Episode 17 : Kantin

8.7K 737 4
                                    

"Met pagi." Suara khas bangun tidur yang sedikit manja terdengar membuat tangan yang melingkari pinggang Arabella sedikit mengencang.

"Selamat pagi. " Alrescha mencium sudut mata sayu Arabella yang baru saja terbuka.

"Emmmmm. " Arabella mengerang lembut, mengangkat tangannya dan melihat sebuah cincin sederhana yang indah bertengger di jari lentiknya.

Gadis itu mengambil tangan Alrescha dan melihat cincin serupa terpasang di jari besar nan kuatnya.

"Wow! "

Si bocah mendongkak. "Masangnya tadi malem? Bagus banget! Makasih! "

"Sama sama. " sekali lagi, Alrescha mencium pucuk kepala Arabella.

"Bangun, kita harus berangkat sekolah. " Alrescha menepuk pinggang orang yang masih memeluknya dengan lembut.

"Ga mau, masih mau tidur. " Arabella mengeratkan pelukannya.

"Kemarin masih ogah ogahan, sekarang nempel terus. " goda Alrescha.

"Aku kan gampang beradaptasi, di jahatin aja adaptasinya cepet apa lagi di baikin. " Arabella mengistirahatkan kepalanya di dada Alrescha dan menutup matanya.

Bulu mata Alrescha bergetar. Tangan yang melingkari pinggang tipis menegang. Arus bawah yang bergejolak nampak di kedua matanya.

"Oke, sekarang bangun. " Alrescha menepuk pantat Arabella dengan ringan.

"Emmmm! " Arabella akhirnya bangun dengan enggan dan masuk ke kamar mandi. Kakinya melangkah terhentak hentak seolah olah mengekspresikan seberapa kesal dirinya di suruh bangun.

Alrescha ikut turun dari ranjang. Menyugar rambutnya ke belakang lalu pergi menyiapkan buku dan seragam yang akan di gunakan sambil menunggu Arabella.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk! "

Alrescha meletakkan seragam di atas ranjang lalu berlari menuju kamar mandi.

"Ella?! " Laki laki itu berteriak dengan panik. Dirinya tidak tau apa yang sedang terjadi tapi hanya dengan melihat bayangan kabur dari balik pintu dimana siluet seseorang terduduk di lantai, Alrescha sudah merasa panik.

"Uhuk! Uhuk! Aku ga papa, aku ga papa. "

"Tunggu sebentar nanti juga mendingan. "

Suara lembut yang coba menenangkan terus menerus terdengar.

"Oke. " Alrescha dengan patuh menunggu Arabella di depan pintu.

Beberapa saat kemudian, Arabella benar benar keluar dalam keadaan cukup baik kecuali masalah kulitnya yang lebih pucat dan sedikit kelelahan yang melintas di pupil matanya. Tubuhnya yang setengah kering di lilit sempurna oleh handuk. "Kamu ngapain nungguin di sini?? " bingungnya mendapati seseorang berdiri di depan pintu.

"Kau baik baik saja? Ada yang sakit? Perlu pergi ke dokter? Atau butuh sesuatu? " Alrescha memegang kedua bahu Arabella dan bertanya dengan panik.

"Aku ga papa, aku ga papa. Cepet mandi sana! Aku udah laper! " Arabella menepuk punggung tangan Alrescha singkat dan mendorong laki laki itu memasuki kamar mandi.

Sementara Arabella memakai seragam yang telah di siapkan Alrescha, laki laki itu termenung melihat jejak darah yang belum hilang di dinding kamar mandi.

Tangannya yang kuat terkepal erat. Mata dinginnya yang tenang memunculkan riak. Perlahan tapi pasti, jejak darah segera hilang terguyur oleh air. Mungkin orangnya tidak melihat karena buru buru keluar menemuinya.

.
.
.
.
.

"Buahahahaha, itu muka lo kenapa Lex? Kena tonjok lawan lo? " Arabella tertawa dengan keras sambil menunjuk pipi kiri Alexe yang bengkak.

Jadi Antagonis Dalam Novel [End]On viuen les histories. Descobreix ara