PART 8

14.6K 1.4K 1.1K
                                    

Revisi setelah end

“Hey, gendut! Sana belikan kami berger! Lelet amat sih!” Erik melempar selembar uang lima puluh ribuan. “Berger lima, minumnya colla aja. Sama rokok empat bungkus. Belinya di minimarket deket sekolah ya. Jangan di kantin. Gak jual rokok. Kalau uangnya kurang, tambahin juga. Tenang aja, lo juga bakal kebagian kok.” Lanjutnya.

Sam duduk di kursi singgasananya. Memantau dua anak buahnya yang sedang beraksi.

Please, pas jam istrahat aja ya. Nanti aku lebihin. Bentar lagi masuk lho. Entar aku telat.” Balas Marthin memelas. Satu tangannya mencoba meraih kacamatanya yang ditarik paksa oleh Ozi.

“Cemen banget lu, ndut.” Ozi mengibas tangan Marthin secara kasar yang hampir saja meraih kacamata yang sekarang ada di tangannya.

Erik tidak mau kalah membully Marthin yang terlihat semakin tak berdaya. Ia pukul kepala Marthin, yang langsung membuatnya meringis kesakitan. Erik dan Ozi justru tertawa terbahak-bahak melihat Marthin yang semakin mengenaskan itu. Apalagi dengan matanya yang rabun tanpa kacamata, itu membuat keduanya tergelitik. “Kasian banget nih anak orang kaya.” Erik tertawa makin terpingkal-pingkal. Para siswa yang lain tidak ada yang berani menegur. Mereka sibuk dengan buku masing-masing. Bahkan sebagianya pura-pura mencari aktifitas lain sehingga mereka tidak menjadi korban Sam and the geng berikutnya.

Sam berdiri dari tempat duduknya. Mendekati Marthin di tempatnya ditindas. Dua anak buahnya langsung membuka jalan. Dengan muka penuh amarah ia angkat kerah kemeja Marthin yang membuat badan besar itu sedikit terangkat. Sam yang bertubuh kekar jelas memiliki tenaga yang lumayan kuat. “Hey, gajah! Lo beneran gak mau nih keluar beliin kami berger? Itu juga buat lho. Buat ngasih makan badan lo yang gemuk ini,” maki Sam kasar.

“Ma-maaf. I-iya aku keluar sekarang.” Marthin panik. Sam yang sangat ditakuti sudah turun tangan. Ozi lantas memberikan kacamata Marthin.

Marthin yang sudah mengenakan kacamata, dibiarkan memperbaiki baju sekolahnya yang sudah berantakan karena cengkeraman Sam tadi. Setelah itu ia hendak keluar. Namun Erik masih saja usil ingin memberikannya hadiah terakhir. Ia kait kaki Marthin yang membuatnya oleng dan terjatuh. Kepalanya terbentur di kursi yang ada di sebelahnya. Marthin meringis kesakitan. Sam and the geng justru tertawa. Siswa yang lain juga teralihkan perhatiannya. Mereka melihat iba kepada Marthin, namun mereka juga tidak berdaya. Tidak bisa apa-apa. Termasuk Feren yang hanya memberikan tatapan tidak Sukanya kepada Sam. Bricia? Dia tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi. Dia masih konsentrasi dengan buku bacaannya, dengan sesekali melihat ke cermin memperbaiki riasan di wajahnya.

Tiba-tiba keributan itu menjadi hening. Jose berdiri di depan pintu. Ia baru dari kantor mengantarkan buku tugas teman-teman sekelasnya kepada Sir Romi, guru fisika mereka. Sam yang sadar akan kehadiran Jose kemudian mundur, seolah tidak ada yang terjadi. Ia kembali ke tempat duduknya, tidak mau bermasalah dengan Jose. Dua temannya juga begitu. Sementara Marthin masih terduduk di lantai. Mencari kacamatanya yang terjatuh.

Jose kemudian berjalan masuk. Membantu Marthin berdiri. Setelah itu ia berjalan ke tempat duduk Sam. Jose tahu apa yang baru saja terjadi. Dia yakin itu pasti ulah Sam. “Lo lagi?”

Sam tidak menjawab pertanyaan dingin Jose itu.

Jose mengulang pertanyaanya lebih tegas. “Lo lagi hah!?” Kali ini lebih terkesan mengancam. Mata keduanya saling tatap.

Sam bergeming.

Jose yang amarahnya mulai tidak terkontrol kemudian menarik kerah kemeja Sam dan membantingnya ke samping. Mereka adalah lawan yang seimbang. Postur tubuh dan tenaga mereka nyaris sama. Adu jotos pun terjadi. Beberapa pukulan tembus menghantam pelipis dan perut mereka masing-masing. Tendangan juga saling adu. Kelas kini semakin tidak terkontrol. Tidak ada yang berani melerai keduanya. Bahkan Erik dan Ozi hanya bisa menonton. Perang dingin Jose dan Sam memang sudah berlangsung sejak lama.

THE BLOCKADE (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang