Bab 4

253 41 16
                                    

Dua minggu berlalu. Pepatah mengatakan sepandai apapun menyembunyikan bangkai, maka akan tercium juga dan itu memang benar adanya. Meski pihak sekolah berusaha diam, tapi rumor tentang kasus itu tetap saja beredar. Apalagi ini tentang kelahiran seseorang, tak akan bisa ditutupi dari lingkungan sekitar.

"Bu Vidia, tunggu!"

Vi menghentikan langkahnya dan menengok. Ternyata bu Jena yang memanggilnya.

"Baru datang, Bu?" Tanyanya setelah keduanya berhadapan.

"Iya nih. Untung jadwal ngajarnya siang. Jadi agak santai." Vi hanya mengangguk-ngangguk saja sebagai jawaban. Perhatiannya teralihkan pada anak kecil yang berdiri di belakang bu Jena. Ia memegang kain celana bu Jena seraya menatap Vi dengan tatapan malunya.

"Lho, Dante ikut juga?" Vi tersenyum dan berjongkok untuk menyamakan tinggi.

"Dante kenapa bersembunyi?" Tanya Vi gemas karena anak itu semakin beringsut di belakang ibunya. Berusaha agar tidak terlihat olehnya.

"Malu dia tuh." Ucap bu Jena sembari tertawa.

"Gemas sekali lho dia ini. Pengen tak cubit pipinya."

Keduanya pun tertawa.

Bel pergantian pelajaran pun berbunyi. Vi segera berdiri dan pamit untuk masuk kelas.

"Aku ngajar dulu ya? Bye Dante."

Vi melambai-lambaikan tangannya pada Dante. Dante perlahan tersenyum memperhatikan.

"Bye bye." Akhirnya Dante melambaikan tangannya juga. Vi tersenyum gemas sebelum berlalu menuju kelas.

***

"Selamat siang, anak-anak."

"Selamat siang, Bu."

Vi menyilakan anak didiknya untuk duduk dan mulai mengabsennya satu-persatu.

Kegiatan belajar mengajar berjalan lancar karena kali ini Vi mengajar kelas unggulan. Tidak ada yang celometan selama penyampaian materi dan mereka cukup aktif saat tanya jawab. Vi merasa senang dan bersemangat.

"Baiklah, waktu telah habis. Semoga kalian dapat memahami materi tadi dengan baik. Jika masih ada yang dibingungkan, kalian bisa bertanya di lain kesempatan."

"Iya, Bu."

Vi keluar kelas dan berjalan menuju kantor.

"Bu?" Beberapa anak perempuan datang menghampiri. Mereka adalah siswi kelas XI IPS.

"Bu, saya sama anak-anak berencana mau ke rumah Raya. Saya izin untuk menggunakan uang kas, kami ingin membelikan hadiah untuk kelahiran Raya."

Vi tersenyum. Untunglah meski apa yang terjadi pada Raya, mereka sama sekali tidak membenci dan masih peduli.

"Baiklah. Tapi saat ke sana jangan memakai seragam ya? Maaf juga saya tidak bisa turut serta."

"Iya, Bu. Tidak apa-apa."

"Sampaikan saja salam saya untuk Raya."

"Iya, Bu. Nanti akan saya sampaikan."

Mereka bersalaman sebelum beranjak. Vi melanjutkan langkahnya menuju kantor.

***

Bu Jasmin datang dengan senyuman lebar. Ia kemudian menaruh sebuah undangan tepat di hadapan Vidia. Vidia mengambil undangan itu dan membacanya. Di sana tertera nama Jasmin Anindira dan Agus Devan Prananta.

"Lho, kamu mau menikah?" Tanyanya dengan raut bahagia.

"Iya." Jawab Jasmin. Ia tersenyum hingga matanya menyipit.

VIDIA [KV GS]Where stories live. Discover now