15. Wanita Ular

112 18 6
                                    

Hari ini adalah jadwal Rere pergi ke toko bunga. Seperti biasa, orang-orang berdatangan ke toko. “Permisi,” ujar seorang pria di depan Rere.

Rere mengalihkan pandanganya, sedikit terkejut melihat pria di depannya itu karena merasa tidak asing dengan wajahnya. “Ya. Ada yang bisa kubantu?”

“Aku ingin membeli bunga, hanya saja aku tidak paham bunga apa yang cocok.”

“Bunganya ingin kamu berikan untuk siapa?”

“Kekasihku, dia sedang sakit dan aku berniat untuk menjenguknya.”

“Bagaimana dengan bunga krisan? Aku akan memadukannya dengan mawar merah.”

Pria itu mengangguk setuju. “Jika boleh tau, apa artinya dari bunga krisan?”

“Bunga krisan memiliki warna cerah yang melambangkan rasa empati dan juga harapan umur panjang,” ujar Rere. “Jadi, memberikannya bunga krisan adalah pilihan yang tepat karena memberikan harapan orang yang sedang sakit akan segera sembuh dan berumur panjang.”

“Lalu mawar, karena bunga itu melambangkan hal romantis.” Lanjut Rere menjelaskan.

Pria itu mengangguk mengerti, tersenyum lebar merasa puas. “Oke, aku setuju dengan bunga krisan dan mawar.”

“Tunggulah terlebih dulu, aku akan membuatkan buketnya untukmu.”

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Rere menyelesaikan pekerjaannya dengan tangannya yang sudah ahli membuat buket bunga itu. “Sudah selesai,” ujar Rere dengan puas.

“Berapa totalnya?”

“Tujuh puluh lima ribu.” Setelah melakukan transaksi dan pria itu pergi, Rere diam sejenak. Pria itu seperti yang dilihatnya beberapa pekan lalu, saat dia bersama dengan Raisa. Sepertinya memang orang yang sama, Rere yakin itu.

Lalu, jika pria itu membeli bunga untuk kekasihnya yang sedang sakit, bukankah itu berarti Raisa memang benar-benar kekasih pria itu? Ares juga mengatakan jika Raisa sedang sakit, pria itu juga selalu bolak-balik ke rumah Raisa untuk memastikan jika kekasihnya itu baik-baik saja. Rere menjadi semakin yakin dengan tebakannya. Bagaimana bisa, Raisa mengkhianati Ares? Pikirnya tidak menyangka.

Rere memijat pelipisnya, mendadak merasa pening. Daripada memikirkan hubungan Raisa dengan seorang pria lain yang pastinya bukan Ares, Rere memilih untuk membereskan pekerjaannya. Lagipula malam sudah menunjukkan pukul 20.00. Ia juga membawa mobil sendiri, tanpa ditemani Pras. Bodyguard yang dipekerjakan Ares untuk menjaganya juga ia paksa tidak menjaganya khusus hari ini saja. Tentu harus merahasiakannya dari Ares.

Saat sudah membereskan semuanya dan mematikan seluruh lampu di ruangan, Rere melangkahkan kakinya untuk keluar toko. Namun, baru saja ia akan menarik pintu, beberapa orang pria dengan penutup mukanya menerobos masuk. Salah satu di antaranya, menodongkan senjata berupa pisau di hadapan Rere.

Mendapat serangan dari orang-orang yang tidak dikenal, membuat Rere bergerak mundur karena takut. “S-siapa kalian?!”

“Habisi dia,” ujar pria yang tadi menodongkan senjata itu memberi perintah. 3 orang lainnya bergerak maju, menghampiri Rere.

Merasa sudah tidak aman, Rere langsung berlari menuju ruangannya di tengah minimnya pencahayaan. Namun, belum sempat sampai seorang pria berhasil meraih tangannya. Pia itu menarik tangannya dengan kasar, lalu menghempaskan tubuhnya ke lantai. Rere meringis, merasakan nyeri di tubuhnya saat menghantam lantai. “Kumohon, jangan lukai aku.” Rere menggeleng takut, tubuhnya bergetar hebat. Belum sempat sembuh dari luka beberapa pekan lalu, kini ia harus kembali merasakannya.

Ketiga pria itu berjongkok mengelilinginya, sehingga ia tidak bisa untuk kabur. Seorang pria yang tadi menyeretnya dengan kasar, mendekat ke arahnya. Pria itu lalu menampar pipinya dengan sangat keras sampai Rere merasa nyeri dan panas menjalar di wajahnya. Bahkan saking kerasnya, Rere merasa sudut bibirnya luka sampai mengeluarkan darah. Tidak berenti sampai di situ, pria tadi mencengkram pipinya dengan sangat kuat. “Akh, k-kumohon lepaskan. I-ini sangat s-sakit.” Rere sudah tidak bisa lagi menahan air matanya untuk tidak keluar.

The Sunset Is Beautiful Isn't It? (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang