Bagai Kucing & Anjing (2)

2 0 0
                                    

"Eh, Kak, Ima beruntung ya punya pacar kayak kakak, udah pinter, multi talent, jago masak juga! Paket komplit!" pujinya.

Senyumku menyungging. "Kalo komplit kakak pasti nggak pacarin dia!" tuturku sambil terus memotong wortel panjang-panjang.

"Loh? Kok gitu?" reaksi Iqa bingung mendengarnya.

"Kalo komplit udah lama kakak nikahin dia," ucapku spontan.

Entah mendengar itu Iqa langsung terdiam dan tidak bertanya lagi. Ia sibuk memotong sayur-sayuran hingga tanpa sengaja pisau itu menyayat jemarinya sendiri. Iqa meringis perih. Melihat itu aku langsung mendekatinya dan mengambil garam untuk menghentikan darahnya.

"Jangan, Kak! Perih banget." Iqa tahu, meski garam ada cara efektif untuk menyerap darah dan mencegah infeksi. Benda itu juga mudah di dapatkan apalagi di dapur. Namun, memang tak bisa dipungkiri rasanya bakal jauh lebih perih.

Iqa pun membasuh jarinya dengan air yang mengalir di wastafel. Sementara itu aku mencari gelas kaca di rak dan laci-laci. Setelah kutemukan, aku pun menghampirinya. "Nih tempelin," ucapku sambil menarik tangan kiri Iqa yang luka, dan menempelkan gelas itu pada jari telunjuknya yang luka.

"Buat apa, Kak?" tanyanya.

"Kakak pernah baca kalau gelas kaca memiliki permukaan bermuatan elektro-negatif jadi bisa menghentikan pendarahan," tuturku. Ternyata membaca itu tidak benar-benar membuang waktu. Kau pasti belajar sesuatu dari itu.

Saat melihat ekspresi Iqa sedikit gugup aku menoleh ke arah belakang. Tahu-tahu Ima sudah ada di belakangku. Gadis itu hanya diam saja di ambang ruang.

"Ta-tanganku nggak sengaja ke-kena pisau, Ka-kak Ulah—" Iqa sedikit terbata-bata.

"Aku ambilin plester luka di kamar, tunggu," timpalnya, langsung berlarian ke dalam kamar.

"Bi-biar aku aja, Kak."

Kubiarkan Iqa memegang gelas itu sendiri sesuai permintaanya, sementara aku lanjut mencuci bersih daging di wastafel sebelum nanti dibumbui. Ima pun datang membawa perekat itu dan memasangkannya ke jemari Iqa, meski tanpa berbicara apa-apa.

***

Makan malam itu sudah siap disajikan. Aku membentangkan taplak di meja makan. Iqa dan Ima memindahkan satu per satu masakan itu ke atas meja makan, dan menyusunnya. Iqa membawakan dua gelas air putih untuk aku dan Jan. Lalu kami berempat duduk di setiap sisi meja kayu berbentuk persegi. Aku tahan tangan Jan saat hendak mencoba melahap nasi.

"Doa dulu," ujarku. Dengan raut kecewa dan bersalah Jan meletakkan kembali sendoknya ke atas piring, lalu beralih meraih gelas dan meminumnya. Baru masuk ke dalam mulut, belum sempat tertelan Jan langsung berlari ke dapur.

Aku dan Ima terheran-heran, sementara Iqa tampaknya tak bisa menahan tawa. Jan pun kembali dengan wajah kecutnya.

"Iqa, lu sengaja taro garem di minum gue ya." Jan menuding gadis berjilbab yang sedang tertawa.

"Udah tau kan rasanya nahan kebelet, HAHA!"

Jan menarik kursi, lalu duduk. "Ternyata lu dendeman ya orangnya."

"Bodo!"

"Kalian berdua ini ntar kek novel-novel klise, benci jadi cinta, haha," timpalku nimbrung di tengah-tengah pertikaian mereka. Kedua makhluk bagai anjing dan kucing itu seketika merasa ingin muntah mendengar ucapanku.

"Najis!" ketus Iqa.

Jan menggebrak meja. "Eh, gue juga nggak selera kali sama cewek kek elu!"

Iqa hanya bersikap bodo amat. Aku pun mencoba melerai mereka sebelum meja makan ini jungkir balik. Spontan saja aku langsung berpura-pura mewawancarai Jan. "Saudara Jan bukannya lu punya cewek? Masa lu nggak bisa ngalah sih sama cewek?"

Jan mendengus sombong. "Ngalah sama cewek? Gue? Kagak mungkin!"

Aku sedikit memutar tubuhku ke arah kanan menghadap Jan dengan siku kiri bertumpu di atas meja. "Kalau semisal cewek lu marah gimana reaksi lu?" tanyaku sembari menggosok sedikit bulu-bulu yang mulai tumbuh di bawah daguku.

"Cewek gue sekalinya emosi suka banting hape, kemarin dia bantingin iPhone 11 gue sampe rusak lagi, terus gue langsung ganti baru deh," jawabnya seperti menganggap hp itu hal sepele.

"Terus yang baru gimana?"

"Yang baru masih bagus, nggak suka banting hape!" pungkas Jan lalu melahap makannya tanpa doa.

>>> Berlanjut ...

>>> Berlanjut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pisah untuk MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang