16. Penyesalan

159 14 9
                                    

Ares terbangun dari tidurnya, merasakan sedikit pening di kepala. Ia meraih ponselnya yang berada di atas meja. Ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, saat melihat banyak notif panggilan tidak terjawab dari Rere. Lalu 1 pesan dari gadis itu.

Rere: Kak Ares, bisakah kamu ke toko bunga sekarang?

Pesan itu ditujukan padanya pukul 22.00, itu di saat dirinya sudah tidur. Tapi yang menjadi pertanyaannya, apakah Rere masih di toko bunga selarut itu? Lalu, di mana Pras dan juga bodyguard yang ia pekerjakan. Tanpa banyak bicara, Ares langsung saja turun dari kasur. Ia melirik ke arah Raisa yang masih terlelap. Nanti ia akan mengabari kekasihnya itu melalui pesan singkat saja. Yang terpenting sekarang adalah mengecek toko bunga.

Ares melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Untung saja, keadaan jalan masih sangat sepi karena pagi baru menunjukkan pukul 04.30. Hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk sampai. Saat sudah turun dari mobil, Ares tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat pintu toko bunga milik Rere hancur, serpihan kaca berserakan. Tanpa banyak bicara, Ares langsung saja masuk ke dalam toko untuk memastikan apakah ada Rere atau tidak. Tidak lupa, ia menyalakan lampu. Ares semakin marah saat melihat keadaan di dalam toko kacau. Lalu pandangan matanya melihat sosok Rere yang tergeletak di atas lantai dengan mata terpejam.

Sejenak, Ares terdiam melihat keadaan Rere. Hatinya terasa nyeri saat melihat kedua pipi Rere yang memar, sudut bibirnya yang sobek. Keadaan Rere benar-benar berantakan, apalagi saat melihat tanda merah di leher gadis itu membuat Ares semakin merutuki dirinya. Ia memeluk tubuh Rere yang berada di gendongannya dengan erat. Ares sangat menyesal. Semua tentang andai, memenuhi pikirannya. Ia benar-benar tidak akan mengampuni orang-orang biadab yang telah mencelakai Rere.

Saat ini, Rere sedang menjalani perawatan. Gadis itu juga belum sadar dan Ares masih setia menemani. Berharap, Rere segera membuka matanya. “Re, kumohon bangunlah,” gumamnya. Beberapa kali juga Ares memberi kecupan di tangan Rere.

Ares meletakkan kepalanya pada lengan Rere, memeluknya. Kedua orang tuanya juga sedang perjalanan pulang ke Indonesia, begitu mendengar kabar jika menantu kesayangannya ini mengalami perampokan dan membuatnya sampai tidak sadarkan diri. “K-kak Ares .....” Suara Rere terdengar lirih, menyapa pendengaran Ares.

Tentu saja mendengar hal itu membuat Ares langsung bangun dari posisinya, lalu menatap Rere yang sudah siuman. Wajahnya terlihat lemas dan pucat. “Maafkan aku, karena terlambat menolongmu,” ujar Ares pelan. Tangannya terangkat untuk mengusap pipi Rere dengan lembut. “Pasti ini sakit sekali.”

Rere bahkan merasa terkejut saat melihat Ares yang menangis. Pria itu terlihat sangat menyesal. Dengan cepat, Rere langsung mengusap pipi Ares yang basah. “Tidak perlu meminta maaf, kak. Jangan menangis,” ujar Rere menenangkan. “Aku tidak apa-apa.”

“Tidak, Re. Jika saja aku membaca pesanmu lebih awal. Maka, semua ini—” Rere meletakkan jari telunjuknya ke bibir Ares, membuat pria itu sontak tidak melanjutkan kalimatnya.

“Ssst, kak. Sungguh, aku tidak apa.”

Bahkan di saat seperti ini, Rere masih saja bisa bersikap tegar. Seolah tidak terjadi apa-apa padanya. Tentu dengan adanya sikap Rere yang seperti itu membuat Ares semakin merutuki dan menyalahkan dirinya. “Re, bahkan jika ingin menangis pun. Menangislah,” ujar Ares mengusap-usap tangan Rere. “Kamu tidak perlu memendam semuanya. Aku tau itu sangat sakit. Jadi, kumohon jangan ditahan.”

Setelah mendengar kalimat Ares yang entah kenapa terasa sangat tulus di telinga Rere. Detik itu juga membuatnya tidak bisa lagi menahan air matanya yang sejak tadi mendesak ingin keluar. Rere menangis, tubuhnya bergetar hebat. Ares dengan sigap langsung beringsut mendekat ke arah Rere dan memeluk tubuh rapuh itu. Membiarkan Rere menangis, sampai gadis itu merasa lelah dan lega. “Kakkk .....” Suara Rere yang melirih membuat Ares menjawab dengan gumaman.

The Sunset Is Beautiful Isn't It? (On Going)Where stories live. Discover now