24. John Denver

14.4K 1.9K 82
                                    

From: Ibu Guru Bilqis
Selamat siang, Bu Altrhea. Saya ingin menginformasikan bahwa ananda Shane  akan tampil membacakan puisi di ulang tahun sekolah minggu depan. Puisinya sudah disiapkan oleh pihak sekolah. Karena waktu di sekolah cukup terbatas, saya memohon bimbingan tambahan dari Ibu di rumah, ya. Terima kasih atas kerjasamanya.

"Shane, kamu kok nggak bilang kalau mau tampil baca puisi?" tanya Rhea.

Shane yang sedang sibuk merakit Lego pemberian Banyu--Rhea baru memperbolehkan Shane melanjutkan rakitannya hari ini--langsung merengut tak suka. Padahal Shane sudah berusaha menyembunyikan hal itu dari Mamanya, tapi ujung-ujungnya tetap ketahuan.

"Aku gak mau latihan sama Mama," jawabnya.

"Emang kenapa? Gini-gini Mama dulu sering ikut lomba baca puisi pas acara tujuh belasan."

"Males. Mama ribet."

Rhea mencubit gemas pipi Shane. "Ribet gimana maksud kamu?"

"Pasti nanti dianeh-anehin. Aku udah belajar kok di sekolah. Lagian aku juga udah hafal puisinya."

Rhea mendengus sebal. Untung saja Bu Bilqis memberitahu Rhea, karena kalau tidak, Rhea yakin Shane pasti tidak akan memberitahu dia bahkan sampai pentas itu selesai.

"Mana coba teks puisinya?" tanya Rhea.

Shane tahu kalau Mamanya tidak dituruti, pasti Mamanya tidak akan berhenti mengoceh. Jadilah dia terpaksa menunjuk ke arah tas ranselnya.

Rhea segera membuka ransel Shane dan mendapati selembar kertas berisi teks puisi. Kertas itu bahkan masih sangat rapi, tidak lecek sedikitpun. Harusnya kalau sudah dibaca, kertanya tidak akan sehalus ini.

"Kertasnya masih rapih gini pasti belum pernah dipakai latihan," tuduh Rhea.

Shane mengalihkan konsentrasinya dari Lego dan menatap Rhea datar. "Ma, aku kan tadi udah bilang kalau aku udah hafal."

Rhea mengerutkan kening. Puisi ini terdiri dari beberapa baris. Masa iya Shane sudah hafal?

"Coba kalau gitu kamu bacain puisinya," tantang Rhea.

"Males ah. Aku lagi nyusun Lego nih."

"Berarti kamu bohong."

"Aku gak pernah bohong kecuali yang Mama suruh bohong ke Papa waktu itu."

Rhea langsung meringis. Shane susah untuk ditaklukkan.

"Kalau gitu ayo dong coba baca," bujuk Rhea lagi.

Shane berdecak. Dia meletakkan kepingan Lego. "Dikit aja tapi ya."

"Iya."

"Taman bungaku, kau begitu cantik, kau begitu indah. Memandangmu sepulang sekolah, melepas penatku. Sirna sudah sedihku, tergantikan bahagia sebab taman yang cantik. Udah."

Rhea menganga. Kalau bukan karena lariknya yang terdengar seperti puisi, Rhea pasti menyangka kalau yang barusan diucapkan Shane adalah teks koran. Bisa-bisanya dia membaca puisi seperti itu.

"Shane kan udah belajar di sekolah. Masa kayak gitu?" tanya Rhea tak yakin.

"Gak gitu tapi aku males pakai ekspresi."

Rhea menghela nafas. Dia meletakkan kembali kertas berisi puisi itu. Yang penting dia tahu kalau Shane betulan hafal. Kurang penghayatan dan ekspresi saja. Mudah-mudahan dia bersungguh-sungguh latihan di sekolah.

"Besok belajar apa?" tanya Rhea.

"Apa lagi kalau bukan nyanyi-nyanyi dan bercerita," jawab Shane tak tertarik.

Three YearsWhere stories live. Discover now