3. Scars

21.4K 1.8K 39
                                    

Begitu Ibu Rhea pulang ke rumah, wanita itu langsung memasuki kamar Rhea dan terburu-buru menyiapkan koper dan tas yang dibawa Rhea dari Makassar. Rhea sendiri hanya menyaksikan hal ini dengan bingung. Ibunya bergerak dengan agak tergesa-gesa sementara ekspresinya tidak terbaca.

"Kenapa, Bu?" tanya Rhea heran.

Gerakan Ibu Rhea terhenti. Dia beralih mendekati Rhea yang sedang menidurkan Shane.

"Altrhea Eleanny," ucap Ibunya sembari membekap kedua pipi Rhea. "Kamu anak perempuan satu-satunya di keluarga kita. Mendiang Ayahmu sangat sayang sama kamu dan Ibu akan merasa sangat berdosa pada Ayahmu karena membuat kamu hidup seperti ini. Kalau saja waktu itu Ibu tidak menjodohkan kamu dengan Starky-"

"Ssst.." Rhea menggenggam kedua tangan Ibunya yang masih berada di pipinya. "Rhea nggak menyesali apapun itu tentang Starky. Dengan Starky, Rhea dianugerahi Shane. Rhea bahagia, Bu."

"Kamu balik ke Makassar sekarang ya, Nduk?"

"Kenapa, Bu? Tahun baru tnggal nunggu sampai lusa lho."

Ibunya menggeleng pelan. "Udah benar yang kamu lakuin 2 tahun belakangan. Kamu harusnya gak usah pulang untuk kumpul keluarga. Besok-besok Ibu aja yang ke Makassar untuk jenguk kamu sama Shane."

"Bu, aku gak apa-apa."

Suara pintu depan terbuka disusul dengan beberapa langkah kaki ke arah kamar Rhea. Ares dan Juno muncul di depan pintu.

"Gak tahu malu emang tu cewek," komentar Ares kemudian duduk di ranjang dengan hati-hati agar tidak membangunkan Shane. "Mereka bersikukuh pengen ikut tahun baru bareng keluarga Starky. Si Starky anjing itu juga udah gila kayaknya."

"Mas!" tegur Rhea. "Jangan ngomong kasar di depan Ibu. Di sini juga ada Shane."

"Oke, oke. Sorry. Gue emosi."

Juno si bungsu mendudukkan badan tegapnya di kursi yang terletak di dekat jendela. "Kalau Mbak mau balik ke Makassar, aku anter."

"Jangan, Jun. Kamu tuh jarang banget dapet libur. Mbak tau, kamu masih kangen kan sama masakan Ibu?"

"Lagian liburnya cuma beberapa hari kok. Nanti biar Ibu aja yang ke Kalimantan untuk nengokin aku. Ya kan, Bu?"

"Iya. Gampang itu. Yang penting sekarang hati kamu aman dulu, Rhe," ujar Ibu.

Rhea menghela nafas. Tiga lawan satu tentu dirinya tidak akan menang. Dia sudah diusir oleh Ibu dan kedua saudara laki-lakinya. Diusir untuk menyelamatkan perasaannya.

"Aku pesenin tiket ya, Mbak?" tanya Juno.

Dengan berat hati Rhea mengangguk. Ini sama saja dengan melarikan diri. Tapi apa boleh buat? Bertahan di sini malah hanya akan menambah rasa sakitnya.

"Memangnya Nadira akan tinggal di rumah Mbah Uti?" tanya Rhea pada Ares.

"Gila aja. Cari mati itu namanya. Mereka tinggal di villa kepunyaan Mama Aina," jawab Ares,

Mama Aina adalah panggilan anak-anak Ibu pada Mamanya Starky. Namun semenjak menikah dengan Starky, Rhea cukup memanggilnya dengan 'Mama' saja.

"Udah dapet tiketnya. Keberangkatan besok pagi," ucap Juno tiba-tiba.

"Ya udah. Kamu juga kemas-kemas barangmu gih."

Juno mengangguk lalu beranjak dari kamar Rhea menuju kamarnya bersama Ares. Semua orang memperhatikan tubuh tegap Juno ketika berjalan. Ada rasa bangga yang menyelinap di hati Ibu serta Ares dan Rhea.

Ayah mereka meninggal ketika Juno masih berusia 14 tahun. Saat kecil sampai remaja, Juno terlihat begitu kurus dan pembawaannya sangat kalem, tidak seperti Ares yang agak urakan. Tetapi setelah Ayah mereka berpulang, Juno bertekad untuk meneruskan perjuangan Ayahnya sebagai seorang TNI. Dia belajar dan berlatih sangat keras, mempersiapkan segalanya matang-matang. Juno lolos ke AKMIL setelah melakukan dua kali percobaan dalam kurun waktu dua tahun berturut-turut.

Ares sendiri memutuskan untuk bekerja di salah satu perusahaan tambang di bawah naungan BUMN. Tentunya tidak mudah untuk Ares untuk sampai pada tahap sekarang ini. Beberapa tahun lalu dia sempat frustasi karena melihat adik-adiknya sudah mulai menyusun masa depan mereka sementara dirinya belum menjadi apa-apa. Untunglah perjuangannya berbuah manis.

"Mas Ares masih bakal di sini kan?" tanya Rhea pada kakak laki-lakinya itu.

Ares mengangguk singkat sambil memainkan ponselnya. Entah sejak kapan juga laki-laki itu rebahan di sebelah tubuh mungil Shane.

"Kalau bukan ngelihat muka keponakan gue mirip banget sama muka si anj-Starky maksud gue, pengen banget gue gebukin tu set--Starky maksud gue."

Rhea mendengus geli. Kakaknya ini tidak pernah berubah, masih saja seurakan dan sebarbar dulu.

**

Rhea memandang lurus-lurus mata pria yang kini sedang berdiri di hadapannya. Tiba-tiba saja Starky muncul pagi-pagi ini di depan rumahnya bertepatan dengan Rhea dan keluarganya yang hendak pergi ke bandara. Untuk menjaga agar tidak terjadi kericuhan--terutama karena Ares sudah siap berperang--Rhea mengajak Starky untuk berbicara di halaman samping rumah tempat Ibu menanam beberapa sayuran. Mereka harus ekstra hati-hati agar tidak menginjak tanaman yang masih kecil.

"Ada apa?" tanya Rhea akhirnya. Biasanya dia tidak berani menatap mata Starky, mata dengan iris cokelat terang yang ia turunkan pada Shane.

"Kamu mau balik ke Makassar?"

Rhea mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Aku balik kesini biar bisa menghabiskan malam tahun baru dengan Shane."

Rhea menukikkan salah satu alisnya. "Really? Setelah kecerobohan lo kemarin, lo pikir Shane masih mau?"

"Rhea, jangan sangkut pautkan masalah kita dengan Shane. Dia anak aku juga."

Rhea tertawa. Dia tertawa sangat keras hingga Starky menatapnya heran.

"Sekarang lo baru ingat kalau dia anak lo? Kemarin waktu lo bawa cewek itu ke depan Shane, lo sempat mikir gak kalau Shane liat?"

Starky mendesah. "Cepat atau lambat aku dan Nadira akan menikah. Aku mau memperkenalkan Nadira pada Shane."

"Tapi ada caranya, Star. Lo gak mikir perasaan Shane gimana saat lo tiba-tiba muncul ngenalin cewek lo tanpa sebelumnya ngasih pengertian pada Shane? Dia punya perasaan, Star meskipun masih kecil."

"Aku udah berusaha mengalah selama bertahun-tahun, Rhea. Nadira juga begitu. Apa salah kalau kami juga ingin diakui? Kalau kami selalu memikirkan perasaan keluarga besar, lalu siapa yang mikirin perasaan kami."

"Nope. Kalian berdua gak pernah sekalipun mengalah selama bertahun-tahun belakangan. Dia masih terus berjuang kendati dia tahu lo sudah punya gue dan Shane. Dan lo membantu perjuangan dia untuk ngedapetin diri lo seutuhnya." Rhea menarik nafas sejenak. Rasanya menyesakkan setiap kali dia harus berbicara soal Nadira. "Dan sekarang lo pikir. Setelah semua yang udah lo lakuin, Shane masih mau menikmati malam tahun baru sama lo? Sama Nadira juga? Otak lo cuma separuh sendok nyam-nyam apa gimana?"

Starky terdiam. Rupanya dia sudah kehabisan kata-kata untuk membalas Rhea. Dengan ini berarti dia sudah mengibarkan bendera putih.

Three YearsWhere stories live. Discover now