24. The Truth

80 9 0
                                    

Karena Rere yang mendadak demam, alhasil keberangkatan mereka ke Zürich lagi-lagi diundur. Saat ini yang dilakukan Rere hanya istirahat dengan menonton serial Net-flix. Sedangkan Ares, pria itu sudah keluar sejak pagi, karena mendadak ada urusan. Lalu suara bell yang berbunyi, membuat Rere bangun dari tidurnya. Meskipun pusing masih terasa di kepala dengan pandangan mata yang sedikit mengabur, ia tetap berusaha berjalan dengan tangannya yang menyentuh tembok untuk menahan dirinya.

Saat pintu sudah terbuka, Rere melihat sosok gadis kecil berdiri di depannya. "Apakah kau Nona Rere?" tanyanya to the point.

Rere mengangguk, menampilkan senyum manis di wajahnya. "Iya, aku Rere. Mencariku?"

Terlihat gadis kecil itu tersenyum, mengangguk. "Aku Josephine."

"Ahhh, kau Josephine. Masuklah, honey." Rere mengajak Josephine masuk ke dalam rumah, lalu mempersilakan gadis kecil itu untuk duduk menunggunya sembari ia menyiapkan minuman dan camilan.

"Dad memberitahukan kepadaku jika ada yang mencariku, kau juga meninggalkan alamat tempat kalian tinggal selama di sini," ujar Josephine memulai pembicaraan. "Jadi, saat aku sampai di sini, aku memutuskan untuk segera menemuimu."

"Ya, aku memang mencarimu," balas Rere. "Karena ingin meminta maaf sekaligus berterima kasih."

"Aku meminta maaf karena sempat berpikiran buruk tentang niat baikmu yang memberiku coklat, honey." Rere mengusap kepala Josephine lembut, membuat gadis kecil itu tersenyum lebar. "Dan berterima kasih, karena sudah menjadi gadis kecil yang baik."

"Aku juga ingin mengatakan yang sebenarnya padamu, Nona."

"Ah sebelum itu, jangan panggil aku Nona. Panggil saja aunty Rere."

Josephine mengangguk mengerti, ia merasa nyaman dengan sikap hangat Rere dan itu membuat dirinya memantapkan hati, jika ia tidak salah dengan keputusannya untuk mengatakan semua kebenarannya. "Oke, aunty."

"Jadi sebenarnya, coklat yang kuberikan padamu memang itu dariku. Aku menggantinya."

"Ada seorang wanita yang menemuiku, dia berkata padaku untuk memberikan coklat itu padamu. Katanya, kau adalah sahabatnya. Dia juga menunjukkan fotomu terlebih dulu dan memberitahukan padaku jika kau sedang berada di mini market dekat taman." Josephine diam sejenak, sebelum melanjutkan kalimatnya. "Tapi, saat aku akan menemui, aku tidak sengaja melihat sikapmu yang sangat baik dengan para anak-anak yang tidak sengaja menabrakmu."

"Aku juga berpikir, takut jika wanita yang menemuiku itu ternyata memiliki niat jahat padamu. Jadi, aku memberanikan diri untuk memakan coklatnya dan menggantinya dengan milikku." Lanjut Josephine menatap Rere. "Dan kau tau, setelah aku makan coklat itu, malamnya aku langsung sakit perut dan besoknya demam."

"Maafkan aku," ujar Josephine menunduk. Gadis kecil itu benar-benar merasa menyesal. Untung saja ia mengganti coklatnya. Bagaimana jika tidak?

"Tidak apa, honey. Terima kasih sudah berani jujur padaku, kau hebat." Rere memberi respon dengan hangat, mengusap tangan gadis kecil itu penuh kelembutan. "Lalu siapa namanya? Apa kau ingat?"

"Ya, aku mengingatnya," balas Josephine kembali menatap Rere. "Dia memperkenalkan dirinya sebagai Nyonya Atmaja."

Setelah mendengar Josephine menyebut nama itu, langsung membuat Rere terdiam. Ia mencoba mencerna semua. Berharap jika yang ia dengar adalah kesalahan. Atmaja. Itu adalah nama lengkap Raisa, kekasih gelap Ares. Ya, wanita itu memiliki nama lengkap Raisa Keyshav Atmaja. Namun, benarkah Raisa? Wanita itu berniat mencelakainya? Jika memang benar begitu, itu berarti dia sedang berada di Swiss? Lalu, apakah Ares tau mengenai hal ini, jika Raisa sedang berada di sini?

Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala Rere sekarang.

💐

"Bagaimana, apakah masih pusing?" tanya Ares menyentuh dahi Rere, memastikan. Ia duduk di sisi ranjang sembari menatap Rere serius. "Kau masih demam."

"Maafkan aku, ini semua karena aku terlalu memaksamu untuk terus melakukannya." Lanjut Ares menatap Rere penuh penyesalan. Ares merutuki dirinya karena tidak bisa menahan napsunya untuk tidak menyentuh Rere.

Sungguh, Rere begitu memabukkan hingga membuatnya kecanduan. Menjauh sedikit saja sudah membuatnya pusing tujuh keliling dan terasa seperti tidak bersemangat untuk menjalani hidup.

"Tidak apa, kak. Tidak perlu meminta maaf," ujar Rere. Aktivitas yang tidak biasa bagi Rere dan masih memerlukan adaptasi, membuat ia kelelahan dan berakhir demam.

Soal Josephine, Rere juga tidak menceritakannya pada Ares. Ia tidak menyangka jika, Raisa se-niat ini untuk mencelakainya. Kenapa dengan wanita itu? Apakah dia merasa cemburu karena Ares saat ini bersamanya? Mengajaknya berlibur selama satu bulan. Ah, tentu saja begitu, bukan? Ini adalah alasan paling masuk akal. Dalam hati Rere tersenyum senang. Ya, meskipun karena hal ini, ia hampir saja keracunan coklat, jika saja gadis kecil itu tetap menjalankan tugasnya. Mungkin kemarin, Rere akan terbaring di ranjang rumah sakit. Dirawat untuk beberapa hari.

Rere bergeser dari posisi tidurnya, lalu memberi kode pada Ares untuk berada di dekatnya. Tanpa banyak bicara, Ares menuruti keinginan Rere. Saat sudah bersandar pada kepala ranjang, Rere langsung beringsut merubah posisinya dengan bersandar di dada bidang Ares. Ia meletakkan kepalanya dengan nyaman di sana. "Bolehkah seperti ini?"

"Tentu, Re." Ares mengusap-usap kepala Rere penuh kelembutan, dada bidangnya merasakan hembusan napas hangat Rere. Tidak lama menunggu, Rere terlelap. Posisi yang begitu nyaman hingga membuatnya mengantuk, apalagi usapan lembut Ares pada kepalanya semakin membuatnya ingin memejamkan mata.

💐

Tidak lagi mengundur keberangkatan ke Zürich, karena Rere meminta Ares untuk pulang ke rumah. Entah kenapa ia ingin segera kembali ke tanah air. Lalu rebahan di kasur tercintanya. Yang terpenting adalah, Rere sangat merindukan masakan Indonesia. "Kak ....." Panggil Rere pada Ares. Saat ini, mereka sudah berada di dalam pesawat yang akan membawa mereka pulang ke Indonesia.

Ares yang sedang fokus pada tab-nya mengalihkan pandangan, menatap ke arah Rere. "Kenapa, Re?"

"Begitu sampai bandara, bisakah kita ke Jogja?" tanya Rere menatap Ares dengan binar matanya, memohon.

"Tiba-tiba sekali?"

"Entah kenapa, aku ingin sekali makan gudeg. Langsung di tempat asalnya," ujar Rere mengutarakan keinginannya. "Tapi jika kak Ares tidak bisa, tidak masalah. Lain kali saja." Lanjutnya tersenyum lebar.

"Kupikirkan terlebih dulu," ujar Ares akhirnya membuat Rere mengangguk. Lalu kembali menyandarkan tubuhnya dan menghadap ke depan.

"Mmm ... kak?"

"Ya, Re?"

"Apakah kak Ares memiliki coklat?"

Tanpa banyak bicara, Ares membuka dompetnya yang berukuran sedang. Sejak mereka di Swiss, Ares menjadi tau jika Rere sangat menyukai coklat. Selain itu, hal-hal kecil yang Rere sukai juga membuat Ares menjadi semakin tau tentang wanita itu. "Makanlah," ujar Ares memberikan sebungkus kantong berisikan banyak coklat.

"Astaga, kenapa kak Ares menyimpan coklat begitu banyak di dompet."

"Hanya berjaga-jaga, jika tiba-tiba saat dalam perjalanan kamu meminta coklat." Ares menjelaskan dengan ringan, tanpa diketahui jika sikapnya itu sudah membuat Rere terbawa perasaan begitu dalam.

Ares tidak menyadari, jika sikapnya yang memperhatikan hal-hal sekecil itu akan membuat Rere jatuh semakin dalam dengan sebuah luka secara bersamaan.

The Sunset Is Beautiful Isn't It? (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang