22. He Makes Me Melt

73 10 0
                                    

"Hai, siapa namamu?" Seorang wanita dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya itu menyapa seorang gadis kecil yang sedang berjaga di tempat penjual permen kapas.

"Ya? Ada yang bisa kubantu?" tanya gadis kecil itu tanpa menjawab siapa namanya.

"Aku membutuhkan bantuanmu," ujar wanita itu. "Panggil saja aku Kirana."

"Oke, baiklah Nona Kirana. Apa yang perlu kubantu?"

"Perkenalkan terlebih dulu, siapa namamu, cantik?"

"Josephine."

"Ah, Josephine. Nama yang cantik," ujar wanita itu berbasa-basi.

"Thank you."

"Bisakah kau memberi coklat ini pada seseorang?" tanya wanita itu pada Josephine.

"Siapa?"

"Temanku, kau bisa menemuinya di mini market dekat taman. Yang ada di seberang sana," ujarnya menjelaskan sembari menunjuk salah satu mini market yang dimaksud.

"Kenapa tidak memberikannya sendiri, kau bilang dia adalah temanmu?"

Wanita itu tersenyum ramah. "Dia belum mengetahui jika aku sudah di sini. Aku hanya ingin memberinya kejutan kecil padanya."

"Tapi nanti saat memberikan coklat ini, jangan mengatakan apa pun. Kau langsung saja memberikannya, setelah itu segera pergi," ujar wanita itu. "Jika dia memanggilmu atau bertanya apa pun padamu, abaikan saja."

"Lalu, bagaimana dengan wajahnya?"

"Ah, sebentar." Wanita itu mengambil ponsel di saku jaket berbulu yang dipakainya. Lalu menunjukkan foto yang ia ambil beberapa waktu lalu. "Ini orangnya. Cantik, bukan?"

"Lihat wajahnya dengan seksama. Kupikir dia mudah dikenali."

"Oke," ujar Josephine seadanya. Sebenarnya, ia juga menaruh sedikit rasa curiga dengan wanita di depannya.

"Ah, tenang saja. Tetap ada fee untukmu," ujar wanita itu saat melihat keterdiaman gadis cilik di depannya. "Dan nanti setelah selesai, kau bisa langsung kamari untuk menemui seseorang yang akan langsung memberimu fee."

"Oke. Siapa namanya dan bagaimana ciri-cirinya?"

"Panggil saja Nyonya Admaja dan ini wajahnya," ujar wanita itu sembari memperlihatkan sebuah foto wanita yang dimaksudkan.

Josephine mengangguk mengerti. Setelah perbincangan singkat ini, Josephine langsung pergi. Tidak lupa dengan sebuah foto berukuran kecil yang memperlihatkan wajah wanita yang dimaksudkan. Sekitar 5 menit sejak ia meninggalkan taman, tidak jauh dari jaraknya berdiri seorang wanita yang menjadi target itu muncul. Saat Josephine akan menghampiri, langkahnya terhenti saat adegan tidak terduga terjadi. Beberapa anak kecil datang dengan membawa di antaranya membawa cup minuman coklat panas, mereka berlarian hingga tidak memperhatikan sekitaran dan membuat salah satu di antaranya tidak sengaja menabrak wanita dewasa itu.

Josephine mengamati dengan seksama, wanita dewasa itu bahkan tidak marah atau kesal. Wajahnya memperlihatkan senyum ramah, padahal jika diliat dari wajahnya dia bukan berasal dari sini dan sepertinya adalah warga asing yang mungkin sedang berlibur. Anak kecil yang menabrak wanita dewasa itu menangis, beberapa di antaranya terdiam dengan rasa bersalah. Wanita dewasa itu berjongkok, terlihat sedang menenangkan anak kecil yang tidak sengaja menabrak hingga membuat minuman coklat itu mengotori pakaiannya dan menjelaskan kepada yang lain jika dia merasa baik-baik saja.

Lalu tidak berselang lama, wanita dewasa itu berjalan dengan beberapa anak kecil itu menuju kedai es krim yang ada di samping mini market. Josephine menunggu sampai mereka keluar dan wanita dewasa itu masuk ke dalam mini market. Saat ia hendak masuk ke mini market untuk menyusul wanita dewasa itu, Josephine memperhatikan dengan seksama coklat yang ia bawa. Tanpa banyak bicara, ia memakan coklat yang diberikan oleh seorang wanita yang menyuruhnya tadi. Untung saja, ia memiliki coklat cadangan yang memang selalu ia bawa beberapa di saku celananya. Karena memang Josephine sangat suka dengan coklat. Setidaknya dalam satu hari, ia harus memakan 5 bungkus coklat berukuran kecil.

Lagipula, Nyonya Admaja—wanita yang menyuruhnya tadi sangat mencurigakan. Josephine hanya takut jika coklat dari dia akan melukai wanita dewasa yang baik itu.

Setelah memberikan coklatnya, Josephine langsung lari pergi meskipun wanita itu memanggilnya dan kembali ke taman untuk menemui seseorang yang akan memberinya fee. Tentu saja Josephine akan tetap meminta upahnya, meskipun ia tidak benar-benar memberikan coklat itu. Saat sudah sampai di taman, Josephine langsung ke tempat pertama di mana ia bertemu dengan wanita bernama Kirana. Lalu tidak jauh dari tempatnya seorang wanita dengan ciri-ciri yang dimaksud dan wajahnya yang terlihat sama itu duduk di sebuah bangku taman sembari menikmati rokoknya, seperti sedang menunggu seseorang.

"Excuse me. Kau Nyonya Admaja?" tanya seorang gadis kecil dengan rambut pirangnya.

Wanita itu tersenyum, mengangguk. Ia melepas kaca matanya. "Kau Josephine?"

"Ya, Nyonya."

"Bagaimana Josephine, sudah memberikannya?" tanya Nyonya Admaja itu to the point pada Josephine.

Josephine itu mengangguk. Ia tersenyum lebar, lalu menodongkan kedua tangannya pada wanita dewasa di depannya. "Aku sudah melakukan sesuai apa yang kau perintahkan. Lalu mana upahnya, Nyonya?"

Wanita itu terkekeh, mengangguk. Tangannya merogoh tas untuk mengambil dompet, membukanya. Ia mengambil beberapa lembar uang berjumlah 350 Franc Swiss, lalu memberikannya pada Josephine. "Ini untukmu," ujarnya.

Josephine menerima, lalu tersenyum. "Thanks."

"Your welcome. Ah, jika aku membutuhkan bantuanmu lagi selama di sini. Di mana aku bisa menemuimu?"

"Datang saja di tempat ini. Setiap sore, aku selalu di sini dari jam lima."

Wanita itu mengangguk, menanggapi. "Oke, baiklah. Bye!"

"Bye!"

Dan setelah pertemuan singkat itu, malamnya saat Josephine sudah berada di rumah. Ia merasakan perutnya seperti melilit dan terasa sangat sakit. Ia bahkan memuntahkan makanannya. Orang tuanya yang panik, langsung saja membawa Josephine ke rumah sakit. Menurut dokter, Josephine mengalami keracunan. Untung saja langsung dibawa ke rumah sakit dan Josephine menebak, itu pasti berhubungan dengan coklat yang diberikan wanita yang menemuinya tadi siang.

ᥫ᭡

"Bagaimana dengan gadis kecil yang memberiku coklat, kak? Sudah menemuinya?" tanya Rere begitu Ares dan pak Gio datang.

Ares tersenyum, mengangguk. "Ternyata dia memang benar-benar ingin memberimu coklat itu, Re. Karena melihatmu bersikap baik dengan beberapa anak kecil yang tidak sengaja menabrakmu, hingga membuat pakaianmu kotor."

"Oh, astaga. Benarkah, kak?" tanya Rere dengan nada merasa bersalahnya.

"Benar, nak. Paman juga melihatnya, dia gadis kecil seperti pada umumnya. Tidak terlihat mencurigakan juga," sambung pak Gio menjelaskan.

"Aku berdosa sekali karena sudah berpikir yang tidak-tidak tentangnya," ujar Rere sedih. "Bisakah aku menemuinya, kak?"

"Tentu. Nanti kita akan menemuinya."

"Lalu di mana coklatnya, kak? Aku akan memakannya."

Ares meringis saat Rere menagih coklatnya. "Re, maafkan aku."

"Karena aku juga ingin memastikan apakah itu benar-benar coklat biasa atau tidak, semalam aku sudah memakannya." Lanjut Ares menjelaskan. "Sembari menunggu apakah akan bereaksi seperti sesuatu hal yang kita takutkan atau tidak. Ternyata sampai sekarang aku masih baik-baik saja."

"Itu berarti Josephine memang tidak berbohong. Apa yang dikatakannya adalah kebenarannya."

Bukannya marah, Rere malah tersentuh dengan sikap Ares yang secara tidak langsung mampu memporak-porandakan hati dan perasaannya. Ah, lagipula siapa yang tidak akan merasa salah tingkah dan meleleh dengan sikap manis Ares seperti ini? Rere yakin, semua wanita akan merasakan hal yang sama seperti yang ia rasakan saat ini.

Rasa ingin memiliki Ares seutuhnya dan mengurung pria itu di kamar, hingga tidak ada yang boleh melihatnya semakin meningkat. Rere benar-benar dibuat semakin jatuh hati dengan sikap Ares setiap harinya.

The Sunset Is Beautiful Isn't It? (On Going)Where stories live. Discover now