PART 20

9.6K 1K 1.3K
                                    

Hallo semua ...
Gimana kabar kalian nih?

Novembernya aman?

Gak ada sedihnya kan?

Salam kenal ya buat pembaca baru.
Jangan lupa follow akun ini biar selalu dapat info seputar cerita-cerita menarik.

Sejauh ini, kalian sudah ada yang dicurigain belum nih?

Jangan lupa buat vote dan comment sebanyak-banyaknya ya. Target kita 55 Rb reads secara keseluruhan dan 1.000 komentar.

Kalau kalian emang penasaran kelanjutan ceritanya, yuk kerja samanya, bantu author buat mencapai targetnya. Mohon kesadaran setiap readers buat vote dan comment hehe. Yang mau share boleh banget. Ajakin pembaca lain buat mampir ke sini biar pusing bareng.😅

Yuk kita masuk ke ceritanya.

***

(Revisi setelah end)

Jose berjalan cepat. Lima menit yang lalu ia baru saja bertemu dengan Sam. Dan dari pertemuan itu Jose mendapat presepsi yang baru. Terutama karena statement-statement Sam yang bisa dibilang masuk akal. Yaitu kalau Aime bisa saja meninggal karena bunuh diri. Melihat dari perlakuan orang tuanya yang selama ini bisa saja membuatnya frustasi dan depresi.

Untung saja sebelum langit menumpahkan air matanya dengan begitu deras, Jose telah tiba di rumah. 

“Dari mana Jo, kok baru pulang. Untung saja kamu gak kehujanan.” Ibu Jose, Bu Fatma menyambut anak sulungnya itu.

Si bungsu, Nandi tidak kalah riang. Ia mendekati Jose yang sedang melepas sepatu. Kemudian memamerkan mainan barunya lagi. “Bang, liat nih. Keren kan. Yey, Abang Jo gak punya,” seru Nandi sambil menjulurkan lidahnya. Menggoda kakaknya yang hanya tersenyum lebar menanggapi.

“Nandi, gak boleh gitu ke abangmu. Ayok kita lanjut belajar membaca.” Bu Fatma meraih tangan Nandi untuk dibawa ke dalam. “Jo, makan siang dulu baru istirahat ya.”

“Iya, Ma,” jawab Jose. “Eh, Ma. Papa di mana?”

“Papa kamu tadi udah pulang. Tapi keluar lagi. Katanya mau beli apa gitu, buat motor bututnya itu. Mama gak paham permotoran.” Bu Fatma menanggapi kemudian masuk ke ruang tengah. Siap mengajari Nandi membaca yang sebentar lagi ia akan masuk sekolah.

***

Jose menatap layar laptopnya. Untuk kali ke sekian ia berusaha konsentrasi. Padahal malam ini ia berencana akan mempelajari mata pelajaran Biologi yang belum cukup ia pahami. Tapi lagi-lagi ia justru berpindah dari file mata pelajaran ke laman pencarian. Ia kemudian mengetikkan ‘Penyebab orang bunuh diri’. Judul yang juga sudah dicarinya puluhan kali selama satu bulan terakhir sejak ia dapat kabar akan meninggalnya Aime.

Jose mulai membaca dan memahami setiap artikel yang ia buka. Salah satu laman artikel ia klik. Judul besarnya adalah ‘Remaja dan bunuh diri’, cukup menarik perhatiannya. Di situ tertulis ada banyak faktor yang menyebabkan atau bisa memicu seseorang untuk mengambil jalan bunuh diri, termasuk dari kalangan remaja. Umumnya dimulai dari masalah kehidupan yang menyebabkan gangguan psikologis seperti depresi, bahkan penyalahgunaan obat-obatan. Selain itu juga bisa datang dari masalah keluarga, beban dan tuntutan pendidikan, hingga perundungan, baik secara langsung atau di dunia maya (cyberbullying) turut meningkatkan risiko bunuh diri di kalangan remaja.

Setelah membaca lengkap beberapa artikel, Jose mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja belajarnya. Satu tangan memegang pulpen, menggosok-gosok rambutnya yang tidak gatal. Ia berpikir keras. “Kalau memang Aime bunuh diri, pasti tidak mungkin HP-nya hilang. Hp itu seharusnya ada di TKP. Hmm, atau saat Aime jatuh, ada orang lain di situ yang kemudian mengambil barang berharga Aime. Dan kebetulannya saat itu ada HP. Tapi apa iya ada orang setega itu?” Jose mendatangkan beberapa kemungkinan-kemungkinan di kepalanya. “Kalau memang Aime dibunuh, pasti di HP itu ada sesuatu. Di sana barang buktinya. Tapi gimana cara dapetin HP-nya?”

Mendadak Jose teringat kalau Feren sebelumnya mengaku menelpon nomor Aime dan online. Berarti HP itu sedang dipegang seseorang. “Aku harus mastiin Feren gak bohong. Kalau yang dia katakan kemarin itu benar, berarti kemungkinan besar Aime dibunuh. Karena kalau alasan HP itu dicuri orang pasti sudah jelas no WA Aime tidak bisa dihubungi lagi. Karena pelaku bisa saja menjual HP itu atau menggunakannya secara pribadi dan menghapus semua data pemilik HP sebelumnya, yaitu Aime,” besit Jose sebelum akhirnya mengakhiri penelusurannya di google. Ia kemudian menutup laptop dan langsung merebahkan badan di ranjang. Ingin cepat pagi, agar ia bisa bertemu dengan Feren, untuk membicarakan ulang mengenai HP Aime.

***

Feren menggosok matanya. Semalaman ia tidur sambil duduk di samping ranjang papinya. Belum ada tanda-tanda siuman sejauh ini. Ada pun maminya, sejak pertengkaran mereka di hari sebelumnya, tidak pernah lagi menampakkan diri di rumah sakit. Hanya sebuah pesan singkat ke Mbok Nuri pembantu di rumah mereka untuk mewakilinya menjaga suaminya yang sedang koma itu di rumah sakit. Itu jelas sangat membuat hati Feren terluka. Tapi, tidak ada pilihan lain selain hanya bisa mengelus dada.

Setelah merenggangkan badan, Feren membangunkan Mbok Nuri. “Mbok, tolong jagain papi ya. Aku mau berangkat ke sekolah dulu,” pamit Feren yang dibalas anggukan oleh Mbok Nuri.

Setelah mengecup pipi papinya, Feren keluar dari rumah sakit, menuju rumahnya dulu dan kemudian ke sekolah dengan diantar Pak Acil, supir yang selalu siap sedia setiap waktu. Plus nilai tambahan, bisa menghibur Feren dengan segudang masalah di tengah keluarganya.

***

Bel istirahat telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Sesuai perjanjian mereka tadi pagi, Feren dan Jose sekarang berada di rooftop. Mereka sengaja menghindari tempat ramai agar obrolan mereka tidak terganggu. Terutama dari Bricia yang kehadirannya selalu tiba-tiba dan tanpa diundang.

“Ada yang gue pengen omongin ama lo Fe, berkaitan dengan Aime,” ucap Jose setelah keduanya tiba di rooftop dan mencari tempat teduh.

Feren mengangguk.

“Tapi sebelumnya gue mau nanya lo dulu. Omongan lo bener kan? Lo gak lagi ngarang cerita kalau di malam itu lo juga ada di sekolah nyusulin Aime?”

Feren sedikit tersinggung dengan pertanyaan Jose barusan. “Jadi lo gak percaya?”

“Bukan gak percaya, Fe. Gue hanya pengen mastiin aja.”

“Sumpah, gue beneran ada di sekolah pada malam itu. Dan gue bisa pastiin ada orang lain selain gue dan Aime.”

“Oke, kalau gitu. Gue taruh kepercayaan gue ke lo, Fe. Kita sama-sama orang terdekat Aime, jadi, kita harus kerja sama untuk mecahin semua ini. Semalam gue memikirkan beberapa hal, termasuk kemungkinan yang menimpa Aime. Dan kesimpulannya semua ada di HP Aime yang hilang. Gue yakin kalau Aime emang dibunuh, pasti jawabannya ada di HP itu. Pasti pelaku akan membersihkan semua barang bukti yang ada di TKP. Dan dari kasus Aime ini, meskipun tidak ada sidik jari sama sekali, tapi ada barang korban yang tidak ditemukan, yaitu HP. Menurut lo gimana, Fe?”

“Gue sependapat ama lo, Jo. Kemarin gue juga sempatin buat nyari orang yang bisa ngelacak HP Aime. Dan yang ditemukan adalah kalau HP itu titik terakhir ia online saat gue ngechat pas curhat di hari itu, berada di sekolah. Titik kordinatnya tepat ada di sekolah kita ini, Jo. Gue yakin pelakunya pasti orang terdekat Aime. Yang bisa saja kita berdua juga mengenali. Itu spekulasi gue sekarang.”

Jose semakin yakin. Aime jelas dibunuh. “Fe, kita harus temukan pembunuh Aime. Kita harus lebih berhati-hati. Kabarin gue kalau ada yang menurut lo mencurigakan. Kita harus bekerja sama.”

Feren mengangguk setuju. 

***

Segitu aja dulu. Hehe

BTW kalian dapat info soal cerita ini dari mana?

Sekali lagi jangan lupa vote dan comment ya. Setelah target tercapai baru kita lanjut.

Spam "NEXT" di sini.

THE BLOCKADE (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang