13. Pengganggu

113 20 3
                                    

Sebenarnya Rere bisa saja membiarkan Ares melihat semua kejadian beberapa saat lalu, di saat kekasih tercintanya itu berselingkuh. Tapi, Rere pikir bukti itu belum cukup kuat. Rere tau siapa Raisa. Wanita itu sangat licik. Bisa saja nanti wanita itu memberikan alasan-alasannya untuk kembali meyakinkan Ares dan membuat pria itu luluh. Lebih baik Rere mengikuti permainan Raisa, biarkan wanita itu bertingkah sesukanya terlebih dulu. Nanti di waktu yang tepat dan Rere sudah mempunyai cukup bukti, maka ia akan membongkarnya.

Sekarang, Rere sedang berada di taman belakang. Ada beberapa pekerja yang sedang mengerjakan tugasnya untuk membuat rumah kaca. Ares juga mengusulkan untuk memberikan sedikit ruang agar Rere bisa melukis juga. Rumah kaca berbentuk seperti sangkar burung dengan sentuhan gaya eropa nantinya akan menjadi tempat Rere menghabiskan waktunya, selain di toko bunga.

Tidak ada satu minggu, rumah kaca itu hampir selesai. Rere bahkan rela tidak pergi ke toko bunga hanya untuk menikmati proses pembangunan rumah kaca yang akan menjadi tempat barunya. Sedangkan toko bunga sudah buka seperti biasa, hanya saja Rere mempekerjakan beberapa orang di sana. "Dari aku pergi, sampai sudah kembali datang di rumah sepertinya kamu tidak bergerak dari posisimu." Ares datang, menghampiri Rere dengan pakaian kantornya yang masih lengkap.

Rere tersenyum lebar, ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. "Aku sangat tidak sabar rumah kacanya jadi."

"Lusa dipastikan semuanya sudah beres, Re," balas Ares. "Kamu akan bisa memakainya sepuasnya nanti."

Rere mengangguk setuju, menatap Ares tulus. "Terima kasih, kak."

"Tidak perlu berterima kasih, Re. Sudah sepantasnya begitu."

"Astaga, kak!" seru Rere berdiri dari tempat duduknya.

"Ada apa, Re?" tanya Ares menatap Rere bingung.

"Aku lupa belum memasak untuk makan malam," ujarnya memelas. "Maaf, aku terlalu asik sampai lupa tidak memasak untuk makan malam kita."

Ares tersenyum simpul, ia pikir ada sesuatu hal yang genting. "Tidak masalah, Re. Kita bisa pesan atau pergi keluar."

"Oke, baiklah. Kak Ares sudah lapar?" tanya Rere.

"Lumayan. Masalah kantor yang terus berdatangan benar-benar menguras tenaga dan pikiranku," ujar Ares bercerita.

"Jika begitu aku akan memesan terlebih dulu, biar saat kak Ares sudah selesai membersihkan diri makanannya sudah datang."

Ares mengangguk setuju. "Benar juga. Pesan apa saja yang menurutmu mengenyangkan, Re." Setelah kepergian Ares, Rere pergi ke ruang bersantai dan mulai untuk memilih makanan yang akan dipesan.

Setelah memesan beberapa makanan, tidak lupa Rere memberikan pesan pada Pras yang memang sedang menggantikan bapaknya menjaga.

Ares sudah selesai bersiap, ia ikut bergabung dengan Rere yang sedang berada di ruang bersantai. “Apakah masih lama?” tanyanya.

Rere mengalihkan pandangannya dari ponselnya, lalu menatap Ares. “Pesanan sedang diantarkan,” balasnya sembari memperlihatkan ponsel yang menyala pada Ares. “Kak Ares ingin kubuatkan susu terlebih dulu atau roti?”

“Tidak perlu, Re.”

10 menit berlalu, akhirnya yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang juga. Pras masuk ke dalam rumah dengan membawa beberapa kantong makanan. Lalu memberikannya pada Rere. “Aku akan menyiapkannya terlebih dulu.”

“Makan di sini saja, Re. Kamu hanya perlu mengambil piring, sendok dan garpu.” Kalimat Ares membuat Rere mengangguk mengerti.

Mereka menikmati makanan yang baru saja Rere pesan. Ada bermacam-macam seafood, seperti udang, cumi-cumi, kerang, kepiting dengan bumbu masakan yang berbeda-beda. Lalu ikan gurame bakar dengan lalapan dan sambalnya yang terlihat sangat menggoda. Baik Ares maupun Rere begitu menikmati makan malam yang mereka pesan. Sampai di pertengahan mereka menikmati makanannya, sosok yang seharusnya tidak datang, menampakkan dirinya juga. Siapa lagi jika bukan Raisa? Selingkuhan Ares.

“Woah, kalian sedang makan malam ternyata.”

“Kamu tidak mengabariku jika akan kemari?” tanya Ares to the point begitu melihat Raisa.

Raisa tersenyum lebar dan langsung duduk di samping Ares, bergelayut manja pada lengan pria itu. Padahal posisinya, Ares sedang makan. Alhasil, membuat Ares menahan rasa kesalnya. “Kejutan, sayang. Tiba-tiba saja aku merindukanmu,” ujar Raisa sembari menyandarkan kepalanya pada lengan Ares. “Lagipula sudah dua minggu kita tidak bertemu.”

“Menyingkirlah sebentar saja, aku sedang makan.”

Raisa lalu beringsut sedikit menjauh. “Sorry,” ujarnya.

“Istrimu ini tidak memasak? Tumben sekali,” ujar Raisa membuat Rere yang merasa langsung menatap wanita itu.

“Apakah itu masalah untukmu?” tanya Rere dengan wajah datarnya. Selama ini, Rere memang selalu berusaha menerima semua kalimat-kalimat Raisa yang terdengar menyebalkan untuknya. Tapi, mulai saat setelah kejadian beberapa pekan lalu, ia sudah memutuskan untuk lebih berani menghadapi Raisa.

“Sayang, kenapa sekarang dia selalu berani menjawab,” ujar Raisa dengan kesal. “Sangat menyebalkan.”

“Jika menyebalkan pergi saja,” balas Rere. “Pengganggu.”

Baru saja Raisa akan membalas, Ares sudah terlebih dulu menghentikannya. “Stop, tidak perlu dibalas lagi.”

“Lagipula kamu lebih dewasa dari Rere. Jadi, mengertilah.” Lanjut Ares dan itu membuat Rere menatap Raisa penuh kemenangan dan ejekan.

“Aku lapar,” ujar Raisa.

“Makanlah,” balas Ares singkat.

“Hei, ambilkan aku piring,” ujar Raisa bermaksud ditujukan pada Rere. Tapi, karena Rere tidak lagi sama seperti dulu lagi, alhasil ia mengabaikannya.

Raisa menghampiri Rere, lalu menepuk pelan bahunya. “Ambilkan aku piring.”

Rere menatap Raisa malas. “Tidak melihat aku sedang apa? Lagipula di mana sopan santunmu dalam meminta tolong pada orang?”

“Ambil saja sendiri,” ujar Rere melanjutkan.

“Rere benar, ambillah sendiri. Jarak ke dapur sangat dekat,” ujar Ares membuat Raisa semakin kesal.

“Kenapa kamu malah membelanya?” tanya Raisa dengan wajah kesalnya.

“Aku tidak membelanya. Lagipula Rere sedang makan, ambillah sendiri tidak perlu manja.”

“Sudah ganggu, menyuruh-nyuruh pula,” gerutu Rere. “Tidak tau malu,” ujarnya melanjutkan yang masih bisa didengar Raisa.

“Sayang, kamu dengar apa yang tadi dia bicarakan,” ujar Raisa dengan nada merajuknya yang terdengar menjijikkan di telinga. “Dia menyebutku tidak tau malu.”

“Sudahlah, sayang. Tidak perlu membesar-besarkan masalah. Jika merasa lapar, cepat ambil piring dan makanlah dengan tenang.”

Selepas kepergian Raisa ke dapur, Ares membuka suara. Hanya saja, kali ini suaranya terdengar tidak sekeras seperti biasanya pria itu berbicara. “Maaf, karena Raisa tiba-tiba datang dan membuatmu tidak nyaman,” ujarnya. “Aku juga tidak tau jika dia akan kemari.”

Mendengar kalimat Ares, tentu membuat Rere terkejut. Ini pertama kalinya Ares meminta maaf karena sikap Raisa yang mengganggunya. Bahkan dulu, saat Raisa menyebutnya jalang kecil, Ares tidak meminta maaf padanya atas sikap menyebalkan kekasih gelapnya itu. Tapi, sekarang? Ares benar-benar berbeda, setelah kejadian di mana Rere mengalami pelecehan malam itu. Ah, apakah sikap Ares yang lebih hangat ini untuk menebus segala dosanya karena sudah meninggalkannya malam itu? Daripada menerka-nerka sikap Ares yang berubah, lebih baik Rere tetap menganggapnya biasa saja. Ya, meskipun sebenarnya jauh dari lubuk hatinya sudah bergejolak bahagia karena hal kecil seperti itu.








***

Kalian tim mana?

#TIM ISTRI SAH

atau

#TIM KEKASIH GELAP

08 October 2023

The Sunset Is Beautiful Isn't It? (On Going)Where stories live. Discover now