³⁹T : Toh, Bukan Siapa-siapa

29 7 12
                                    


Siang hehe gaoaoa telat dikit gak ngaruh☺

Siang hehe gaoaoa telat dikit gak ngaruh☺

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***



Matakuliah Biokimia I usai tepat saat adzan magrib berkumandang. Kami keluar berbondong-bondong dari ruangan. Kini hendak mencari jalan keluar dari banyaknya pintu dan lorong di gedung A ini. Membuat kami jadi kebingungan. Bahkan beberapa kali bertemu dengan pintu tertutup rapat alias buntu.

Alhasil kami berpencar. Sebagian ke kanan, dan sebagian lagi ke kiri, termasuk diriku. Aku berjalan paling belakang bersama dengan Chinta dan Dian. Mengikuti Jaya yang memimpin di depan.

"Kita coba lewat gedung E kali ya?"

"Coba aja, tapi kalo gak ditutup juga."

Jaya melangkah lebih dulu menuju koridor penghubung gedung A dan E. Membuat kami mengekori. Setelahnya menuruni tangga menuju lantai satu di gedung E. Lantas berbelok ke arah pintu utama dengan melewati ruang dosen program studi bahasa dan sastra Indonesia.

Aku berdecak kecewa saat melihat pintu kaca itu juga tertutup. Chinta di samping kiriku bergerutu, membuat bibirnya mencuat kecil. Berbeda dengan Dian yang entah mengapa menyengir sedari tadi. Takut-takut ia kemasukan hantu penunggu di gedung A tadi.

"Kamu kenapa, Di?" tanya Chinta mewakili pertanyaan di kepalaku.

Cewek Jakarta itu menggeleng pelan, "Aku tumben kesesat gini, Chin, jadi kayak punya pengalaman baru."

Tampangnya yang cengengesan membuat aku dan Chinta menatapnya datar. Memang agak lain mahasiswa pertukaran satu ini. Belum sempat aku menyahuti Dian, Jaya kembali melangkah. Membuat kami mengikutinya lagi.

Kini tujuannya kembali ke atas karena di gedung E sudah tidak ada harapan. Kami melewati koridor penghubung untuk kedua kalinya. Tentu saja, pilihannya hanya gedung A.

"Kita ke lantai satu gedung A. Kayaknya ruang akademik masih buka," ujar Jaya kembali memimpin rombongan.

Aku segera menarik Chinta dan Dian agar bergegas. Memilih mensejajarkan diri dengan Jaya di depan.

"Protokol masih buka, Je." Aku bersuara saat kami sampai di ruang akademik yang pintunya sudah tutup. "Lewat sini," kataku lagi, sembari menunjukkan jalan.

Aku menuntun mereka melewati lorong ruangan dekan dan wakil dekan, baru bisa sampai di protokol gedung A. Loket memang sudah tutup, tetapi pintu utama gedung A masih terbuka lebar.

Aku bernapas lega setelahnya. Kemudian kami berbondong-bondong keluar dari sana menuju ke parkiran FKIP yang lumayan jauh. Kecuali Dian yang berjalan kaki menuju asramanya.

"Chin, bawa motor?" tanyaku melihat ia masih setia berjalan di sampingku.

"Gak, Ya, tapi saya ditungguin Tomi di parkiran," jawabnya membuat aku mengangguk saja. Enggan menambah pertanyaan.

Not Kovalent Bond✔Where stories live. Discover now