⁴³N : Not Girlfriend's Him

41 8 2
                                    


Pagi~

Otw double up^^

Hepi rengginang😀

***




Sebenarnya malam ini aku enggan untuk keluar rumah, walau hanya diminta untuk mampir ke minimarket dekat rumah sakit HAKA. Namun, karena stok mie dan susu habis, maka terpaksa aku keluar. Sementara Juan diam di rumah menjaga Lunar dan Vega yang sedang mengadakan ritual makan malamnya.

Kini dengan malas, aku menyeret langkah menuju minimarket tersebut. Setelah memarkirkan motor tentunya.

Baru saja aku mendorong pintu kaca itu, seseorang tiba-tiba saja menabrakku membuat ia terduduk dengan belanjaan yang ikut terjatuh. Aku segera membantunya, merapikan belanjaan yang keluar dari plastik putihnya.

"Maaf Kak, aku gak sengaja," ucapnya dengan wajah memerah.

Aku mengangguk pelan, mengamati rautnya yang seperti menahan tangis. "Iya, gak apa-apa. Kamu gak kenapa-kenapa?"

"Kayaknya ada sesuatu yang pengin kamu tanyain?" tanyaku lagi melihat ia hanya diam saja. Aku mengamatinya, seperti pernah melihatnya sebelumnya.

"Duduk di sana dulu." Ia tak menolak, justru mengekoriku untuk duduk di kursi depan minimarket.

Aku menunggu ia membuka suara. Sembari mengamati jalanan lengang di depan sana. Serta memperhatikan orang yang keluar masuk dari ATM yang berada di sebelah minimarket. Awal bulan seperti ini memang musimnya orang narik uang. Berbeda denganku yang awal dan akhir bulan selalu merasa miskin. Terlebih lagi aku mempunyai anabul yang makanannya seharga tujuh ratusan ribu per dua minggu. Hebat 'kan? Aku saja makan tak sampai lima puluh ribu sehari. Mentok angka dua puluhan.

Aku menoleh saat suara pelan memanggilku. Cewek itu sepertinya adalah orang baru di kawasan ini. Ia terlihat bingung sejak tadi. Apa ia sedang tersesat?

"Kamu nungguin jemputan? Saya temenin deh kalo gak nyaman sendirian."

Cewek itu menggeleg pelan, "Kakakku pasti khawatir sekarang. Aku juga gak bisa hibungin Kakak aku. Hape ku mati dari tadi."

"Mau pinjam hape ku?" tawarku mendapat gelengan darinya.

"Aku gak hafal nomernya," keluhnya lengkap dengan wajah memelas. Bahkan dapat kulihat matanya sudah berkaca-kaca.

Aku jadi ikut bingung karena ia tak tau harus ke mana. Namun, jika tetap berada di sini pun tidak akan membuat hasil.

Eh?

"Kamu mau ikut aku gak? Rumahku dekat sini kok, sekalian cas hapemu nanti buat hubungin kakakmu itu."

Perkataan itu tiba-tiba terlintas di otakku. Entah kenapa aku mengatakannya, seolah mengenal cewek ini.

Tentu saja reaksinya atas kalimat ajakanku tidak jauh dari perkiraan. Aku pun akan terkejut jika ada orang asing tiba-tiba mengajak ke rumahnya. Bahkan mungkin merasa takut. Takut diculik.

"Aku gak nyulik kamu kok, aku masih doyan uang halal. Lagian aku gak tau di mana perdagangan manusia," kataku berniat meluruskan, tetapi sepertinya tambah menyesatkan.

Aku menghela napas pelan karena cewek itu sepertinya masih dalam keterkejutannya. "Gini aja, kamu tunggu dulu di sini. Ada yang mau kubeli. Nanti habis itu ikut aja sama aku, oke?"

Dia mengangguk pelan, sepertinya pasrah. Memang tidak ada pilihan lain. Eh, ada sih, hanya saja jika posisinya dia orang baru di sini maka itu akan susah.

Not Kovalent Bond✔Where stories live. Discover now