Bab 17

170 30 10
                                    

Tak terasa dua minggu berlalu. Hari ini Vidia, Cindy, Della, dan Nabila sudah ada di kantor polisi untuk persiapan pemberangkatan sidang. Mereka sedang menunggu Via datang.

"Bu, ini hanya kita ya? Pak Gunawan tidak ikut?" Tanya Nabila.

"Iya, Pak Gunawan sedang ada urusan, jadi hanya saya yang ditugaskan mendampingi kalian dan juga Via." Jelas Vidia.

"Bu, kasihan Dani ya? Apa dia akan dihukum lama?" Tanya Della.

"Kita doakan saja semoga hasil sidang nanti tidak memberatkan Dani."

"Amin, Bu."

Tak lama kemudian Via datang ditemani satu laki-laki yang asing bagi Vidia.  Selama proses penyelidikan kemarin, Vidia tidak pernah bertemu dengan lelaki ini. Usianya juga masih muda sekali, mungkin sekitar 19-20 tahunan. Apakah dia saudara?

"Bu, maaf saya baru datang." Ucap Via.

"Iya, tidak apa-apa. Oh iya, ini siapa? Kok saya tidak pernah lihat sebelumnya?" Tanya Vidia. 

"Oh ini kakak saya bu, sepupu. Orang tua saya tidak bisa datang." Jelasnya. Vidia mengerutkan keningnya, sedikit janggal sebenarnya, mengingat ini adalah kasus yang serius. Kemarin saja keluarganya kekeh tidak ingin menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan, tapi sekarang, saat sidang, mereka malah tidak datang.  Seharusnya sebagai orang tua, mereka akan memprioritaskan anaknya, bukan malah meninggalkannya untuk mengikuti sidang sendirian. Apalagi orang yang menemani bukan bagian dari orang yang mengurus kasus ini dari awal. Sangat aneh bukan?

"Apakah semuanya sudah siap? Saksi dan korban sudah datang?"

"Sudah, Pak."

"Ayo kita berangkat, sidang akan dimulai satu jam lagi."

Mereka pun menaiki mobil pribadi sang polisi untuk berangkat menuju tempat sidang.

"Apakah keluarga Dani juga datang, Pak? Kenapa tidak sekalian bareng?" Tanya Vidia.

"Mereka juga datang, Bu. Tapi ikut mobil teman saya. Saya pikir akan tidak muat jika diikutkan bersama kita."

Vidia hanya beroh saja. Memang benar sih, mobil ini sudah terlihat penuh karena dirinya, Via, kakak Via, dan ketiga murid yang lainnya.

Tempat sidang berada di kota. Kurang lebih sekitar 45 menit perjalanan. Selama di perjalanan, Vidia banyak bertanya tentang kemungkinan hukuman yang akan Dani terima, selain itu dia juga bertanya tentang kasus-kasus yang mungkin bisa dialami siswa. Dari sini ia jadi belajar bahwa setiap tindakan pasti ada hukumannya, sekali pun mereka masih pelajar. Hukuman yang berbeda mungkin saja akan diterima, tapi setidaknya aparat tidak melepaskan mereka begitu saja.

Setelah lumayan lama di perjalanan, akhirnya sampai juga. Di sana, keluarga Dani sudah tiba. Vidia dan yang lainnya menyapa dan menyalaminya.

"Bu?" Nenek Dani tersenyum. "Terima kasih untuk segalanya. Kami, dari keluarga Dani meminta maaf yang sebesar-besarnya."

"Iya, Bu. Kami dari pihak sekolah juga memohon maaf."

"Iya, Bu. Sama-sama."

Entah mengapa, menatap wajah renta mereka membuat hati Vidia tercubit. Meski Vidia tahu mereka juga turut andil dalam masalah ini, dalam artian kurang pengawasan terhadap anak dan cucunya, tapi tetap saja saat anak atau cucu dalam masalah, orang tua juga merasa kesakitan.

Mobil tahanan tiba. Dani dengan baju orange dan bawahan hitam tanpa alas kaki datang dan langsung memeluk keluarganya. Tangisan pecah diiringi kata wejangan dan juga semangat. Jujur, Vidia sangat sedih melihatnya. Apalagi Dani, terakhir bertemu, ia tidak sekurus ini. Pasti ia kurang makan dan juga tidak dapat tidur dengan tenang. Vidia tidak bisa membayangkan bagaimana anak seusianya menghabiskan waktu di jeruji besi bersama tahanan yang lainnya. Pasti ia akan sangat tersiksa.

"Bapak, Ibu, Adek-adek, silakan masuk. Sidang sebentar lagi akan dimulai."

Semuanya memasuki ruang sidang.

"Apa saya juga ikut masuk, Pak?" Tanya Vidia. Bagaimana pun ia sebenarnya hanya orang luar. Rasanya tidak enak jika harus mengikuti sidang dan mendengarkan pengakuan yang sebenarnya bisa dikatakan sebuah aib keluarga.

"Orang tua Via tidak datang, jadi ibu sebagai wali kelas yang menggantikan."

Vidia mengangguk paham, setelahnya memasuki ruang sidang. Ngomong-ngomong ini adalah pengalaman baru untuknya dan semoga menjadi yang terakhir.

"Selamat siang semuanya. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas kehadiran saudara semuanya dalam acara sidang hari ini. Semoga semua dalam keadaan sehat."

"Sebelum sidang dimulai, saya minta saudara semua berdiri dan mengikuti pembacaan sumpah yang akan dibacakan."

Semuanya pun berdiri, secara estafet mengikuti ucapan sumpah yang dibacakan. Mereka harus jujur saat memberikan kesaksian dan jika terbukti berbohong, mereka harus siap menerima hukumannya. 

Setelah itu, mereka dipersilakan duduk kembali. Palu diketok menandakan proses sidang dimulai. Pertama, hakim memanggil para saksi satu persatu untuk menceritakan detail perkara yang mereka ketahui, tentunya pengakuan itu disamakan dengan hasil BAP, hingga kita tahu apakah mereka berbohong atau tidak.

"Apa benar Anda melihat langsung kejadian saat saudara Dani memukul saudari Via?"

"Iya Pak. Saya sering melihatnya di kelas."

"Jenis pukulan seperti apa yang Anda lihat?"

"Kadang tamparan, mukul lengan, dan menendang kaki."

"Apakah saudari Via juga pernah bercerita kalau dia dilecehkan oleh saudara Dani?"

"Hanya bercerita kalau dia sudah tidak perawan lagi karena dipaksa oleh Dani."

"Bagaimana dia bercerita?"

"Dia bercerita sambil menangis, dia bilang kalau Dani sering memaksanya berhubungan, kalau tidak dituruti, dia takut dipukul."

Rentetan pertanyaan dilontarkan. Para saksi, Della, Nabila, dan Cindy sudah berbicara jujur sesuai dengan keterangan yang mereka ucapkan sebelumnya.

Setelah itu panggilan saksi dari keluarga Dani.

"Apa benar saudari Via sering datang ke rumah Anda?"

"Iya, Pak. Dia hampir setiap hari ke rumah."

"Bagaimana kebiasaan mereka saat di rumah?"

"Mereka hanya datang, bercanda bersama di ruang TV atau di kamar. Kadang memang sedikit cekcok, tapi tidak sampai parah."

"Apa Anda tahu kalau saudara Dani sering memukul saudari Via?"

"Mereka kalau bertengkar memang suka main fisik, Pak. Tidak hanya Dani, tapi Via juga. Saya malah sering marahi keduanya dan bilang 'jangan sering berantem. Kalau berteman itu harus akur.' Begitu, Pak." Jelas nenek Dani.

Selanjutnya seluruh keluarga ditanya dengan topik yang sama.

"Selanjutnya adalah keterangan saudari Via. Apakah Anda keberatan memberikan kesaksian? Atau apakah ada yang membuat Anda tidak nyaman?"

"Jika boleh, saya ingin memberikan kesaksian tanpa ada Dani. Saya masih takut dan trauma." Jelasnya.

"Baiklah. Tolong pindahkan saudara Dani ke ruang sebelah. Korban merasa tidak nyaman jika memberikan keterangan di depannya."

"Siap, Pak."

Dani pun digiring ke ruangan sebelah. Setelahnya Via maju untuk memberikan keterangan.

"Jika Anda merasa tidak nyaman karena yang bertanya seorang pria. Silakan, ibu jaksa untuk memberikan pertanyaan kepada saudari Via."

Sang jaksa tersenyum lembut, menatap Via dan kemudian bertanya.

"Saudari Via, kesaksian Anda sangat penting dalam sidang ini. Tolong jawab dengan sejujur-jujurnya ya?"

Via mengangguk sebagai jawaban.

"Oke. Apa benar kalau saudara Dani sering memaksa Anda untuk berhubungan?"

"Iya."

"Bisa ceritakan kejadiannya secara detail?"

Bersambung...

Aku akan cepat kembali. Tunggu lanjutannya ya...

VIDIA [KV GS]Where stories live. Discover now