Bab 12

175 35 10
                                    

Vidia kelabakan. Semalam dia sudah menyiapkan skenario agar masalah itu bisa terselesaikan dengan kekeluargaan. Dia juga sudah merundingkan terkait sanksi yang akan diberikan kepada Dani. Namun tetap, sebagai seorang wali kelas, Vidia ingin mendengar kronologi kejadian dari kedua belah pihak, agar ia bisa menentukan sanksi yang sesuai. Namun semua berantakan, tidak sesuai rencana. Via yang semalam menyanggupi untuk tetap masuk sekolah, nyatanya malah tidak ada. Saat dihubungi, dia bilang sedang ada di kantor polisi untuk melaporkan tindakan Dani dan melakukan visum. Vidia segera menghubungi waka kesiswaan untuk merundingkan terkait masalah ini.

"Via ke kantor polisi, Pak. Bagaimana?" Ucap Vidia saat sampai di ruangan Pak Gunawan, waka kesiswaan.

"Aduh, kenapa terburu-buru sekali?" Pak Gunawan terlihat panik.

"Kalau sampai kasus ini berlanjut, kita akan mendapat imbasnya, Bu." Lanjutnya.

"Lalu bagaimana? Saya sudah bilang semalam ke Via untuk ke sekolah dulu dan membicarakan semuanya dengan kepala dingin. Tapi ini berbeda dari rencana."

Diam beberapa saat. Keduanya berfikir untuk langkah selanjutnya.

"Kita ke rumahnya saja sekarang, Bu. Kita harus memastikan tindakan apa yang akan keluarga Via lakukan."

Keduanya pun bergegas berangkat ke rumah Via. Kebetulan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari sekolah.

Perjalanan sekitar 7 menit dengan mengendarai motor. Keduanya pun sampai di sebuah rumah sederhana. Vidia mengetuk pintu dan tak lama seorang perempuan paruh baya membukanya.

"Permisi, apakah ini benar rumah Via?" Tanya Vidia memastikan.

"Iya, Bu."

"Saya wali kelasnya Via." Jelas Vidia seraya bersalaman dengan ibu itu.

"Oh silakan masuk. Saya ibunya Via." Ibu itu menyilakan Vidia dan Pak Gunawam untuk masuk.

"Maaf Bu, mengganggu waktunya." Ucap Pak Gunawan.

"Sama sekali tidak kok, Pak. Maaf sekali ya, saya juga sangat terkejut saat Via menangis dan bilang ingin pindah. Saya tanya kenapa? Kemudian dia menunjukkan foto-foto lebam dan luka yang ada di tubuhnya. Semua itu karna ulah Dani. Saya sekeluarga ini sebenarnya tidak setuju sama anak itu. Dia terlihat seperti anak yang kasar dan kurang punya sopan santun. Padahal saya sudah sering bilang pada Via untuk menjauhi anak itu, tapi tetap saja. Sampai akhirnya kejadian ini terjadi." Jelasnya.

"Lalu bagaimana selanjutnya?" Tanya pak Gunawan tanpa basa-basi.

"Kami ingin memberikan dia pelajaran. Bagaimana pun ini sudah masuk tindakan kriminal. Paling tidak, anak itu akan jera dan tidak melakukan tindakan yang lebih parah. Kasihan Via Pak, Bu. Dia trauma akan kejadian ini."

Mendengar apa yang disampaikan, Vidia sungguh bersimpati. Apa yang dilakukan Dani memang sudah keterlaluan. Tapi dengan melaporkan ke kepolisian, Vidia pikir, masih harus dipertimbangkan. Mengingat Dani masih pelajar."

"Apa ibu tahu kejadiannya di mana?" Tanya pak Gunawan.

"Kalau kata Via, Dani sering melakukan kekerasan di mana saja. Pokok saat Dani minta sesuatu tapi tidak diberi, dia akan memukul Via. Bahkan saat di sekolah juga."

Ah sial, Vidia merasa kecolongan. Kenapa selama ini tidak ada yang lapor tentang masalah ini. Vidia tahu kok hubungan Via dan Dani, tapi dia kira selama ini baik-baik saja. Dia sama sekali tidak berekspektasi tentang kejadian seperti ini.

"Maafkan kami, Bu. Jujur pihak sekolah juga kaget dengan masalah ini. Selama ini Dani tidak menunjukkan sifat kasarnya. Anak-anak kelas juga tidak ada laporan sama sekali tentang kekerasan yang dilakukan Dani kepada Via. Andaikan mereka bicara, pihak sekolah tidak akan diam." Vidia berucap.

VIDIA [KV GS]Where stories live. Discover now