Bab 3

298 48 10
                                    

"Permisi, Pak. Anda memanggil saya?" Berusaha berbicara dengan tenang dan sopan meski jantungnya sedikit berdebar. Agak was-was sebenarnya, sedari tadi menerka maksud kepala sekolah memanggilnya. Sepertinya ia tidak membuat kesalahan apapun, apa ini ada kaitannya dengan siswa? Atau ada tugas lain yang harus ia kerjakan? Entahlah, lebih baik mendengarkan dulu saja.

"Silakan masuk, Bu Vidia."

Vi melangkahkan kakinya untuk masuk dan duduk di salah satu kursi yang tersedia.

"Begini, Bu. Ada hal penting yang harus saya sampaikan. Maaf sebelumnya tidak memberi kabar dan meminta pendapat Anda untuk memberikan keputusan." Menjeda ucapan. Vi semakin penasaran, ia yakin ada sesuatu hal yang terjadi.

"Salah satu anak didik Anda harus dikeluarkan dari sekolah karena ia sudah melahirkan."

Vi membolakan mata. Apa dia tidak salah dengar? Melahirkan? Bagaimana bisa?

"Sepertinya dia sudah mengandung mulai kelas X. Sayang sekali tidak ada yang menyadari dan akhirnya kita kecolongan. Saya harap informasi ini bisa ditutup rapat agar tidak ada omongan buruk tentang sekolah ini."

Vi hanya dapat mengangguk sebagai jawaban. Sejujurnya ia benar-benar terkejut dengan informasi ini. Ia sungguh tidak menyangka. Bagaimana bisa selama kehamilan 9 bulan tidak ada satu orang pun yang ngeh atau pun curiga. Sungguh tidak bisa berkata-kata.

"Bu, ada apa? Kenapa kepala sekolah memanggilmu?"

Pertanyaan bu Jasmin menyadarkan Vi dari lamunan. Ia lantas tersenyum.

"Tidak ada apa-apa kok. Hanya mengingatkan untuk lebih bervariasi dalam mengajar. Dari RPP yang aku kumpulkan, ada beberapa metode pembelajaran yang terkesan monoton. Aku harus memperbaikinya. Itu saja." Jelasnya berbohong.

Jasmin hanya mengangguk saja sebagai jawaban.

***

Sepulang kerja, Vi menyempatkan mampir ke rumah sakit untuk melihat kabar anak didiknya, lebih tepatnya mantan anak didiknya. Ia ingin melihat bagaimana kabar anak itu dan juga bayinya.

"Bu Vidia?"

Raut wajahnya terlihat kaget saat Vi mulai mendekatinya.

"Bagaimana kabarmu dan bayimu?"

Tanya Vi setelah memberikan salam ke kedua orang tuanya.

"Bu, maafkan saya." Ucapnya.

"Saya sungguh tidak tahu. Kami sibuk mencari nafkah untuk biaya sekolah dan keperluan harian. Kami yang salah karena tidak memperhatikannya. Kami_"
Isakan terdengar, ada perasaan marah dan kecewa. Bukan semata kesalahan putrinya, tetapi orang tua juga. Anak tidak semata-mata diberi banyak materi, tapi lebih dari itu, mereka lebih membutuhkan perhatian dan kasih sayang.

Vi mendekat dan memeluk anak didiknya dengan erat.
"Apa yang terjadi padamu, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri. Kamu harus fokus kepada anakmu. Dia membutuhkanmu." Melepas pelukan itu dan menepuk pundaknya pelan.

"Apa ayah bayi itu tahu? Bagaimana selanjutnya?"

"Dia mau bertanggungjawab."

Vi merasa lega mendengarnya.

"Syukurlah."

Tersenyum di akhir kata.

"Kamu sudah tahu keputusan sekolah kan?"

Raya mengangguk.

"Bapak, Ibu, saya selaku wali kelas Raya memohon maaf jika selama sekolah, kami ada salah. Kami selalu mendoakan yang terbaik untuk Raya. Semoga apa yang terjadi dapat menjadi pelajaran untuk menjadi lebih baik lagi."

VIDIA [KV GS]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum