Rendang Legacy

2.5K 365 26
                                    

Oktober dan November berantakan.
Gapapa ya :)

***
Nggak banyak yang bahas soal kehidupan Junior dan Tio. Sepasang muda-mudi yang lagi nunggu kelahiran anak pertama mereka ini emang lagi mencoba menata hidup, tinggal terpisah dari orang tua di rumah baru mereka, nggak terlalu luas dan cuma punya dua kamar.

Tio yang lagi lanjut S-2 plus Junior yang lagi fokus dukung cita-cita Tio biar jadi ahli interior lokasi wisata itu nggak pernah bilang kalo misal lagi ga punya duit. Padahal dua-duanya anak orang kaya mentok. Siapa sih, yang ga suka masakan Padang? Seenggaknya telor dadar barendo atau ayam gorengnya lah.

"Orang yang nggak suka masakan Padang, ibaratnya lu ada keliatan surga dunia di depan mata lo, tapi lo nggak nyicipin surga itu," kata Tio suatu hari. 

Sebelum menikah, cowok itu bahkan lebih seneng tidur di warung, jagain uda-uda pegawainya bikin rendang. Dulu waktu masih S1, dia sering keskip kelas pagi kalo ada pesenan nasi kotak. Secinta itu dia sama bisnis yang dibangun orang tuanya selama berpuluh tahun ini. Bahkan, warung Tio juga jadi penyedia nasi kotak waktu temen kampusnya ngadain doa bersama buat temen Tio yang meninggal dunia. Sama mamanya Tio nggak boleh bayar. Anggep aja sedekah, makanya gak heran warungnya makin lama makin gede dan dua tahun terakhir ini buka cabang deket kampus. 

Entah kenapa, Tio ngerasa kalau kecintaannya sama kuliner tanah minang ini bakal nurun ke anaknya. Awal kehamilan, Junior suka nangis tengah malem pengen rendang dan suka mual gamau makan. Mau gak mau, mamanya Tio yang gamau liat menantunya menderita akhirnya suka ngirimin rendang. Pas makan juga Junior masih nangis. Katanya, "Rendangnya enak banget... hiks..." 

Tapi Tio cuma bales dengan senyum dan ngusap rambut Junior yang makan dengan lahap. "Makanlah banyak-banyak, Yang." Yang penting nggak rewel, batin Tio. 

Karena keseringan ngirim rendang, mamanya Tio repot juga lama-lama. Akhirnya Tio yang puter otak. Dia masak sendiri rendangnya dan disimpen di kemasan sejenis alumunium foil, bikin rendang frozen yang tinggal panasin kalo mau dimakan. Kebucinan ini menghasilkan rendang frozen yang sekarang bisa produksi sendiri, dulunya kan masih dikirim dari Jakarta, dari nyokapnya Juneh. Sekarang mah udah bisa bikin sendiri sampe dendeng batokok pun dibikin frozen sama Tio. Pelanggannya tentu mamak-mamak Band Teng yang kadang males masak karena kesibukan ngurus anak-anak aktif itu. 

"Yayang, hati-hati ih!" Tio kaget sewaktu ngeliat Junior grusa-grusu dari kamar mandi. Kuatir banget kalo si maknae Band Teng 2.0 ini kepleset. Mana badan mungilnya itu udah nanggung berat di perut yang makin gede. Sementara itu, Tio lagi bungkus-bungkusin 'calon' rendang frozennya. 

"Aku telat, Da Tio jangan ngomel dulu!" sergah Junior sambil pake baju. "Aku mau ketemu temen kampus. Hari ini dia sidang."

"Lah, belom pada selesai temenmu?" 

Junior ngegeleng. "Anak arsi lulusnya lama. Coba tanya Mas Andre, dah. Yang bikin males tuh bikin maket prototype." Junior pake kemeja warna hijau botol dengan aksen kulit leopard di sakunya. Plus celana jeans gelap berbahan elastis. "Si buyung mana ikutan nendang-nendang lagi. Kenapa, Nak? Panik ya mamamu kemrungsung?" 

Kalau Jiwa dulu dipanggil 'utun', calon bayinya Junior dipanggil 'buyung' karena anak pertama yang otomatis jadi kesayangan eyang-eyangnya. Setelah denger statement nendang, Tio langsung nangkupin tangannya ke perut Junior. "Iya, iya sabar. Laper nih kamu kalo gerak mulu." Tio hapal sama habit anaknya ini. Biasanya kalo heboh, artinya Junior belum makan. "Yayang, makan dulu, gih."

"Gak sempet, Da..."

Tio gak ngejawab. Dia langsung ke dapur, Junior sendiri masih berkutat sama outfit lucunya dia sekarang dan ngecekin barang bawaan. 

Muchas Gracias - Finale Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang