Bab 19

204 42 11
                                    

Vidia bisa bernapas lega, hasil sidang sudah diputuskan. Dani dihukum atas tuduhan penganiayaan, tentu hukuman lebih ringan dari tuduhan awal, katanya sih hanya beberapa bulan. Selain itu, karena dia masih kategori pelajar, ia masih diberi hak untuk melanjutkan sekolah, meski tempat sudah ditentukan oleh pihak yang berwenang. Setidaknya ada titik cerah untuk masa depan, Vidia sangat bersyukur untuk itu.

"Bu, saya sudah mendiskusikan dengan kepala sekolah tentang Via, kami sepakat untuk memindahkannya. Tolong panggil anaknya dan tanyakan mau pindah di mana?" Ucap pak Gunawan.

"Baik, Pak. Saya akan tanyakan."

"Iya, Bu."

Vidia segera menuju kelas untuk memanggil Via.

"Via, bisa ikut saya ke kantor?" Ucap Vidia saat menemukan keberadaan Via di kelas.

"Iya, Bu."

Vidia melangkah lebih dulu diikuti Via di belakangnya. Kebetulan ruang guru sedang sepi, Vidia menyilakan Via duduk tepat di depan tempat duduknya.

"Via, sebelumnya saya minta maaf, mengingat pengakuanmu di persidangan, kami sebagai guru khawatir jika mungkin dari teman-teman yang mendengar kasus ini akan bertindak kurang baik padamu. Pasti kedepannya rumor tentang kamu dan Dani akan menyebar, bahkan saya dengar ada beberapa anak yang membicarakan tentang kalian. Maka dari itu, untuk kebaikanmu, kami sepakat untuk memindahkan kamu ke sekolah lain. Kira-kira sekolah mana yang kamu inginkan?"

Via terdiam, butiran air mata jatuh di pipinya.

"Saya ingin tetap sekolah di sini, Bu." Ucapnya lirih.

"Maafkan saya, tapi ini sudah keputusan dari kepala sekolah."

"Saya sudah terlanjur malu, Bu. Banyak yang sudah mendengar tentang kasus saya, bahkan di luaran sana. Kalau memang saya harus pindah, saya tidak mau di daerah sini." Lanjutnya.

"Baiklah. Saya kasih beberapa rekomendasi sekolah. Kamu pilih di mana?"

Vidia menyerahkan daftar nama sekolah yang ada di sekitar kepada Via.

"Saya mau pindah di sini saja."

Via menunjuk satu nama sekolah yang tempatnya di luar wilayah tempat tinggalnya.

"Apa kamu yakin? Ini lumayan jauh dari rumahmu."

"Saya yakin, Bu."

"Baiklah. Saya akan sampaikan ke kepala sekolah."

"Iya, Bu."

"Kamu bisa kembali ke kelas."

Via berdiri dan pamit untuk kembali ke kelasnya.

Kelegaan Vidia bertambah. Rasanya segala beban di pundaknya menghilang. Setelah stres dengan masalah ini beberapa bulan, akhirnya selesai juga. Meski ia harus bertindak tega, menceritakan semuanya pada pihak sekolah dan mengutarakan ketidak sanggupannya di masa depan jika Via melakukan tindakan yang sama atau bahkan lebih fatal, dan membuka tentang hubungan Via dengan pacar barunya. Secara kasar, Vidia menginginkan hukuman yang setimpal seperti yang Via lakukan pada Dani. Kepindahan Via adalah salah satu rencana yang ingin ia realisasikan dan sekarang sudah terwujud. Vidia benar-benar merasa lega. Biar jika sekali-kali bertindak sebagai antagonis, toh Vidia pikir, Via berhak untuk mendapatkannya.

***

Hari pernikahan semakin dekat. Dua minggu ke depan Vidia akan semakin sibuk dengan rencana persiapan. Beruntunglah sudah lebih dari 50 persen terselesaikan. Tinggal catering, souvenir, dan pembagian undangan pernikahan.

"Siapa lagi yang aku undang ya?" Vidia mencoba mengingat kembali siapa saja yang belum ia tulis dalam list tamu undangan.

"Teman kuliah, sudah, teman kerja, sudah, teman sekolah? Aku tulis yang kemungkinan bisa hadir saja." Gumamnya. Ia pun menulis nama-nama yang kemungkinan bisa hadir di acara nikahannya.

VIDIA [KV GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang