06_Menutup harapan

677 307 922
                                    

Alowww!!
Disini ada yang nonton petualangan Sherina 2?








Matahari telah tenggelam, bulan datang menggantikan tugas. Suasana dirumah ini sudah tidak seperti dulu, rasanya sangat berbeda ketika Naya belum mengetahui hal itu. Uti masih mencoba untuk mengembalikan jati diri Naya seperti dulu.

Uti mengambil satu potong paha ayam di piring Naya. "Makan yang banyak ya sayang..". Ujar utinya dengan senyum.

Naya menghargai segala hal yang uti coba untuk membuatnya menjadi Naya yang dulu, tapi di sisi lain hal ini sangat berat. Walaupun ini bukan kesalahan uti, tapi Naya masih merasa kalau dirinya adalah anak pembawa sial untuk keluarga ini.

"Mungkin kalau aku tidak lahir, uti dan kedua orang tuaku masih tinggal di satu atap yang sama". Pikir Naya.

"Apa hari ini menyenangkan untukmu?".

Naya menatap netra uti, lalu tersenyum tipis.

"Besok uti harus ke rumah bu Meira, disana ada acara arisan dan uti diminta untuk membuat banyak kue".

Naya mengangguk dua kali atas pernyataan uti.

Uti menggenggam tangan Naya, mereka saling bertatap. "Kau pasti ingin tau banyak tentang kedua orang tuamu kan'?". Tanya uti.

Naya menggeleng.

Uti menghela nafas pelan, kedua tangan keriputnya perlahan naik keatas menangkup pipi cucunya. "Mungkin sesuatu buruk memang harus selalu disimpan supaya tidak menimbulkan kekecewaan seperti ini, atau mungkin juga sesuatu buruk itu harus disampaikan supaya tidak ada rahasia diantara kita".

Tangan kiri Naya menimpali tangan keriput uti yang berada di pipinya. "Uti kalau Naya bisa bicara, naya mau bilang terimakasih ke uti karena selama tujuh belas tahun ini Naya mendapatkan kebahagian yang luar biasa, dengan uti menutup atau menyampaikan sesuatu buruk itu ke Naya.. hal itu sama sekali tidak merubah apapun antara Naya dan uti, kita tetap sedarah dan uti tetap orang tua Naya. Mungkin rasa sakit ini susah hilang tetapi secara perlahan waktu akan menghapus rasa sakit ini dan menggantikannya dengan rasa syukur".



Naya merebahkan tubuhnya di kasur, menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Kalau dulu Naya ingin sekali merasakan bagaimana rasanya mempunyai kedua orang tua yang utuh dan keluarga cemara yang harmonis, tetapi sekarang Naya hanya ingin hidupnya tenang dengan tak perlu ditambahkan peran tokoh yang lama hilang untuk mengisi kekosongan ceritanya yang telah dimulai sejak tujuh belas tahun yang lalu.

Menurutnya cerita hidup seseorang dimulai sejak konflik tiba, dan saat hari kelahirannya konflik itu sudah ada. Jadi tokoh yang meninggalkan perannya saat tujuh belas tahun yang lalu tak perlu datang kembali, karena ia merasa sudah cukup untuk semua penderitaannya selama ini.

Ikhlas itu susah, dan cara yang paling mudah melupakannya adalah dengan menutup harapan dan tidak perlu mencari tau atau menggali lebih dalam tentang itu.

Naya menoleh ke meja belajarnya, suara notif ponselnya berbunyi. Dengan rasa malas Naya berjalan menuju meja belajarnya dan membuka ponselnya. Matanya membulat sempurna saat membaca isi pesan di ponselnya.

Jari-jari mungilnya sedikit gemetar saat mengetik, untuk membalas isi pesan itu. Itu pesan dari Daren, si pria galak dan emosian.


__🍪

Pagi harinya setelah sarapan dan membersihkan rumah, Naya dan uti berdiri di halte bus. Hampir lima menit menunggu akhirnya bus biru itu datang, mereka berdua segera naik dan duduk di kursi belakang.

Naya duduk didekat jendela, mata bulatnya menatap setiap inci jalanan yang dilewati. Tiba-tiba pikirannya melayang, tentang kejadian semalam saat Daren memberikan pesan.

Naya menundukkan kepala. "Apa yang harus aku lakukan kalau besok disekolah bertemu kak Daren".

Menurut Naya, Daren itu benar-benar sosok pria yang menyebalkan sangat berbanding terbalik dengan Sharos sahabat Daren.

Naya tersenyum kecil saat melihat gelang bewarna putih yang melingkar dipergelangan tangannya, ini hadiah yang Sharos berikan kemarin.

"Hadiah dari kak Sharos benar-benar sangat cantik".

Disini dikamar yang bernuansa gelap tapi terkesan mewah, empat serangkai itu tengah berkumpul tapi sibuk dengan urusannya masing-masing.

Daren dan Sharos yang sedang bermain game lewat ponsel, Devara yang sedang membalas pesan para gadis yang diajaknya untuk berkencan, dan Bimo yang sedang menonton drama action di laptop.

"Kalian sadar ga si, kalau diperhatiin Naya tuh cantik juga ya".

Daren langsung memberhentikan bermain ponselnya saat nama gadis itu disebut.

Awhh!

Lemparan bantal itu sangat pas sekali, sampai membuat Devara kesakitan. "Gila lu ya!". Ujarnya marah.

"Lu yang gila, cewek kayak Naya masih aja mau di gebet". Sharos dengan sarkas membalas.

Devara berdiri dari duduknya lalu melempar kembali bantal itu sampai mengenai wajah Sharos. "Gw kan cuma ngeluarin pendapat bukan mau deketin Naya".

"Berisik lo semua!". Sentak Daren yang sudah merasa bising.

"Tau kayak anak kecil aja". Timpal Bimo disela-sela perdebatan kecil ini.

"Bacot lo jomblo".

"Bangsat! Ga ngaca lo!".




___🍪

Ini sudah pukul delapan malam, Naya dan uti masih menunggu bus biru itu untuk pulang ke rumah. Naya memejamkan matanya dan menumpukkan kepalanya dibahu uti, dengan sigap uti langsung memeluk tubuh cucunya lalu mengusap pelan surai hitam cucunya.

"Uti tau pasti dari hati kecilmu, kamu ingin tau banyak tentang orang tuamu".
Buliran air asin itu membasahi pipi keriput uti.

Rasa sakit itu kembali terukir di hati uti saat harus membawa Naya pergi dari rumah megah milik anaknya, semenjak saat itu uti berjanji akan membahagiakan Naya walaupun dengan keterbatasan materi.

Uti langsung menghapus air matanya dan mencoba terlihat baik-baik saja. Mata tuanya menyoroti setiap hal yang berada disekitarnya, mulai dari gedung-gedung tinggi, kendaraan yang lewat sampai orang-orang yang berlalu lalang. Uti sedikit terkesiap kala melihat sesuatu, yang sulit dipercaya.

"I-itu bukannya Rasika dan Rakanda?, dan a-anak sepantaran Tari yang sedang mereka rangkul itu siapa?".





Happy happy happyfor my readers🍪🤍

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Happy happy happy
for my readers🍪🤍

[1]SEMBAGI ARUTALA Where stories live. Discover now