Bab 11

197 43 12
                                    

Seperti yang disampaikan pak Deni semalam, Firza benar masuk sekolah hari ini. Setelah pelajaran pertama berakhir, Vidia memanggil Firza untuk datang ke ruang guru menemuinya.

"Permisi, Bu." Ucap Firza.

"Ya, silakan masuk." Firza pun masuk dan menempati tempat duduk yang sudah Vidia siapkan sebelumnya.

"Aku senang melihatmu kembali ke sekolah." Ucap Vidia dengan senyum di bibirnya.

"Kenapa tidak masuk?" Tanya Vidia seraya menaruh satu gelas aqua di depan Firza.

Firza tidak langsung menjawab. Ada keheningan beberapa saat. Mungkin saja Firza bingung harus menjelaskan dari mana.

"Saya datang ke rumahmu kemarin, begitu juga pak Deni. Dari informasi yang kami dapat, kamu tidak masuk karena ngambek, melakukan aksi mogok sekolah karena tidak dibelikan handphone. Kata mereka, mereka tidak membelikanmu handphone karena kamu sudah sering seperti ini. Bilang handphone rusak atau hilang, lalu minta yang baru. Sekarang jujur, sebenarnya kenapa?"

Firza menatap sekilas, terlihat terkejut dan mungkin tidak terima?

"Siapa yang bilang begitu?"

"Bapak dan ibumu."

Firza menghela napas kasar.

"Saya itu sebal dengan bapak saya, Bu. Ibu tahu kan ibu tiri saya?"

Vidia mengangguk mengiyakan.

"Ibu tiri saya ini orang luar, tapi kenapa bisa sangat peduli dengan saya, lebih peduli dibanding bapak saya. Keperluan apapun, saya selalu bilang ke ibu tiri saya, beliau kemudian minta ke bapak. Tapi bapak dengan kasarnya menolak. Dia seolah tidak peduli dengan saya, sibuk dengan kehidupannya sendiri. Selain itu, karena kerjanya yang sering ke luar kota, dia selalu sibuk dan tidak meninggalkan uang yang cukup untuk kami. Maka dari itu saya sering menjual hp untuk memenuhi keinginan saya, kadang juga untuk membelikan jajan adek." Jelasnya. Dari nada biacaranya, Vidia bisa menilai kalau anak ini benar-benar merasa kecewa dan marah kepada bapaknya. Sekarang Vidia paham dan ada bayangan tentang apa yang terjadi sebenarnya.

"Kalau ibu kandungmu?"

"Ibu kandung saya tinggal di Madura, beliau sudah memiliki keluarga lagi di sana."

"Kamu sering ke sana?"

"Hanya satu atau dua kali dalam setahun." Vidia mengangguk.

"Baiklah. Setelah ini tolong jangan ada aksi mogok sekolah lagi. Apapun yang terjadi, semua bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Kamu bisa cerita ke saya jika ada masalah lagi, siapa tahu saya bisa memberikan solusi. Jangan tiba-tiba tidak masuk dan tidak memberikan kabar. Kamu sudah kelas dua, sebentar lagi sudah kelas tiga. Harus tambah semangat belajarnya."

"Iya, Bu. Terima kasih."

"Ya sudah, kamu bisa kembali ke kelas. Jangan bolos lagi ya?"

"Iya, Bu. Saya permisi."

"Iya."

Lega akhirnya. Ternyata pikiran buruknya kemarin sama sekali tidak benar. Tidak semua hal itu negatif. Jangan keburu menilai seseorang dari prasangka saja. Ternyata kebenarannya berbeda. Firza adalah anak baik. Hanya saja situasi yang tidak mendukung membuatnya sedikit memberontak. Sangat wajar, menjadi korban broken home dan dia bisa bertahan dengan segala amarah dan kekecewaan, dia hebat. Banyak anak yang terjerumus pada hal negatif sebagai pelampiasan amarah serta kekecewaannya, sedangkan Firza tidak. Vidia merasa bangga.

"Akhirnya satu masalah sudah selesai." Vidia tersenyum lega. Ia menatap jam dinding, kurang 15 menit lagi jadwal mengajarnya. Ia akan bersantai dulu sebentar.

VIDIA [KV GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang