P 11. Di Siksa

1.6K 76 12
                                    

Beberapa hari kian berlalu. Masalah pria rentenir itu sudah berakhir saat Jey bisa melepaskan diri dari delapan pria itu. Entahlah kenapa pria itu sampai segitunya menyekap dan mengatakan kalau ingin membawa Jey.

Namun, semuanya tak mereka urus lagi. Semuanya kembali normal dengan hari-hari mereka. Begitu juga dengan Adli yang kini melakukan semua keinginan warga di perumahan kumuh itu sebagai hukuman kalah taruhan.

Dan ternyata, tidak se-menyakitkan yang Adli kira karena menuruti kemauan mereka. Semua sangat gampang. Bahkan, anggota gang nya sering kali berkunjung memeriksa keadaannya.

Hari ini Adli tengah bersiap untuk membawakan barang belanjaan seorang wanita tua dari pasar kota ke dalam perumahan ini. Ia di bantu beberapa orang warga yang memantau agar tetap melakukan tugasnya, mereka sangat takut kalau Adli tidak memenuhi syarat.

Padahal, pada kenyataannya itu semua tidaklah penting. Menurut Adli, tapi terserah mereka saja lah.

"Nih, bawa."

Wanita paruh baya itu memberikan lima bungkusan kresek yang berisi belanjaan wanita itu. Tidak tua banget asli wanita itu, tapi cukup bisa di panggil Bibi.

"Iya, Bi."

Padahal berat belanjaan dengan tubuh Adli masih berat belanjaan milik wanita itu, tapi demi memberi keadilan, Adli hanya merelakan beratnya belanjaan tersebut.

Sungguh, sebenarnya ini tidaklah adil. Di lihat dari segimanapun, tidak ada yang adil di dalam taruhan ini.

Masa nih, ya. Adli menyelesaikan taruhan mereka hanya seorang diri, tapi mereka malah bersama-sama membuat dirinya kelelahan. Sampai, malamnya sering membuat perut Adli keram karena makan terlalu lama dari jam seharusnya.

"Cepetan, bocah! Gelay amat jalan lo."

Pria di belakangnya mendorong Adli yang lagi kesusahan membawa barang belanjaan itu, mereka memaki-maki Adli yang tidak bisa jalan cepat. Sedangkan wanita di depan mereka hanya berceloteh dengan riang karena tangannya tak pegal gara-gara membawa barang belanjaan.

Adli tak membantah sedikitpun membuat mereka dilanda kegembiraan. Dalam hati, Adli selalu mengeluh kalau tangannya mulai sakit dan pegal. Barang belanjaan yang berisi berbagai macam hal itu sangat berat, sampai tangan Adli merasa panas dingin dan terlihat merah.

Sampai di parkiran, di situ sudah ada banyak rombongan anak remaja dengan satu bajai yang siap sedia membawa siapapun untuk pergi.

Saat melihat rombongan remaja itu, Bibi yang di depan Adli itu mundur ke belakang para pria remaja yang berada di belakang Adli. Yang tadi mendorong Adli.

"Arsan?"

Ya, mereka para anggota gang Ragvan tengah berada di atas motor mereka masing-masing.

"Kalian gak sekolah?" tanya Adli.

Arsan dan semua anak gang itu menggeleng. Iya, semuanya ada di sana. Jadi, parkiran itu penuh dengan anggota gang milik Adli saja, dan satu bajai yang terselip menunggu tumpangan.

"Udah pulang, Dli. Hari ini para guru rapat. Jadi, dari pada kita diem di rumah gak ngapa-ngapain mending nyusul lo ke pasar." jawab pemuda berambut ikal dengan kulit sawonya yang atletis. Namanya, Fergo; anggota gangmotor Ragvan yang terkenal ganas.

"Terus kalian mau kemana sekarang?" langkah Adli mendekati mereka, tanpa peduli pada satu wanita dan dua pria remaja dari perumahan itu di belakangnya.

"Mau nganterin lu, Van." itu yang menyahut adalah, Erin. Dan Adli mengangguk paham dan menandakan setuju.

Tanpa pikir panjang, semuanya sepakat untuk mengantar Adli. Yang memang itulah tujuan mereka aslinya. Sedangkan, wanita dan kedua pria kumuh itu pulang menggunakan bajai.

PERJAKAWhere stories live. Discover now