CHAPTER 11

1.3K 153 50
                                    

"Dasar brengsek!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Dasar brengsek!"

Jiwoo berjalan pulang dengan sedikit tergesa. Ia kesal bukan kepalang. Penyebabnya ialah kata-kata Joan Lee yang ia anggap sedikit brutal untuk diresapi.

Bagaimana tidak? Lee dengan entengnya berujar agar Jiwoo tak menyukai pria seperti dia, bahkan disaat keduanya sedang dalam keadaan masih sama-sama telanjang. Pikir Jiwoo, seandainya pun Lee memang tak suka, bukankah dia masih bisa mengatakan itu nanti? (mungkin) di saat yang tepat. Tidak dalam situasi dimana sisa-sisa gejolak hasrat mereka masih belum sepenuhnya mengering.

Gadis itu membuka pintu apartemen dengan cukup hati-hati. Sepi sekali. Suasana rumah yang gelap membuat dia bisa dengan mudah mengetahui. Hera pasti ada di kamarnya, terlelap bagai beruang yang tak sadar alam. Takkan ada omelan atau apa pun, setidaknya Jiwoo bisa tidur nyenyak malam ini.

Keesokan paginya, Jiwoo sedang bersiap hendak pergi kuliah. Padahal jam di atas dinding masih menunjukkan pukul delapan pagi. Namun, diluar dugaan. Hera ternyata sudah mencegatnya di meja makan.

"Dari mana saja kau?" Nada bicaranya sangat ketus. Tidak ada tanda-tanda keramahan di wajahnya. Jelas, Hera sedang berusaha mencari detil perkara. Jiwoo sama sekali tidak menggubris. Dia tetap berlaku seolah tak terjadi apa pun, meski Hera telah melemparnya dengan sebuah centong nasi.

"Yoo Jiwoo, kau dengar aku atau tidak?"

Lemparan kasar tersebut tepat mengenai kepala Jiwoo. Tak ada pergerakan sama sekali. Dia hanya terdiam saat Hera kembali berteriak, lengkap dengan sumpah serapah yang memekakkan telinga.

"Jangan kau pikir kau bisa seenaknya ya. Ini rumahku!"

Gadis itu menoleh. Ia berjalan tegas ke arah dapur. Tak ada lagi rasa takut, tidak pula merasa perlu untuk menjaga sopan santun. Batin Jiwoo, benar juga kata Joan Lee. Beban lapuk sejenis bibinya ini memang tak kan pernah merasa jera. Bicara baik-baik pun percuma, Hera adalah tipikal seseorang merasa bahwa dirinya adalah pihak yang paling benar dibanding orang lain.

Jiwoo melemparkan segepok uang tepat ke atas meja. Jiwoo menyeringai puas karena itu. Angkuh dibalas angkuh. Setidaknya dengan begitu dia berpikir bahwa Hera akan sadar posisi bahwa ia tak lagi bisa bertindak semena-mena.

"Apakah segini cukup untuk membuat mulutmu terkunci selama sebulan ke depan?"

Hera membola kaget, "Dari mana kau mendapatkannya? Si kunyuk itu yang memberikan?"

"Yang kau sebut si kunyuk itu adalah orang yang sudah berkali-kali menolong kita."

"Sudah kubilang berapa kali, jangan bergaul dengan anak pembunuh itu-"

"Diam!" tukas Jiwoo tak suka. "Aku tidak butuh komentarmu!"

Untuk pertama kali, Jiwoo berani menggebrak meja. Sorotnya yang menajam bahkan membuat Hera terkejut tak percaya. Seperti bukan Jiwoo yang biasanya.

BLACK MONEY DUSTWhere stories live. Discover now