14. Her Smile

118 17 2
                                    

Kedatangan Raisa di malam hari, benar-benar definisi tamu tidak tau diri. Sudah datang tanpa diundang, lalu tidak segera pulang padahal malam sudah menunjukkan pukul 22.00. Selama Raisa masih duduk dengan tenang di samping Ares di ruang bersantai, di situ pula Rere ikut bergabung. Sebenarnya, bisa saja Rere pergi dan membiarkan mereka berdua bertingkah seenaknya. Tapi entah kenapa, untuk saat ini Rere enggan pergi meninggalkan Ares. Selagi suaminya itu tidak mengusirnya dan merasa tidak keberatan maka, Rere akan tetap di tempatnya. Bahkan sejak tadi, Raisa sudah memberi kode pada Ares dengan maksud untuk membuatnya pergi, tapi Ares juga tidak kunjung melakukannya. Maka, diamnya Ares akan Rere anggap sebagai rasa tidak setujunya dengan perintah Raisa.

"Sudah pukul sepuluh, tidak ingin pulang?" tanya Ares. "Aku besok harus berangkat lebih pagi karena ada rapat."

Raisa terlihat cemberut, merasa tidak setuju dengan kalimat Ares. "Kamu mengusirku?"

"Aku tidak mengusirmu, aku hanya mengingatkanmu saja, sayang."

Melihat Ares masih bisa bersikap manis dan sabar di hadapan kekasih gelapnya itu membuat Rere bergidik ngeri. "Bolehkah aku menginap di sini? Sudah terlalu malam untukku pulang."

Belum sempat Ares membuka suara, Rere sudah terlebih dulu menjawab. "Tidak boleh."

"Aku tidak bertanya denganmu," ujar Raisa dengan kesal.

"Tidak bisa, sayang. Aku hanya takut jika besok pagi tiba-tiba saja Mama kemari untuk melihatku dan Rere."

Selama mereka menjalin hubungan, setelah Ares dan Rere menikah memang Raisa tidak pernah menginap di sini lagi. Lalu, bagaimana bisa tiba-tiba saja malam ini setelah beberapa tahun dengan tidak tau malunya bertanya seperti itu. "Aku akan meminta Pras mengantarmu." Lanjutnya.

Dengan berat hati, tentu saja Raisa menuruti perkataan Ares, tapi dengan beberapa syarat yang diajukan. Benar-benar wanita tidak tau malu. "Baiklah aku akan pergi. Tapi, besok aku ingin pergi jalan-jalan."

"Atau jika besok tidak bisa, akhir pekan kita ke Bali. Bagaimana?"

"Oke," balas Ares dengan singkat. Memang ingin segera menyudahi semua ini, karena sudah merasa mengantuk dan cepat-cepat ingin tidur.

"Oke, love you!" ujar Raisa, lalu memberikan kecupan singkat pada sudut bibir Ares sebelum pergi.

Sebelum mengantar Raisa keluar, Ares memberi kode pada Rere untuk tidak pergi ke kamar terlebih dulu. Tidak berselang lama, Ares datang, lalu menghampiri Rere. "Apakah sudah mengantuk?" tanyanya.

"Tidak terlalu. Kenapa, kak?"

"Aku ingin ....." Belum Ares melanjutkan kalimatnya, Rere seakan sudah paham dengan maksudnya.

"Di kamar siapa?"

"Kamarmu saja," balas Ares. Lalu tanpa aba-aba, Ares menggendong Rere, membuat gadis itu dengan cepat memeluk leher Ares dan menggantungkan kakinya pada pinggul suaminya itu.

Ares menjatuhkan tubuh Rere ke atas kasur dengan perlahan. Ia membungkukkan tubuhnya, memberi kecupan-kecupan hangat pada kaki Rere lalu perlahan naik sampai ke paha. Tangannya menyingkap dress Rere, lalu menelusup ke area paling sensitif. Sedangkan Rere, ia memejamkan mata. Buliran-buliran keringat dingin mulai muncul di pelipis Rere, sampai akhirnya di mana Ares akan melancarkan aksinya, gadis itu berteriak. "Stop!" seruan Rere membuat Ares terkejut.

Pria itu dengan cepat menghentikan aktivitasnya dan melihat ke arah Rere yang ternyata tubuhnya bergetar. Buliran-buliran keringat mulai muncul. "Re, are you okay?" tanya Ares langsung beringsut mendekat ke arah Rere. Gadis itu masih memejamkan matanya.

Ares berinisiatif memeluknya. Sepertinya kejadian waktu itu masih menghantui Rere. "It's okay, Re. Kamu aman bersamaku," ujarnya menenangkan.

"Pelan-pelan kita hapus semuanya ya."

Merasa Rere sudah tenang, gadis itu membuka matanya. Pandangan mata mereka saling bertautan satu sama lain dengan sangat lama. Sampai akhirnya, Ares mendekatkan wajahnya. Mengikis jarak di antara mereka. Awalnya, saat bibir Ares sudah menyentuh bibir Rere, gadis itu refleks menjauh. Namun, Ares menahannya. "Tenang, Re. Ini aku, Ares," ujarnya. "Kamu hanya perlu menatapku dan ingat aku. Jangan sampai pikiran-pikiran lain mengganggumu."

Rere mengikuti kalimat Ares. Perlahan saat mulai tenang dan rileks, Rere memejamkan matanya. Mulai membalas ciuman Ares yang penuh kelembutan. Hingga membuat mereka hanyut dalam aktivitas panas ini untuk beberapa saat.

***

Sejak tadi, Ares tidak berhenti memandangi Rere yang terus saja tersenyum. Entah kenapa, memandanginya menjadi hal kesukaannya akhir-akhir ini. Senyuman Rere yang tidak pernah membosankan dan yang melihatnya pun akan ikut merasa bahagia. Ya, senyumnya membawa kebahagiaan. "Kak Ares sudah lama di sini?" tanya Rere saat ia berbalik dan menyadari jika Ares sudah berdiri tidak jauh dari jaraknya.

Ares menegakkan tubuhnya, lalu berjalan menghampiri Rere. "Tidak, mungkin dua puluh menit yang lalu?"

"Astaga! Kenapa tidak memanggilku, ada perlu?" tanya Rere.

"Tidak apa, Re. Aku memang hanya ingin ke sini saja, melihat aktivitas apa yang sedang gadis kecil ini lakukan setelah rumah kacanya jadi."

Rere tertawa pelan mendengar kalimatnya. "Aku sangat senang sekali. Kamu tau, kak? Aku sudah mulai menyusun bunga-bunga, beberapa ada yang masih kutanam. Lalu tiba-tiba saja, beberapa ekor kupu-kupu muncul."

"Betapa lucu dan cantiknya itu." Lanjutnya bercerita dengan perasaan senangnya.

"Aku ikut bahagia jika kamu merasa senang dengan semuanya, Re."

Rere mengangguk, masih dengan senyumannya. "Terima kasih, kak. Mempunyai rumah kaca adalah impianku sejak kecil."

"Dulu, kakek berniat ingin membuatkannya untukku. Tapi, karena kesibukannya saat itu menjadi lupa," ujar Rere bercerita. "Lalu nenek sakit semakin membuat kakek sibuk dan aku tidak berani lagi untuk minta."

"Saat kakek ingat dan sudah merancang semua, besoknya meninggal."

Ares yang mendengar itu hanya mampu terdiam. Ia menarik Rere dan membawanya ke pelukan. Lalu mengusap-usap punggung gadis kecil itu menenangkannya. "Sekarang semua keinginanmu sudah tercapai, kan?"

"Atau ada yang belum tercapai?"

Memilikimu. Rere menjawab dalam hati. Namun, ia menggeleng memberi kode pada Ares. "Tidak ada, semuanya tercapai."

"Jika ada yang kamu inginkan pun, langsung katakan padaku, Re. Jangan merasa sungkan."

"Iya, kak."

Ares lalu melepaskan pelukannya, membuat mereka berhadapan. "Hari ini sepertinya aku akan pulang larut."

"Apakah ada pekerjaan?" tanya Rere. "Lembur?"

"Raisa sakit dan keluarganya sedang pergi beberapa hari. Jadi, aku akan menemaninya."

Mendengar nama Raisa, membuat Rere kembali sadar akan fakta bahwa Ares masih mencintai Raisa. Sempat saja ia terbawa suasana, bahkan sampai detik ini karena sikap Ares yang hangat. Berpikir jika, Ares mulai mencintainya, membalas perasaannya. Tapi sepertinya, semua itu hanya angan-angannya saja. Bagaimanapun sikap Ares terhadapnya, tidak akan mengubah perasaan pria itu dengan siapa yang dicintainya. Tentu saja dulu dan sampai detik ini, mungkin di masa yang akan datang, hanya Raisa yang Ares cintai.




















💐

Update terbaru di KaryaKarsa dan KBM App sudah sampai part 24 ya. Yang udah penasaran sama kelanjutan kisah Rere Ares, bisa langsung meluncur ke sana. Username: thxyousomatcha

Kalo sabar dan free, tunggu aja update-an di wattpad. Update setiap akhir pekan.

Gimana part ini?
Makin kesel kh sama sikap Raisa yang seenak jidat 🤣

ok, see u next part.

15 October 2023

The Sunset Is Beautiful Isn't It? (On Going)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें