PART 22

9.4K 1K 1.3K
                                    

Hallo semua ...
Gimana kabar nih?

Wah, pasti udah nungguin ya kapan cerita ini di-up lanjutannya.😁

Makasih udah ngikutin cerita ini sampe sejauh ini. Kalian keren. Ajak teman-temannya yang lain agar kita pusing berjamaah hehe.

Target kita kali ini adalah 100Rb reads secara keseluruhan dan 1K comment di part ini ya.

Jangan malas buat komentar kalau emang pengen cerita ini cepat dilanjutkan.

Cepat/lambatnya update ada di tangan pembaca.

Makasih buat kalian yang udah ngehargain author dengan vote dan comment. Juga udah bantu ajakin pembaca lain buat mampir di sini.

Yuk kita baca ceritanya.

***

(Revisi setelah end)

Kelas sedang berlangsung. Sebentar lagi hari H ujian tiba. Para siswa semakin giat mengikuti pelajaran. Bahkan banyak di antara mereka sibuk mencari les tambahan di luar jam sekolah, guna menunjang pemahaman mereka terhadap satu atau beberapa mata pelajaran. Kelas  XI IPA 1 kali ini sedang diisi oleh Mr. Romy, guru bahasa Inggris. Jose dari tempat duduknya menyimak dengan baik. Begitu juga Bricia, Feren dan yang lainnya. Namun menjelang berakhirnya kelas, terdengar sebuah teriakan histeris salah seorang siswi.

Hening di dalam kelas buyar. Termasuk Mr. Romy keluar dari kelas melihat apa yang terjadi. “What happened?” desisnya.

Di luar mulai gaduh akibat teriakan tadi. Jose langsung menengok ke belakang. Mencari keberadaan Sam. Sam ternyata ada di tempat duduknya, tidak terusik dengan apa yang terjadi. Karena merasa ada kesempatan untuk tidur, ia menelungkupkan wajah ke atas meja. Jose melihat kemudian ke Feren. Seperti ada obrolan batin di antara mereka yang saling paham satu sama lain. Satu alis Feren terangkat.

***

Pak Adit mendatangi kerumunan. Yang kebetulan saat itu baru selesai mengajar kelas lain di kolam renang untuk mata pelajaran olahraga. “Ada apa ini? Ada apa?” tanyanya.

Kejadian serupa yang pernah menimpa Shasa terulang. Dan kini yang menjadi korban adalah Cika, siswi kelas X. Dengan raut wajah pucat pasi, Cika membuka suara. “Tadi ada yang ngintip aku Pak, saat di kamar mandi. Ada hp yang merekam dari bilik sebelah.” Cika panik. Dahinya penuh peluh.

“Kamu tenang ya. Kita cari sama-sama pelakunya.” Pak Adit mencoba mencairkan suasana.

“Tapi aku gak sempat lihat sama sekali orangnya, Pak.”

Semua yang ada di sana terdiam. Karena keadaan sudah semakin tidak kondusif, Pak Adit mengambil alih. “Semua siswa kembali ke kelasnya. Biarkan dewan guru yang mengurus kasus ini. Cika, tolong kabarin bapak kalau ada jejak pelaku yang kamu ingat ya.”

Cika mengangguk. Rasa takut di wajahnya belum hilang. Para siswa yang berada di sana kembali ke kelas masing-masing. Tinggal Pak Adit dan Bu Wanda di sana. Memang kebetulan jadwal Bu Wanda di kelas Cika.

Bu Wanda memeriksa setiap bilik kamar mandi putri. Sementara Pak Adit masih mematung di tempat. Sedang memikirkan sesuatu. Mengedarkan pandangan seperti ada yang dicarinya.

“Ini tidak bisa kita biarkan. Sudah dua kejadian. Si pelaku pasti siswa usil yang kurang kerjaan.” Bu Wanda berbicara sendiri. Merutuki si pelaku.

“Saya tinggal dulu, Bu.” Tanpa menunggu jawaban, Pak Adit pergi meninggalkan kamar mandi. Menuju kelas XI IPA 1. Satu nama saat ini yang ada di kepala Pak Adit, yaitu Sam.

***

Mr. Romy baru saja keluar dari kelas. Yang kemudian langsung diambil alih oleh Pak Adit selaku wali kelas.

“Sam, ada?” Pemilik nama itu langsung dicari oleh Pak Adit sesaat setelah memasuki ruang kelas.

Mendengar namanya disebut, Sam mengangkat kepala yang sedari tadi telungkup di atas meja. Sadar jadi pusat perhatian siswa yang lain, Sam memperbaiki raut wajahnya yang kusut. Apalagi sadar ada Pak Adit di depan kelas. “I-iya, Pak.”

Sambil berdiri, dengan tangan diletakkan di atas meja, Pak Adit mulai menginterogasi Sam. “Dari mana saja tadi kamu, Sam?”

“Saya dari tadi di kelas, Pak. Gak ke mana-mana. Ngikut pelajaran Mr. Romy. Ada apa ya?” tanya Sam bingung. “Kalau gak percaya tanya Erik ama Ozi.” Sam melirik dua temannya itu, yang duduk tidak jauh darinya.

“Yang lain, apa benar Sam sedari tadi di dalam kelas?” Pak Adit memastikan dengan bertanya kepada seluruh siswa.

“Betul, Pak. Sam tidak pernah keluar dari dalam kelas sejak tadi.” Jose menyahut selaku ketua kelas.

Pak adit diam sejenak. “Kejadian yang menimpa Shasa waktu itu terulang pada siswi lain.”

“Owh jadi bapak mau nuduh saya lagi? Kan saya sudah bilang kalau saya tidak tahu menahu dengan itu. Kejadian waktu itu yang menimpa Shasa pun, saya hanya kebetulan sedang lewat di sana. Aneh, kok saya tiba-tiba jadi tersangka.” Sam tidak terima dituduh seperti itu.

Pak Adit tidak mau berkomentar lebih. Apalagi dia tahu karakter Sam yang cepat terpancing emosinya. “Ya sudah, bapak minta maaf sudah salah sangka ke kamu, Sam. Bapak salah, sudah mengira kamu pelakunya.”

Sam mendengus kesal. “Pak, kalau memang saya pelakunya, jika sudah ketahuan seperti itu saya pasti akan mengaku. Saya laki-laki, banci kalau harus mengelak sana-sini.” Tidak peduli dengan apa yang terjadi, Sam kembali menelungkupkan wajah di atas meja. Melanjutkan tidurnya. Sebagai bentuk protes karena sudah dituduh menjadi pelaku atas hal yang tidak ia lakukan.

Pak Adit diam membiarkan.  Kemudian mengangguk, mengakui apa yang sudah ia lakukan itu salah. Dan komentar Sam barusan ada benarnya. Ia lantas melanjutkan. “Berikutnya untuk para siswa agar lebih waspada lagi. Terkhusus untuk siswi. Ini sudah kejadian kedua. Bapak yakin, kalau pelaku pasti akan melakukannya lagi sampai benar-benar ketahuan. Dan langsung kabari bapak jika ada yang kalian curigai sebagai pelaku. Seharusnya hal-hal seperti ini tidak terjadi di sekolah kita. Cukup nama sekolah kita jadi sorotan ketika tragedi yang menimpa Aime beberapa waktu lalu. Kita jaga nama baik sekolah kita bersama.”

Jose dan Feren tersentak ketika nama Aime disebut. Tragedi yang menimpa Aime tidak pernah sama sekali pergi dari ingatan mereka walau sejenak. Adapun Bricia seperti tidak peduli dengan apa yang terjadi di depan sana. Ia merasa itu bukan urusannya. Ia justru sibuk membaca materi untuk mata pelajaran berikutnya.

Merasa sudah cukup, Pak Adit keluar kelas. Tidak seperti biasanya, Nava yang selalu antusias ketika Pak Adit masuk kelas, hari ini dia justru bermuka dongkol. Seperti tidak senang dengan kehadiran Pak Adit di dalam kelas mereka.

***

Cuaca sedang buruk. Langit mencurahkan air matanya dengan begitu deras. Seseorang bermantel hitam itu menuju belakang rumahnya. Memegangi sebuah kotak hitam. Diperiksanya sekali lagi isi di dalamnya, HP dengan silikon bergambar karakter kartun Detektif Conan itu sudah dalam keadaan nonaktif. Setelah itu ia masukkan ke dalam plastik. Diikatnya. Kotak hitam ditutup rapat dan dikubur pada lubang yang sudah ia siapkan. Ia timbun lubang itu dengan tanah yang sudah becek.

Tidak peduli dengan bulir hujan yang menetes di sela-seka mantelnya, ia justru menyunggingkan senyum kemudian bergumam, “Semua sudah selesai.” Guntur menggelegar diikuti petir, seolah menyetujui ucapannya barusan.

***

Segitu aja dulu hehe. Jangan banyak-banyak entar makin candu.😅

Jangan lupa vote dan comment ya. Follow akun author juga. Setelah target tercapai baru kita lanjut ke part berikutnya.

Spam "NEXT" di sini.

THE BLOCKADE (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang