P 1. Adlievan

6.3K 398 4
                                    

Mentari kini sudah di telan oleh rembulan. Banyak bintang yang terhambur di langit malam ini. Sedangkan Adli kini berjalan tanpa arah di trotoar jalan raya.

Lelehan kristal masih tak henti-hentinya membanjiri wajah manis pemuda itu. Bibir plum kecil yang menggoda itu bergetar sembari tangan yang memilin hoodie oversize yang ia kenakan.

Hancur. Perasaan Adli hancur. Ia berasal dari keluarga terpandang, selain itu ia juga memiliki prestasi yang bagus. Dan, ia tidak ingin semua itu hancur. Itulah mengapa ia memilih untuk pergi walau tidak di usir oleh keluarga.

"Aku kotor dari baru lahir? " gumam Adli dengan tatapan menyayat hati. "Bukannya kalo gitu anak ini harusnya sudah ada saat aku kotor dari baru lahir? Kenapa tumbuhnya baru sekarang? Kurasa juga aku gak melakukan hal aneh sama orang asing, atau ngelakuin hal yang iya-iya. " gumamnya lagi dengan sinis...

Hingga berhentilah ia di suatu gang sempit yang ia sendiri tidak tahu ini di mana.

"Wih, ada mangsa baru, nih. Apa putri sedang terperangkap, huh? " seseorang yang berpenampilan seperti preman masuk dari gang bagian depan tempat Adli berada. Ternyata ia juga tidak sendiri, ada yang menyusul orang itu dari berbagai tempat.

Kini, Adli terkepung!

"Kalian siapa?! " tidak, Adli tidak takut! Adli itu petarung handal! Ia memiliki seni bela diri dalam dirinya.

Seseorang tadi menjawab, "Lo yang siapa, bocah ileran? Tampang lu boti garang, lo pikir lo gitu serem? Kaga! Lu gemesin tau. " kata orang itu, senyumannya membuat Adli geli sekaligus geram ingin menonjok wajah mengejek orang itu.

"Bener gak, temen-temen?! " teriaknya yang diiyakan oleh semua pemuda yang berada di sana.

"Bener, tuhhh!! "

"Gemesin banget ni bot satu, terkam yokk!! " seru yang lain mengajak kawanannya.

"Gila!! Lu semua GILA!! " bentak Adli pada mereka semua. Namun, ia tak bisa kemana-mana, dirinya terkepung! It's okay, Adli bisa mengatasinya sendiri.

Ia mengambil kuda-kuda bertahan untuk memulai pertarungan, 'Dede Papa, kamu diem ya di dalam, jangan ganggu Papa. Papa mau nyelametin nyawa Dede, Dede jangan bikin perut Papa sakit.' ucap Adli dalam hati, seolah ia mengatakan itu kepada bayi yang belum terbentuk sama sekali di dalam perutnya, berharap agar di saat ia bertarung perutnya tidak keram.

Pemuda-pemuda di sana menertawakan bentakan Adli dan mereka semakin menertawakannya saat melihat kuda-kuda bertarung yang Adli tunjukkan.

"Ohh, lu punya seni bela diri? Hm, gak apa, sih... tapi lo yakin kalo lu bakal menang? Kita semua bertarung brutal! Lu mau mati di tangan kita kalo lu ngajak berantem? " tanya orang itu lagi, sepertinya ia si pemimpin pemuda-pemuda itu.

"Gak takut! Mau lo pada keroyokan pun gue gak bakal lengah dalam permainan yang udah gue buat! " teriak Adli dengan lantang.

"Bos! Hajar aja sudah!! Kebanyakan bacot! Gue mau diaa!! " yang di samping si pemimpin itu langsung berlari akan menghantam Adli. Namun, pria kecil itu segera menghindar, di saat pemuda tadi lengah ia segera memberikan pukulan di titik vital pemuda tersebut.

Tumbang. Satu orang itu menjerit kesakitan sembari berguling-guling di tanah. Adli tidak menghiraukan nya, tatapannya kini sangat serius. Sedangkan itu, si pemimpin itu malah tersenyum lebar melihat tatapan serius Adli yang menajam dan seperti ingin segera melenyapkan nya.

"Putri, lu cantik-cantik gini beneran mau berantem?" sepertinya pemuda satu ini masih harus di kasih paham sebelum Adli benar-benar akan membunuhnya.

"Banyak bacot! " Adli menghajar anak buah pemuda itu yang lainnya, sedangkan si pemimpin Adli simpan untuk yang terakhir.

Semua yang tadinya dengan semangat yang berapi-api ingin melumpuhkan Adli kini malah terkapar lemas di tanah yang kotor. Pemuda pertama yang Adli hajar kini sudah pingsan, atau entahlah Adli tidak tahu, tapi kata gurunya kalau ia menghajar seseorang itu di titik vitalnya, ia bisa saja membuat orang itu pingsan dan bisa juga terbunuh secara perlahan karena kesakitan.

"Sekarang, lo yang tersisa. " Adli menatap si pemimpin yang kini sepertinya mulai ketakutan.

Pemuda-pemuda a.k.a anak buahnya itu banyak yang menjerit dan di wajah mereka banyak lebam habis kena serangan anggun dari Adli yang ternyata cukup membunuh.

"Lo mau pergi, atau ikutan kaya yang lainnya? " Adli memberinya pilihan.

"Sepuh, ampun, " menyatukan kedua tangan, "Gue pergiiii, byeee. " kemudian berlari meninggalkan anak buahnya dan Adli dari gang sempit itu.

Sebagian anak buah pemuda itu ada yang sepertinya hanya pingsan, dan sebagian lagi meninggal di tempat. Dengan mulut terbuka serta mata yang melotot seakan ingin keluar dari tempatnya, dan tangan yang memeluk perut bagian kiri.

Adli menatap sekitar sembilan pemuda yang tumbang olehnya, "Apapun yang gak beraturan, itu semua akan pada kalah. " gumamnya.

"Lu berdua yang pingsan, bangun! " titah Adli yang sadar kalau dua dari kesembilan pemuda itu sudah bangun dari pingsannya. Hanya saja takut bergerak karena Adli yang bagi mereka kini sangat menakutkan.

Kedua pemuda itu pun bangun, menunduk agar tidak menatap si pria kecil yang entah kini menatap mereka dengan tatapan apa.

"Ikut gue, gue perlu bicara sama lu berdua. " Adli meneruskan jalannya dari gang sempit itu, lalu di belakangnya diikuti dengan kedua pemuda itu yang sangat menjaga jarak dari Adli karena takut.

Mereka keluar dari gang itu, di hadapan mereka segera di suguhkan dengan jalan tikus yang memperlihatkan banyak rumah kecil seperti gubuk. Namun, pemandangan langit malam ini sungguh memukau saat melihatnya dari atas sini.

Anw, itu jalan tikusnya dan perumahan kecil itu di bawah tempat Adli dan kedua pemuda itu berada.

"Nama lo berdua siapa? " tanya Adli membuat kedua pemuda itu mendongak dan bertepatan langsung dengan iris kelabu Adli yang lembut.

"A-Aris... A-Aris Adilian. " jawab pemuda yang memiliki surai hitam kekuningan dengan sangat lebat seperti hutan.

"Aris, ya. Okey. " Adli mengangguk-anggukkan kepalanya, "Terus, lo? " tanya Adli pada pemuda yang satunya.

"Hiks, j-jangan bunuh, Apin hikss... " isak pemuda yang bersurai merah gelap dan masih tetap menunduk karena takut dengan Adli.

Adli gelagapan, tapi sedikit bingung. Namun, ia memikirkan itu nanti, untuk sekarang ia tenangkan dulu pemuda bernama Apin seperti yang ia katakan.

"Apin, udah. Gue gak bakal bunuh kalian, kok. Gue gak jahat, gue cuma melawan karena untuk mempertahankan diri gue. " Adli mencoba menenangkan Apin dengan tangannya yang mengelus lengan Apin.

"H-hiks, ben... bener?? L-lo gak boong? " Apin masih terbayang-bayang bagaimana saat Adli melawan kawanannya yang tadi.

Adli mengangguk cepat, "Iya, gue gak bohong. Lo berdua percaya aja sama gue, gua gak bakal bunuh kalian kok." ucapnya dengan kedua sudut bibirnya yang tertarik dan membuat pipi berisi nya terangkat hingga membuat kedua mata Adli menyipit.

Apin dan Aris saling berpandangan, kemudian menatap ragu kearah Adli.

"T-tapi, nama gue bukan Apin... tapi, Kalvin Aksara." Apin a.k.a Kalvin meralat.

Itu membuat Adli bingung, ia pun bertanya "Terus nama asli lu yang mana? " kening pria kecil mengerut. "Mau gue panggil apa? "

"Kalvin! Ehm, n-nama lo? " tanya Kalvin dan kini diikuti Aris yang juga mengiyakan. "Iya tuh, kita udah kenalan. Sekarang nama lo siapa?? "

Adli tersenyum kecil, "Galian Adlievan Neandra, panggil gue Adli."

TBC

Suka? VOTE!

PERJAKAWhere stories live. Discover now