PART 2

32.8K 2.6K 1.2K
                                    

Revisi setelah end

Jose mengetuk-ngetuk jarinya perlahan di atas meja. Kursor di layar laptop yang ada di hadapannya berkelap-kelip. Belum ada satu huruf pun di sana. Jose hendak mengerjakan tugas mengarang dari guru Bahasa Indonesia yang diberikan tadi siang di sekolah.

Pikiran Jose saat ini bukan tentang tugas itu. Melainkan mengenai obrolannya saat di kantin bersama Feren. Meskipun ucapan Feren terputus karena kehadiran Bricia, namun Jose tahu arah pembicaraan Feren tersebut. “Apa iya Aime dibunuh?” besit Jose lirih. Sembari menggosok ujung pulpenya di kepala yang tidak gatal.

Jose menyandarkan bahu kemudian mengingat kembali masa-masanya bersama Aime.

Flashback

Tiga hari masa orientasi telah usai. Tahap di mana para siswa diperkenalkan semua hal tentang sekolah, dalam hal ini SMA Cendekia Permata. Mulai dari sejarah berdirinya, para tokoh-tokoh yang ikut andil dalam pembangunan sekolah, aturan-aturan di dalamnya, dan banyak hal lainnya.

Adapun hari ini, saatnya para siswa baru yang jumlahnya nyaris lima ratus orang itu dibagi kelasnya secara acak oleh staf dewan guru. Selain pembagian kelas, akan diumumkan juga hasil nilai ujian observasi. Di sekolah ini ada dua tahap ujian yang harus dilewati siswa baru. Yang pertama ujian tulisan sebagai persyaratan kelayakan bisa masuk atau tidak. Dan yang kedua, setelah siswa diterima dia akan melewati ujian observasi, di mana setiap siswa akan diundang secara individu untuk diwawancarai. Tujuannya adalah untuk memberi peluang kepada lembaga sekolah untuk memprediksi, apakah siswa tersebut nantinya akan berhasil dalam studinya atau tidak. Dan bagaimana cara atau metode yang akan diterapkan pada masing-masing siswa.

Pengumuman sebentar lagi akan ditempel di mading yang ukurannya cukup besar. Yang tergantung di salah satu sisi bangunan sekolah. Sekarang, seorang guru disusul beberapa pengurus osis yang membawa tumpukan kertas. Ada juga yang membawa perekat juga gunting. Dan mereka semua mengenakan almamater khas berwarna abu-abu.

Itu adalah pengumumannya. Belum juga pengumuman itu selesai ditempel, para siswa baru sudah berkerumun, nyaris menutupi mading. Mereka berdesak-desakan.

Jose yang berbadan lumayan tinggi untuk seumurannya dan juga memiliki otot-otot lengan yang sering dilatih, tentu saja bisa dengan mudah membelah kerumanan dan mengambil posisi paling depan. Mencari namanya. Dan ketemu. Jose Raul Capablanca, nomor urut ujian 109 mendapat bagian kelas X A 1. Dengan nilai fantastis, 98,9. Jose bernapas lega. Kemudian keluar dari kerumunan.

Tidak jauh dari sana, di sebuah kursi di sudut koridor, duduk seorang siswi yang sedang sibuk dengan bacaannya. Dari seragam yang ia kenakan, Jose yakin kalau siswi itu juga adalah murid baru sama seperti dirinya. Dia terlihat tidak begitu peduli dengan pengumuman kali ini. Lebih tepatnya seperti memang tidak peduli. “Hmm, mungkin dia butuh bantuan.” Begitu pikir Jose. Dia pun segera mendatangi gadis berambut panjang yang nyaris mencapai pinggang itu.

“Lo, eh kamu udah lihat pengumuman belum?” tanya Jose hati-hati.

Gadis itu menutup bacaannya. Komik Detektif Conan. Entah volume ke berapa, Jose tidak begitu memperhatikan. “Aku aku udah bisa nebak kok hasil ujianku berapa. Hmm, untuk kelas, nanti aja deh pas udah sepi baru aku ke sana."

 “Nama kamu siapa? Nomor ujiannya aja juga gak apa-apa. Biar aku bantu liatin.” Sikap pahlawan Jose keluar.

Reflek gadis itu mengulurkan tangan. “Panggil saja Aime, Aime Wulandari Koesnadi. Nomor ujian 74. Semoga bisa berteman,” ucapnya ragu-ragu. Seperti ada sesuatu yang ditahannya yang entah apa.

“Tentu saja bisa. Gue, eh maaf maaf. Aku Jose.” Jose membalas jabatan tangan Aime itu.

“Maaf ya jika aku kaku. Aku susah bergaul dengan orang.” Aime jujur dengan keadaannya. Apalagi melihat ekspresi Jose yang seolah bertanya kenapa sikapnya demikian.

“Santai aja. Gue juga gitu kok hehe. Bentar ya.” Jose pun segera pergi. Kembali ke kerumunan. Melakukan hal yang sama. Membelah kerumanan itu dengan tenaganya. Dan lagi-lagi dia dalam waktu sekejap sudah berada paling depan. Dan Ketemu. Ternyata mereka ada di kelas yang sama. Kelas X A 1. Dengan nilai yang Jose berusaha memaklumi. Jose lantas kembali membawa kabar itu kepada Aime.

***

Sontak senyum Jose terurai mengingat pertemuan pertamanya dengan Aime itu. kadang dia menganggap dirinya sedikit lucu, kenapa dia bisa seberani itu menyapa duluan dan bersikap sok pahlawan. Tawa kecil menyusul imajinasi Jose malam ini yang terlalu liar.

“Jo, Jo! Makan dulu. Makan malam udah siap nih.” Terdengar dari luar kamar ibunya berteriak.

“Iya, Ma. Tunggu bentar.” Cepat-cepat Jose menggeser-geser kursornya dan mencari tombol shut down kemudian mengkliknya. Setelah itu ia keluar kamar dan menuju ruang makan.

“Makan dulu, biar otaknya gak kosong.” Pak Hamdi, ayah Jose menurunkan sedikit kacamatanya. Beliau duduk bersebarangan dengan kursi yang akan ditempati Jose.

“Iya, Pa. ini juga mau makan kok.” Jose duduk. “Mau dibantu, Ma?”

“Udah, duduk aja. Udah siap kok ini.” Bu Fatma memindahkan sayur asam dari panci ke mangkuk yang sudah ia siapkan. Kemudian mengangkatnya dan meletakan di atas meja. Di sana juga sudah ada menu yang lain. Ikan asin yang digoreng plus sambal terasi. Ada juga tahu dan tempe.

“Ayok makan .... ayok makan ... yeyeye. Laper nih.” Nandi, Adik Jose yang baru berusia lima tahun lantas langsung menyendok nasi sesaat setelah hidangan terakhir diletakan.

“Eits, jangan lupa baca do’a dulu ya, Nak.” Bu Fatma mengingatkan penuh kasih sayang.

Nandi hanya tersenyum kikuk menampakan deretan gigiginya yang ompong di bagian depan.

“Gimana hari pertama kamu tadi, Jo? Masih pusing?” tanya Pak Hamdi setelah semua memulai aktifitas bersama piring dan sendok masing-masing.

Jose menyelesaikan satu suapan yang terlanjur masuk ke mulut. “Aman, Pa. Jose baik-baik aja kok.”

“Iya, kalau ada apa-apa bilang. Kesehatan itu penting. Papa kerja buat kalian juga.” Satu tangan Pak Hamdi meraih kepala Nandi dan mengusapnya.

Makan malam kali ini sama seperti biasanya. Penuh kehangatan. Apalagi ditambah dengan celetukan-celetukan Nandi yang begitu polos.

***

Seusai makan  Jose kembali lagi ke kamar. Duduk di depan meja belajarnya. Tapi kali ini bukan untuk membaca buku pelajaran. Melainkan membuka handphonnya dan mengetikan sesuatu di kolom pencarian.

Alasan seseorang melakukan percobaan bunuh diri. Begitu yang ditulis Jose. Setelah sekali klik, muncul berbagai artikel dan tulisan mengenai hal itu. Jose menscroll dan mencari judul yang sekiranya pas dengan yang ingin ia cari. Satu judul menarik perhatiannya. Dikliknya sekali lagi. Setelah melewati iklan, artikel bertemakan bunuh diri itu terpampang di layar. Jose mulai membaca laman itu.

Dari sekian banyak alasan yang tertulis, ada satu alasan yang menarik perhatiannya.

“Seseorang berani melakukan percobaan bunuh diri adalah karena depresi. Gangguan mental satu ini merupakan penyebab bunuh diri paling tinggi. Gejalanya yang tidak tertangani dengan baik, akan membuat pengidapnya semakin stres dan putus asa. Korban akan selalu menyesali hidupnya dan merasa kalau tidak ada orang lain yang sayang padanya.”

***

Untuk hari ini segitu aja dulu. Ini masih tahap awal perkenalan masing-masing tokohnya. Harap diperhatikan setiap detailnya ya hehe. Biar tidak salah su'uzon nanti yeyeye.

Jangan lupa vote dan comment. Spam comment bila perlu.

Ditunggu part lanjutannya besok ya.

Hmm coba deh SS bagian cover depan cerita ini terus dibuat SW. Ajakin yang lain buat baca. Makasih banyak ya.🫣🤗

THE BLOCKADE (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang