Chapter 3

1 0 0
                                    

"kenapa dek?"

"ha...hahaha engga kak"

Mulut helmi terasa masam. Dengan Keadaan dada terasa gatal, Helmi membuang muka dengan melihat kenjedela luar.

"ohiya ini dek kenalin temen kerja kaka yang baru Namanya Yuna"

"halo salam kenal ya"

"ahiya halo"

Masih sama melihat keluar jendela sembari berbicara, Helmi mencoba menyembunyikan wajahnya.

Meskipun Helmi merasa itu percuma.

"dek... yang sopan"

Karena terasa sikap dingin terlihat yang acuh tak acuh, Kaka
helmi menegur helmi dengan sinis.

"Gapapa kok kak santai aja"

Wanita itu menanggapi sembari tersenyum melihat kakak helmi.

"maaf kak... maaf juga mba"

Helmi tidak bisa berbuat hal yang memalukan bagi kakanya, ia merasa tidak ingin kalau sikap ditempat kerja diketahui...

"ha... gabiasa nya kamu kayak gitu..., Maap ya Yun"

"hahaha...kan saya juga bilang gapapa kak"

("Sepertinya bakalan aman...")

Melihat ucapan dari Yuna teman kerja Rian, Helmi bisa sedikit merasakan hal yang ada ditempat kerjanya gabakal dicomel olehnya.

Mobil melancar maju setelah pembicaraan tadi berakhir, meninggalkan sedikit keheningan didalam mobil.

Seakan waktu telah berhenti Helmi melihat kejendela luar, laju mobil saling berlawanan dengan jumlah yang banyak seperti bising akan sebuah kehidupan.

Lamunan Helmi mendalam dengan memandanginya.,Sehingga saat ia tehenyung dengan keadaan itu, Yuna tiba tiba berbicara.

"Kak Tentang masalah insvestigasi itu apa ketemu sesuatu.."

"nanti saja ditempat kerja Yun..., ohiya terimakasih ya udah mau nganterin saya dan adik saya"

"santai aja kak, heheheh"

Helmi memperhatikan kedekatan mereka dari kursi belakang, dan tanpa sadar ia membuat senyum dalam wajahnya.

Terlupakan beban dalam benaknya.

"kenapa kamu senyum senyum gitu"

Kakaknya menyadari tentunya senyuman Helmi itu.

"Senyum siapa yang senyum"

"Ha..."

Kakak helmi Menghela kan napas panjang, melihat kelakuan adiknya.

Helmi sendiri tidak mempedulikan Helaan napas nya dan ia kembali memandangi mobil mobil diluar yang berlalu lalang.

Memikirkan senyum tanpa ia sadari buat, Helmi merasa lega.

Rian Kakak Helmi seorang yang selalu serius dalam segala hal, dan keseriusan itu sangat terbawa dengan pekerjaannya, ia melihat bagaimana rasa beban selalu terpikul dipundak kakanya meskipun Kakaknya tidak pernah bercerita tentangnya.

Helmi kenal dengan teman sekerja kaka Sebelum adanya Yuna saat ini, namun ia tewas beberapa Tahun sebelumnya oleh sebuah incident dari kasus investigasi yang entah apa, Rian kaka helmi begitu
terpukul karena itu, walaupun tidak nampak oleh kebanyakan orang...

"Kak saya sampai disini aja..."

"nginep aja kamu hari ini"

"engga kak makasih, mbakk tolong stop"

Sempat mobil itu masih berjalan kedepan, namun setelah beberapa saat pada akhirnya mobil kini
menyamping kejalan untuk berhenti

"dek..."

Helmi melihat Kakaknya begitu pelan memanggil, ia sendiri tidak mempedulikan itu...Ia paham sendiri kakanya memiliki berbagai urusan untuk dilakukan..., menganggu ia saat ada teman kerja nya tidak mungkin ia lakukan,
terlebih saat melihat kaka tadi ceria.

"makasih mbak, makasih kak... "

Sesaat akan keluar dari mobil, Helmi mengingat sesuatu dan memasukan kembali kepalanya untuk berbicara kepada Kakanya...

"ohiya kak dikamar adek dilaci kedua lemari kalo mau dipake, pake aja"

"Ha!?, Kurang ajar...."

Helmi Tersenyuum manis setelahnya sambil berjalan lari tanpa bisa mendengar kakanya mengomel.

Kakanya pasti tau apa yang disebutkan Helmi, suara nya yang terkejut menunjukan hal itu.

("Persediaan kondom akan selalu ada....")

Lagipula itu sudah lama, tidak pernah ia pakai karena sekarang tempat tinggal Helmi berbeda... jadi pasti masih ada.

"kalian deket ya sebagai kakak adek, walaupun nampak sekilasMseperti enggak"

"ya..begiulah...dia emang selalu seperti itu tingkahnya..."

"By the way... tentang yang tadi-"

"Bukan apa apa!, udah fokus kejalan takutnya tabrakan"

Kacamata yang Rian pakai hampir terjatuh dengan ucapan spontan nya, yang setelahnya ia coba perbaiki sembari manyantaikan kalimatnya.

"aa..okey"

Yuna yang melihat itu pun hanya menganggukannya dan menjalankan kembali mobilnya, meskipun tadi ucapan Rian sendiri tidak menyambung dengan apa yang terjadi.

....

"Akhirnya bisa santai"

Duduk dalam sofa diruangan yang kecil menyatu dengan dapur disebelahnya, Helmi melihat buku diatas mejanya.

"Udah lama juga ga baca buku ini..."

Helmi mengambil buku itu dalam genggamannya dan membuka secara acak isi buku tersebut.

"Api air tanah dan angin elemen penting..."

Buku itu ditaro kembali dengan helaan napas panjang, dan bergumam setelahnya.

"Buku Seni berperang... kalau diinget buku pertama yang dikasih kakak..."

Helmi Tersenyum mengingat bagaimana buku itu diberikan.

Kaka dan helmi pernah bercita cita bersama untuk menjadi hunter kelas atas yang membebaskan dunia dari monster.

Sebuah cita cita kecil yang indah, namun sayang helmi sendiri tidak bisa berada disisi kakanya.

"ini buku seni berperang!, karena kita nantinya bakal jadi Hunter kelas atas, kamu harus jadi ahli strategi disamping Kaka dan dengan begitu kamu juga menjadi bagian dari Hunter kelas atas!"

Wajah kakak begitu cerah dan penuh senyuman tengiang dalam kepala Helmi...

Plak!

"Saatnya mandi dan tidur..."

Berdenyut merah membekas pada pipi Helmi, Ia berdiri dan
segera beranjak ke kamar mandi dengan diam tersenyum.

....

AmurokoWhere stories live. Discover now