20. Mysterious Chocolate

2.7K 147 0
                                    

Seorang wanita sedang menikmati rokoknya, sembari duduk di salah satu bangku yang ada di taman. Ia sedang menunggu seseorang.

"Excuse me. Kau Nyonya Admaja?" tanya seorang gadis kecil dengan rambut pirangnya.

Wanita itu tersenyum, mengangguk. Ia melepas kaca matanya. "Kau Josephine?"

"Ya, Nyonya."

"Bagaimana Josephine, sudah memberikannya?" tanya Nyonya Admaja itu pada gadis kecil di depannya.

Gadis kecil bernama Josephine itu mengangguk. Ia tersenyum lebar, lalu menodongkan kedua tangannya pada wanita dewasa di depannya. "Aku sudah melakukan sesuai apa yang kau perintahkan. Lalu mana upahnya, Nyonya?"

Wanita itu terkekeh, mengangguk. Tangannya merogoh tas untuk mengambil dompet, membukanya. Ia mengambil beberapa lembar uang berjumlah 350 Franc Swiss, lalu memberikannya pada Josephine. "Ini untukmu," ujarnya.

Josephine menerima, lalu tersenyum. "Thanks."

"Your welcome. Ah, jika aku membutuhkan bantuanmu lagi selama di sini. Di mana aku bisa menemuimu?"

"Datang saja di tempat ini. Setiap sore, aku selalu di sini dari jam lima."

Wanita itu mengangguk, menanggapi. "Oke, baiklah. Bye!"

"Bye!"

ᥫ᭡

Di atas meja sudah terhidang beberapa makanan tradisional khas Swiss. Dua di antaranya adalah Zücher geschnetzeltes dan Rösti. Zücher geschnetzeltes sendiri adalah salah satu hidangan favorit di Swiss saat musim dingin tiba. Makanan ini terbuat dari daging dan ginjal anak sapi serta roti yang ditumis dengan mentega selain itu ada jamur, bawang, dan anggur putih. Lalu Rösti, makanan ini seperti pancake, tetapi dibuat dari kentang yang digoreng atau dipanggang. Biasanya, rösti dapat dicampur dengan daging sapi, keju dan bawang merah saat proses pembuatannya dan hidangan ini juga dapat disajikan bersama telur, daging cincang, daun bawang, hingga salmon asap.

Rere berseru senang, wajahnya tampak bahagia dan tidak sabar ingin segera mencicipinya. Ares sendiri memanggil salah satu chef terkemuka di sini, secara pribadi untuk datang ke rumah yang mereka sewa selama berada di sini. "Selamat menikmati hidangannya, Tuan Ares dan Nyonya Rere." Chef bernama Russell itu tersenyum hangat, menghidangkan beberapa masakannya.

"Terima kasih, Tuan Russell. Zücher geschnetzeltes sangat enak, aku menyukainya!" Rere berseru senang, saat potongan daging itu masuk ke dalam mulutnya. Ia bahkan sampai memejamkan mata karena saking menikmati masakan Tuan Russell yang begitu lezat. Benar-benar tidak mengecewakan.

Russell tersipu, menganggukkan kepalanya. "Terima kasih, Nyonya. Aku senang kau menyukainya."

Setelah kepergian Russell, mereka diam, memilih untuk menikmati hidangan yang berada di atas meja. Hingga akhirnya, Ares membuka suara, memecahkan keheningan. "Ah, aku lupa memberitahukan padamu."

Rere mendongak, beralih menatap Ares untuk menunggu pria itu melanjutkan kalimatnya. "Besok aku tidak bisa menemanimu jalan-jalan. Karena Kafita dan pak Gio akan kemari untuk membahas beberapa hal. Tidak masalah, kan?"

"Ah, tidak apa, kak. Lagipula aku jadi memiliki waktu untuk tiduran selama seharian," balas Rere sembari terkekeh di akhir kalimatnya.

Ares mengangguk mengerti. "Tapi jika kamu ingin jalan-jalan, katakan saja padaku. Aku akan menyuruh sopir untuk mengantarkanmu dan menyuruh beberapa orang untuk menjagamu."

"Astaga, kak. Tidak perlu sampai menyuruh orang untuk menjagaku," ujar Rere. "Lagipula aku memutuskan untuk tidak akan jalan-jalan."

"Baiklah jika begitu."

"Mmm, kak."

"Ya, Re?"

"Tidak jadi." Rere menggelengkan kepalanya sembari tersenyum lebar.

"Katakan saja, Re," ujar Ares memaksa.

"Aku melihat di sosial media, jika ada festival dan pasar malam di Zurich. Aku ....." Belum sempat Rere melanjutkan kalimatnya, Ares sudah lebih dulu memotongnya.

Ares menganggukkan kepala. "Jika begitu, lusa langsung saja kita pindah ke Zurich. Aku akan mengurus semuanya."

"Kak, benarkah?" tanya Rere memastikan.

"Tentu. Apakah aku pernah mengingkari ucapanku?" Ares balik bertanya, membuat Rere menggelengkan kepala. "Jadi, percaya saja. Sekalian mencari suasana yang baru, Re."

"Terima kasih," ujar Rere yang selalu tidak lupa dengan salah satu kata wajib itu.

"Intinya, Re. Seperti yang selalu aku katakan, jika menginginkan sesuatu, langsung saja bilang padaku. Tidak perlu merasa tidak enak atau sebagainya."

"Ah, ada yang ingin aku ceritakan padamu, kak."

"Apa?"

"Kemarin, saat aku pergi jalan-jalan sendiri sekalian ke mini market terdekat untuk membeli camilan, ada anak kecil menghampiriku. Lalu dia memberiku ini," ujar Rere bercerita. Lalu ia menunjukkan sebuah bungkusan berwarna emas berbentuk bulat. Ares mengambil alih dari tangan Rere, memperhatikannya dengan seksama.

"Coklat?" tanya Ares membuat Rere mengangguk.

"Aku hanya tidak berani memakannya," ujar Rere kembali menjelaskan. "Karena aku merasa aneh saja, dia tiba-tiba menghampiriku lalu memberiku coklat itu. Setelahnya pergi begitu saja sambil tertawa lebar." Lanjutnya. "Mengingat tawanya saja entah kenapa membuatku merinding."

Ares mendengarkan penjelasan Rere dengan seksama. Memang sejak kejadian malam itu, lalu berlanjut di toko bunga, membuat Ares dan Rere selalu waspada. Ares bahkan berpikir, jika ada seseorang di balik ini semua yang memang ingin mencelakai Rere. Mungkin untuk kejadian di malam, saat mereka dari rumah sakit itu adalah kecelakaan tanpa disengaja, karena memang mereka adalah orang-orang brandal yang tinggal di wilayah setempat. Tapi untuk kejadian di toko bunga? Ares merasa janggal dan masih menyelidikinya.

"Bagus, terima kasih sudah mengatakannya padaku. Aku akan selidiki tentang ini," ujar Ares membuat Rere tersenyum, mengangguk.

"Terima kasih, kak."

"Sama-sama, Re," balas Ares. "Lalu apakah kamu sempat bertanya siapa namanya?"

Rere menggelengkan kepala dengan wajah polosnya. "Tidak, kak. Saat aku akan bertanya, dia sudah terlebih dulu pergi."

"Ah, begitu. Bagaimana ciri-cirinya?"

Rere diam sejenak, mengingat-ingat. Ia lalu beranjak dari duduknya, berdiri. "Tingga segini," ujarnya sembari menggerakkan tangannya mengira-ngira. "Dia perempuan, rambutnya pirang dan lurus sebahu. Mungkin umurnya sekitar tujuh atau delapan tahun, kak." Lanjutnya, setelah itu kembali duduk.

"Ah, iya. Dia memakai kalung dengan liontin huruf J. Mungkinkah itu inisial namanya?"

"Bisa jadi, Re," ujar Ares. "Semoga informasimu membantu. Nanti aku akan meminta tolong dan mencoba bernegosiasi dengan pihak mini market."

"Semoga saja anak kecil itu memang ingin memberiku coklat dan tidak memiliki maksud apa pun," ujar Rere tersenyum. Karena sejak hari di mana ia mengalami hal buruk, itu membuat Rere trauma dan juga selalu was-was dengan orang-orang terlebih yang tidak dikenal. Meskipun rasanya, tidak mungkin ada orang yang berniat jahat padanya di negeri orang. Hanya saja, ia tetap harus bersikap waspada, kan?

"Kuharap begitu, Re. Karena kita sedang berada di tempat orang, tidak ada yang mengenal kita. Jika ada orang yang ingin berniat jahat, siapa dia sampai-sampai seniat itu mencari tau tentang keberadaan kita," ujar Ares menanggapi. Pria itu pun sama halnya berpikir seperti yang Rere juga pikirkan. "Entah memang baik atau sebaliknya. Tidak ada salahnya kita menyelidikinya."

"Iya, benar, kak. Niat seseorang, kita benar-benar tidak bisa menebaknya."














26 November 2023

The Sunset Is Beautiful Isn't It? (On Going)Where stories live. Discover now