4. Pelukan Hangat

1.5K 142 2
                                    

“Bagaimana hubunganmu dengan Ares, Re?” tanya Serena, sahabat Rere sejak kecil. Selain itu, Serena juga sudah mengenal Ares sejak dulu, karena papanya merupakan rekan sekaligus sahabat papa pria itu.

“Ya, begitulah, Na. Sama seperti sebelum-sebelumnya, dengan dia yang masih bersama Raisa.”

“Kamu tidak berniat ingin merebutnya? Membuat Ares menjadi milikmu seutuhnya.” Entah sudah yang ke berapa kali sejak pernikahan Rere dan Ares, Serena selalu menanyakan hal yang sama. Selain Rere, Serena juga mengetahui hubungan gelap Ares dengan kekasih dari masa lalunya.

“Sebenarnya aku memiliki keinginan. Kamu juga sudah tau, aku menyukai kak Ares sejak dulu, Na.” Rere menghembuskan napasnya perlahan sebelum melanjutkan kalimatnya. “Tapi aku merasa, ikatan mereka semakin lama seperti sulit untuk dihancurkan. Hubungan mereka sudah sembilan tahun. Kita tau itu.”

“Membuat kak Ares mencintaiku, itu tentu tidak mudah. Bahkan terasa sangat mustahil menghancurkan hubungan mereka.” Lanjut Rere dengan suara lemahnya yang terdengar pesimis. Ah, bukannya pesimis, hanya saja Rere sadar diri di mana posisinya berada.

Serena melemaskan bahunya, mendengar suara Rere yang terdengar pesimis membuatnya ikut merasakan nyeri di dada. Apalagi bisa dibilang, usia pernikahan sahabatnya itu sudah bukan lagi sebulan atau dua bulan, tetapi 7 tahun. Bayangkan saja, hidup bersama seseorang yang kamu cintai. Namun kenyataannya, kamu tidak bisa memilikinya. Karena dia sudah memiliki seseorang yang juga sangat dicintai.

Seharusnya, meskipun hanya sebatas pernikahan di atas kertas, Ares harus bersikap sebagaimana dia menjadi seorang suami. Pria itu harusnya bertanggung jawab dalam segala hal dengan tidak menyakiti perasaan istrinya. Jika ingin berselingkuh diam-diamlah, setidaknya hargai perasaan Rere. Serena sangat menyayangkan sikap Ares yang semena-mena seperti itu. Menegur pun percuma, karena Rere akan mencegahnya terlebih dulu. “Padahal kamu lebih cantik dari Raisa. Aku heran apa yang dilihat Ares dari wanita tidak tau diri itu.”

“Tidak sepenuhnya salah Raisa, Na. Sebelum pernikahan dilaksanakan pun sebenarnya Raisa sudah ingin melepaskan, tapi kak Ares menahannya.”

“Tetap saja dia salah dalam hal ini, Re. Jika dia memang berniat ingin melepaskan, saat Ares menahannya untuk tidak pergi pun seharusnya dia bisa tegas dengan sikapnya,” ujar Serena dengan kesal. Jika membahas tentang hubungan Ares dan Raisa, sangat memancing emosinya. Apalagi kesabaran Serena ini setipis tisu dibagi menjadi tujuh. “Sebenarnya pun dari awal, dia memang tidak berniat melepaskan Ares. Dia itu wanita ular. Menjijikan.”

“Kamu sungguh-sungguh tidak memperbolehkanku untuk melabrak Raisa, Re?” tanya Serena. “Setidaknya dia harus diberi peringatan.”

Rere menggeleng tegas. “Tidak perlu, Na. Sungguh. Biarkan saja mereka.”

“Dasar bodoh,” ujar Serena merasa tidak habis pikir lagi dengan jalan pikiran sahabatnya itu. “Jika begitu nikmati saja rasa sakitmu.”

“Ya, aku sedang menikmatinya. Setidaknya untuk sekarang,” balas Rere dengan senyuman. “Lalu bagaimana hubunganmu dengan kak Daniel?”

Serena yang tadinya sedang fokus pada buket bunga di hadapannya, kini menghentikan aktivitas. Mendengar Rere menyebut nama pria itu, membuatnya kembali teringat kejadian beberapa hari yang lalu. “Hubungan kita sudah berakhir.”

Rere yang mendengar itu langsung membalikkan tubuh Serena agar menghadap ke arahnya. “Apa yang barusan kamu katakan? Aku tidak salah dengar, kan?”

Serena menggeleng. “Kamu tidak salah dengar, hubungan kita sudah berakhir sejak beberapa hari yang lalu,” ujarnya mengulang.

“Tidak mungkin.”

“Kenapa tidak mungkin?” tanya Serena menaikkan alisnya.

“Hubungan kalian sudah terjalin selama lima tahun dan baik-baik saja, bahkan kak Daniel sangat bucin denganmu,” ujar Rere. “Jadi, sangat tidak mungkin rasanya hubungan kalian berakhir begitu saja.”

The Sunset Is Beautiful Isn't It? (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang