PART 12

10.8K 1.1K 1.2K
                                    

Revisi setelah end

Jose membuka matanya perlahan. Kepalanya masih sedikit pening. Ia perhatikan sekitarnya. Ia kenali tempat ini, interiornya tidak asing. Jose bangkit dan segera terduduk. Sekarang ia sudah berada di dalam kamarnya.

"Mamaaa! Abang Jo udah sadar," teriak Nandi yang duduk di sudut ranjang. Setelah itu ia mendekati abangnya itu. "Kepala abang masih sakit ya?" Nandi memegangi kepala Jose. Seperti memeriksa sesuatu di sana. Dari kepala turun ke anggota tubuh yang lain.

"Ih nandi. Apaan sih geli tau." Jose menggeliat. Menahan tangan adiknya itu yang mulai menggelitiknya. Nandi memang sangat suka mengganggu Jose. Ia kemudian tertawa cekikikan melihat abangnya yang terganggu dengan godaannya itu.

Dari balik pintu kamar, datang Bu Fatma dengan nampan berisi segelas air hangat. "Kamu udah sadar, Jo? Ini di minum dulu."

Jose kemudian meraih gelas berisi air hangat itu dan meminum setengahnya. Dia benar-benar kehausan. "Kok aku ada di sini sih, Ma?" tanya Jose setelah mamanya itu duduk di sampingnya. Nandi sudah sedikit bergeser. Kembali sibuk dengan mainan robotnya yang baru dibelikan mamaya tadi pagi di pasar.

"Tadi kamu pingsan, Jo. Untung ada Pak Adit," jawab Bu Fatma.

"Pak Adit?" Jose mengerutkan dahi. Alisnya yang tebal seolah bertemu di pertengahan dahinya itu.

"Iya. Tadi Pak Adit yang bawa kamu ke sini. kebetulan dia lewat dan ngeliat kamu yang jatuh di pinggir jalan. Untung saja ada Pak Adit. Kamu dari mana, Jo? Tadi katanya keluarnya gak lama," jelas Bu Fatma dilanjutkan sebuah pertanyaan.

"Aku tadi ketemu Feren, teman sekelas aku. Terus pas pulang mendadak sakit kepala aku kambuh."

"Sekarang kepalanya masih sakit?"

"Udah sedikit mendingan, Ma. Mungkin aku hanya butuh istirahat."

"Hmm, gitu. Syukur deh kamu gak kenapa-kenapa. Kamu mau makan lagi? Mama siapin makan ya." Bu Fatma lantas bangkit dan hendak menuju dapur.

"Eh, Ma. Pak Adit di mana? Udah pulang?" tanya Jose sebelum mamanya mencapai pintu.

"Ada tuh di depan. Lagi ngobrol dengan papa kamu," jawab Bu Fatma dan langsung melanjutkan langkah menuju dapur.

Jose memasang telinga baik-baik. Iya, benar. Terdengar dari arah ruang tamu suara papanya sedang mengobrol dengan Pak Adit. Sesekali terdengar tawa dan canda gurau keduanya. Jose kemudian melihat ke arah adiknya yang sedang bermain. "Dek, sini dulu," panggilnya.

Nandi mendekat.

"Nandi masih ingat gak sih pas abang ketabrakan waktu itu?" tanya Jose. Ia tatap mata Nandi serius.

Nandi mencoba berpikir. Mengingat kejadian malam itu. "Nandi gak begitu merhatiin, Bang. Nandi takut banget sumpah. Lihat kepala abang yang ada darahnya," jawab Nandi cadel. Wajahnya menunjukan kepolosan.

"Ya sudah kalau begitu. Gak apa-apa."

"Kepala abang sakit banget ya waktu itu. Banyaaaak ... banget darahnya." Nandi bercerita sambil memperagakan dengan tangannya. Lagi-lagi sesekali menyentuh kepala Jose, yang dilihatnya dari situ mengeluarkan darah. "Nandi panik banget tau. Makanya Nandi teriak, tolooong! Tolooong!"

Jose mencubit pipi adiknya itu. "Makasih ya, Nandi. Udah nolongin abang. Udah mau nyari bantuan dengan teriak tolong hehe. Kamu seperti pahlawan super yang kita tonton setiap hari minggu itu. Apa sih namanya?"

"Super Ex, Bang. Beneran? Nandi kayak gitu?" Mata nandi berbinar mendengar ucapan Jose barusan. Ia kemudian memperagakan jurus-jurus pahlawan super idamannya itu.

Di malam saat kecelakaan waktu itu memang Jose sedang keluar bersama Nandi. Menuju minimarket yang tidak jauh dari rumah mereka untuk membeli cemilan. Dalam rangka merayakan kemenangan Jose yang baru saja pulang mengikuti sebuah turnamen catur. Namun saat mereka hendak pulang, Jose tertabrak oleh seseorang. Dan itu menyebabkan ia masuk rumah sakit dan koma dalam waktu hampir sebulan. Pelaku yang menabraknya hingga hari ini tidak ia ketahui siapa. Jose dan keluarga mencoba mengikhlaskan dan menerima. Jose juga sekarang sudah mulai membaik keadaannya, meskipun sesekali pusing di kepalanya datang menyerang.

Namun, sebenarnya Jose masih sedikit kesal. Bukan karena luka akibat tabrakan itu. Teapi, karena ia tertabrak dan koma sehingga ia tidak bisa berada di sisi Aime saat hari-hari terakhirnya. Karena mungkin saja saat itu Aime butuh bantuan. Bisa saja saat itu Aime sedang menunggu kehadirannya. Begitu pikir Jose. Janjinya untuk selalu ada di saat Aime membutuhkannya telah ia ingkari.

***

Bu Fatma datang membawa nampan berisi dua gelas teh hangat dan setoples kue kering. Ada juga sepiring pisang goreng di sana.

"Waduh! Gak usah repot-repot, Bu. Saya jadi gak enak nih," ucap Pak Adit menyambut kedatangan Bu Fatma dari dapur.

"Gak usah sungkan, Nak. Silakan diminum." Bu fatma mempersilakan. Kemudian kembali lagi ke dapur untuk menyiapkan makanan buat Jose.

"Makasih banyak lho ini." Pak Adit mengambil teh miliknya kemudian menyeduhnya.

"Kami yang makasih banyak, karena Nak Adit udah mau bantu Jose pulang. Kalau gak ada Nak Adit kita gak tau apa yang terjadi." Balas Pak Hamdi.

"Kebetulan saya lewat situ tadi, Pak. Eh ngomong-ngomong Jose udah bilang soal perubahan peraturan sekolah mengenai ujian?"

"Tentang ujian yang empat kali setiap tahun ajaran itu?"

"Nah. Iya, betul."

"Iya. Sudah kok. Sedikit banyak sudah dijelasin Jose. Kami dari pihak orang tua ngikut aja. Itu sudah tugas dan urusan guru sebagai penanggung jawab mereka di sekolah. Segala bentuk peraturan itu hak kalian para guru." Pak Hamdi berpendapat dengan sangat bijaksana.

"Syukurlah. Terima kasih atas pengertiannya. Saya juga sebagai bawahan hanya mengikut perintah dari atasan saja."

"Dimakan pisang gorengnya, Nak. Ini kapan-kapan kalau Nak Adit ada waktu, seringlah mampir ke sini. Saya mau ajak bermain catur." Pak Hamdi melebarkan senyuman.

"Owh tentu saja, Pak. Saya akan cari waktu yang pas buat kita bermain. Saya juga dari dulu pengen banget bermain dengan bapak. Saya hanya banyak mendengar tentang bapak dari Jose. Jose sering memuji skill permain catur bapak. Makanya saya jadi penasaran. Ingin berguru juga."

"Ah! Jose berlebihan bicaranya itu."

Keduanya tertawa. Mereka terus mengobrol sembari menikmati sajian di atas meja. Tidak lama kemudian Handphone Pak Adit berdering.

"Maaf, Pak. Saya angkat telepon dulu," ucap Pak Adit lantas keluar ke teras sebentar untuk mengangkat panggilan. "Iya. Hallo!" Setelah sapaannya dibalas, Pak adit menyimak. Orang di seberang seperti sedang membicarakan hal penting. "Saya langsung ke sana. Tunggu sebentar. Kurang dari lima belas menit saya sampai." Lanjutnya. Setelah itu Pak Adit masuk kembali ke dalam rumah. Duduk berseberangan dengan Pak Hamdi.

"Ada urusan?" tanya Pak Hamdi peka dengan kecemasan Pak Adit.

"Hehe iya nih, Pak. Maaf banget. Padahal masih seru ngobrolnya. Tapi saya harus cepat-cepat pergi. Ada urusan mendesak."

"Ya sudah kalau begitu, Nak. Urus dulu urusan kamu itu. Pasti penting sekali."

"Saya pamit ya, Pak. Salam buat ibunya Jo. Sepertinya sedang sibuk di dapur. Semoga Jose segera membaik." Setelah berjabat tangan. Pak Adit pun keluar dan pergi dengan tergesa.

***

Hallo hallo gimana kabar kalian?
Siapa nih yang nungguin cerita ini update? Hehe

Jangan lupa vote dan comment ya. Ditunggu part lanjutannya.🥳🥳

THE BLOCKADE (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang