P 12. Jangan Sampai Terjadi

778 57 9
                                    

Azan maghrib berkumandang baru berakhirlah penyiksaan untuk Adli hari itu. Adli pulang di bawa oleh Aris dan Kalvin.

Kini, mereka bertiga sedang duduk di ruang tamu Adli. Kalvin menyuapi Adli yang lagi makan, dan Aris yang mengompres bagian-bagian tubuh Adli yang babak belur.

"Shh ... pelan-pelan, Ris, sakit." ujar Adli, kala Aris membersihkan lukanya di bagian sudut bibir.

"Gue udah pelan, Lie. Tahan dikit aja napa."

"Hm ..."

Tak berselang lama, makanan Adli pun habis dan Aris selesai mengobati luka di tubuh Adli. Malam ini rencananya Aris dan Kalvin ingin bermalam di rumah kecil Adli ini. Mereka ingin menjaga Adli, siapa tahu Adli kesusahan berjalan untuk ke dapur atau ke kamar mandi nantinya.

Pun Adli yang menyetujui niatan Aris dan Kalvin. Walau aslinya, Adli tidak ingin merepotkan mereka. Namun, ia juga butuh seseorang untuk menemaninya malam ini.

Ingin Adli memanggil para sahabat-sahabatnya untuk ke sini, tapi ini sudah malam, dan pastinya mereka semua sudah tidur. Jadi, Adli membiarkan Aris dan Kalvin untuk menginap.

Mereka sudah bersiap-siap untuk tidur, di ruang tamu. Kalau tidur di kamar Adli, kamar itu sempit dan hanya cukup untuk satu orang. Jadi, Adli mengusulkan untuk mereka tidur bersama di ruang tamu, karena juga tidak terlalu dingin sebab lantainya Adli pakaikan karpet. Namun, baru saja mereka ingin menutup mata. Pintu rumah kecil Adli di ketok sekali, kemudian diamnya ketokan pintu itu diiringi oleh suara ponsel Adli yang mengeluarkan notifikasi.

Itu dari Hara. Kata Hara ;
Dli, buka pintu. Gue, Arsan, sama Jey ada di depan pintu. Bukain cepat, dingin.

Dan Adli pun tanpa banyak kata, segera membuka pintu rumah yang berdekatan dengan ruang tamu tempat mereka hendak tidur.

"Malam banget lu pada ke sini. Bay the way, Erin gak ikut?" tanya Adli saat tidak melihat batang hidung sahabatnya yang satu itu.

Ketiganya menggeleng tanda mengatakan tidak, kemudian Adli hanya mengangguk mengiyakan. Mungkin karena sudah malam. Jadi, Erin tidak ikut, pikir Adli.

Terus Adli mengajak mereka bertiga untuk masuk. Di dalam, semuanya hanya diam tanpa berucap. Entahlah kenapa, mungkin masih canggung?

"Lu pada ngapain ke sini? Bukannya udah malem, ya." ujaran Adli memecah suasana canggung tersebut.

"Emh, gabut di rumah sendirian, Dli. Ortu kita juga lagi gada di rumah, kalo ada pastinya cuma berantem. Jadi..." Jey menjawab, tapi ia gantung. Membuat mereka yang mendengar, jadi bertanya-tanya akan kelanjutannya.

"Jadi?" tanya Adli.

"Nginep dulu, ya?" ujar Jey mendapat helaan nafas kecil dari Adli.

"Yasudah, tidurnya bareng-bareng di ruangan ini, ya? Gue ambilkan kain-kain dulu buat di jadiin selimut biar gak kedinginan." ucap Adli yang di angguk oleh semuanya. Pria kecil itu pun mengambil beberapa lembar kain yang ia temukan saat bebersih bersih rumah ini.

Masih di malam yang sama. Adli terbangun dari tidur nyenyak nya, saat melihat jam. Ternyata sudah sangat larut, hari pun juga telah berganti. Jam menunjukkan pukul 01.34 dini hari.

Adli bangkit dari tidurnya, matanya mengitari tempatnya tidur bersama teman-temannya itu. Merasa tak ada yang menyadarinya terbangun, Adli pun pindah dari sana ke dalam kamarnya.

Sebelum ke kamar, Adli ke dapur terlebih dahulu untuk minum dan ia merasakan ingin kencing. Seusai melakukan aktivitas. Adli yang baru keluar dari kamar mandi itu pun mendengar sesuatu yang berjarak tak terlalu jauh dari belakang rumahnya.

PERJAKAWhere stories live. Discover now