Chapter 3

79 3 0
                                    

Ting. Ada notif. Siapa lagi kalau bukan Pak Jeffreyan.

"hari ini kita ketemu, nanti tempatnya saya shareloc"

"oke, Pak"

"masih panggil saya 'Pak' ?"

"ya terus harus manggil apaan?"

"sandiwara kita harus totalitas"

"iya-iya! Nanti saya pikirin dulu"

"jangan telat untuk hari ini"

"hmm"

-------

Sampai di tempat janjian, gue bingung. Ini pertama kalinya gue datang ke tempat makan yang kaya gini.

"permisi, ada yang bisa saya bantu? Reservasi atas nama siapa?" kata pelayan itu.

"atas nama Pak Jeffreyan Jung"

"mari saya antar"

Gue celingak-celinguk di ruangan itu sendirian. Ternyata Pak Jeff belum datang.

"cikhh! Katanya jangan telat, sendirinya malah telat!"

"udah ngomel nya?" tiba-tiba dia muncul di belakang gue.

"monyet!"

"saya?!"

"sorry, saya kalau kaget suka bilang 'monyet' "

"nggak ada yang bagusan dikit apa?" dia sambil sibuk ngeluarin dokumen dari tas nya.

"masih mending bukan bilang 'anj***' "

"saya nggak mau ya Istri saya ngomong kasar!"

"BELUM JADI ISTRI!"

"kamu isi dulu ini" dia menyodorkan dokumen itu.

"formulir? Biodata? Buat apa sih?"

"kita harus tahu satu sama lain"

"kan diobrolin bisa"

"nggak akan cukup waktunya, saya harus segera kenalin kamu ke orang tua saya"

"HAH? SECEPAT INI?"

"masa iya mau nikah nggak dikenalin dulu?"

"gimana kalau saya salah jawab dan bikin mereka curiga?"

"ya makanya saya suruh isi biodata"

"eh iya"

Kita berdua sibuk isi biodata sambil menunggu makanan yang di pesan.

"jangan ada yang dipalsuin!"

"sssttt, jangan bawel kenapa sih?"

"ini yang punya saya, jangan sampai hilang sebelum hafal!"

"hmm"

"saya mau kita ketemu orang tua kamu dulu sebelum ketemu orang tua saya"

"itu dia masalahnya! Ayah, Ibu dan Kakak saya nggak pernah liat saya punya pacar, apalagi kalau mereka tahu Pak Jeff lebih tua dari saya, mereka pasti mempertanyakan saya kenal darimana, terus gimana mereka percaya kalau saya mau nikah?"

"tenang, itu urusan saya, urusan kamu cuma yakinin keluarga saya"

"heem"

"minggu depan saya ke rumah kamu, minggu depannya lagi ke rumah saya, minggu depannya lagi kamu harus mulai persiapin dokumen buat daftar kuliah di Korea, bulan depan kita mulai urus pernikahan dan pindahan kita ke Korea"

"uhukk uhukkk" gue keselek.

"maaf kalau saya buru-buru banget kesannya"

"bukan buru-buru lagi itu namanya! Bisa-bisa saya dikira hamil duluan!"

"ide bagus!"

"NGGAK YA! WALAUPUN ITU PURA-PURA, TAPI SAYA BISA DIPECAT DARI KARTU KELUARGA!"

"kan kita mau bikin kartu keluarga baru"

"kok gue salting sih pas dia bilang keluarga baru" batin gue.

"emang harus banget diurusin dokumen-dokumen kaya gitu? Kontrak kita kan cuma tiga tahun"

"saya cuma pengin semuanya aman secara hukum, walaupun perjanjian ini cuma di antara kita, tapi pernikahan kita itu sah"

"sebenernya kita dosa nggak sih kaya gini? Apalagi kita bohongin keluarga kita"

"sebenernya saya juga nggak tega, tapi mau gimana lagi? Saya harus selamatin perusahaan itu"

"emang kenapa kalau sepupu Pak Jeff yang handle?"

"mereka semua udah nikah, dan otomatis yang bantu handle ya Suaminya, saya cuma nggak mau ada orang asing yang otak-atik perusahaan Kakek saya"

"tapi kan mereka udah jadi keluarga"

"saya tetep nggak bisa percaya sepenuhnya"

"ternyata gue salah kira kalau Pak Jeff cuma gila harta, tapi ternyata dia ngelakuin ini demi lindungin keluarga juga" batin gue.

"kenapa? Kamu terkesan sama saya? Jangan sampai kamu suka beneran sama saya, bahaya"

"enak aja! Nggak akan terjadi!"

"kamu nggak lupa kan nanti status kita apa?"

"ingat ya Pak Jeff, itu cuma status! Lagian nanti di Korea, saya bakal sekalian cari jodoh yang beneran!"

"tolong biasakan jangan panggil saya 'Pak' "

"ya terus ada ide lain? Saya harus panggil 'Om' gitu?"

"nggak usah lebay! Kita cuma beda 4 tahun!"

"ya udah iya! Kak Jeff-ku yang terhormat, puas?!"

Cukup terlihat jelas dari ekspresi wajahnya kalau dia suka sama panggilan itu.

-------

Seperti biasa, setiap pulang ke rumah pasti gue kepikiran soal perjanjian ini.

"gue dosa nggak sih bohongin mereka?" kata-kata itu selalu muncul setiap gue lagi ngelamun.

"duarrr"

"ishhh, Kak!" iya, dia Kakak perempuan gue. Dia udah menikah dua tahun yang lalu, tapi dia belum punya anak. Sekarang dia umur 30 tahun. Jarak umur kita lumayan jauh. Karena dulu, orang tua kita memang nggak ada rencana untuk punya anak lagi, karena masalah ekonomi. Tapi ternyata takdir berkata lain, dan akhirnya gue lahir juga ke dunia.

"KOK, LO ADA DISINI SIH?"

"yaelah kan udah biasa, kita tetanggaan, lo lupa?"

"ya maksud gue, ketuk pintu dulu kalau mau ke kamar gue"

"ihh tumben banget lo emosian, kenapa?"

"nggak"

"gue udah hafal, kalau lo nggak bisa jawab, artinya ada yang lo sembunyiin"

"idihhh sok tahu!"

"kasih tahu gue ada apa?!"

"em... gue tiba-tiba kepikiran, kalau misalnya nanti gue tinggal di luar negeri, lo janji kan bakal jagain orang tua kita?"

"kalau soal jagain orang tua, tanpa lo mintapun gue udah pasti bakal jagain mereka, tapi ngapain lo mau ke luar negeri? Mau jadi TKI?"

"sekarang namanya PMI, Kak"

"iye gue lupa!"

"misalnya kalau tiba-tiba gue ada kesempatan kuliah/kerja ke luar negeri, jadi lo nggak akan kaget"

"De, dengerin gue... kita sebagai keluarga nggak pernah menuntut lo buat cepet-cepet dapet kerja kok, kalau soal uang jajan gue kan suka bantu, jadi jangan terlalu maksain buat kerja di luar negeri ya?"

"gue sebenernya cuma nggak mau ngebebanin kalian lagi, apalagi selama ini biaya kuliah yang tanggung itu lo, udah saatnya lo bahagiain diri lo sendiri, Kak"

"gue ikhlas, De"

"udah ah! Jangan ngomongin yang serius-serius, suka jadi mellow!"

"lah iya juga! Lagian tumben amat lo ngomongin yang kaya gitu"

"nobody who know what will happen"

-------

JUST AN AGREEMENT | JAEHYUN✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang