnya sama.

"Makanya pilih salah satu, jangan semua dikasih harapan, cuk! Gini kan jadinya kena labrak you!"

Aku mengangguk lagi, tak tau harus membalas apa.

"Udah Yura, kasihan Yaya lagi sakit kepala itu," ujar Lia yang sedari tadi menatapku prihatin.

"Mau kompres?" Yura bertanya setelah menghela napas panjang. Ia sepertinya lelah juga mengomeliku.

Aku mengangguk, memilih bersandar pada pada punggung sofa. Lantas memejamkan mata saat sensasi dingin menyentuh kulit kepalaku.

"Tadi cowok-cowok itu sempat ke sini pas kamu di rumah Chinta," ucap Yura membuatku bergumam pelan.

Juan sudah memberitahuku. Sekaligus tadi aku izin lewat Juan untuk menginap di rumah Yura selama tiga hari. Kebetulan ayah juga tidak ada di rumah, masih di luar kota. Sementara ibu pasti sibuk dengan kegiatan di  rumah sepupuku. Kemungkinan beliau juga menginap di sana, jadi aku tak perlu khawatir.

"Mereka kelihatan panik ya, khawatir juga sih. Kamu memang beneran blokir mereka?" Aku menggumam lagi, masih menikmati es batu di kepalaku.

"Ya, heh! Buka mata!"

Aku mendecak, menoleh pada Yura yang berhenti meletakkan es batu di kepalaku. "Apa?"

"Aku mau lanjutin ceramah, sini duduk tegak. Jangan loyo-loyo, kamu bukan cewek menye-menye!"

Mau tak mau aku mengikuti perkataan Yura, membuat Chinta, Dayu, dan Lia tertawa. Sepertinya mereka puas melihatku melemas begini. Jarang banget, mungkin ini pertama kali buat mereka.

"Coba cerita yang bagian Al. Kamu sih kemarin gak percaya pas aku ngasih tau kalo Al suka kamu. Kalo aku ngomong harusnya dipercaya aja, walau sering sesat," omelnya.

"Ayo, Ya, cerita!" Yang lain ikut berseru, membuatku menghela napas dengan kasar.

"Jandi bilang suka pas di lantai 3 gedung C, aku tolak, tapi sempat nangis. Aku takut jatuh cinta sama Jandi, dia bukan tipeku," kataku mendapat ekspresi tak percaya dari empat cewek ini.

"Tipemu memang gimana?" tanya Chinta yang sedari tadi diam.

"Aku pernah bilang ke Jaya, aku suka yang vibes-nya kayak 'volume dalam tumbukan'."

Wajah-wajah penasaran itu membuat aku melanjutkan. "Cowok yang ngasih aku positif vibes lebih banyak, daripada tekanan."

"Bentar deh, Ya, ini kamu kenapa kimia banget deh tipemu. Gak mudeng sumpret!"

Aku memutar bola mata malas, syukur saja aku mau cerita. Ini malah dikomenin lagi, hadeh.

"Maksud Yaya tuh dia suka cowok yang beri dia keuntungan lebih banyak, nuntun Yaya ke jalan yang lurus. Tau pan Yaya sesatnya melebihi kamu, Yur," ucap Lia sambil menyengir.

Aku menggeleng pelan, tidak ada yang benar. Padahal klise saja, aku suka cowok yang positif vibe.

"Kamu suka Jaya?"

Not Kovalent Bond✔Where stories live. Discover now