P 16. Hadiah Happy Wedding

592 51 12
                                    

Bawa santai aja gak sih

✧HAPPY READING ALL✧

Perayaan megah diadakan di mansion besar milik Arion. Resepsi telah usai. Semua sedang asyik berbincang-bincang tentang keperluan masing-masing.

Hanya ada dua lelaki yang usianya terpaut jauh tengah duduk di altar mewah yang sudah disiapkan Arion. Netra kelabu menelisik para tamu undangan. Hingga tak sadar, pemuda yang mengenakan jas putih seirama dengan kulitnya dikejutkan akan kehadiran dua sosok didepannya.

Yang dia kira teman bisnis sang suami ternyata adalah kedua orang tuanya yang akan bersalaman.

Arion yang tidak tahu apa-apa hanya memberikan senyum dan menyambut salam kedua pasutri itu. Saat menyadari jika suami manisnya tidak kunjung beranjak dari duduknya, dia pun menunduk menatapnya.

"Sayang, capek, ya?"

"Nggak! Stop panggil gue 'Sayang'! Gue gak suka!" omel Adli untuk kesekian kalinya semenjak dari bangun tidur. Pemuda manis beranjak dari duduk, lalu menatap kedua orang yang sudah mencarinya selama ia hilang.

"Mom, Dad. Jangan bawa aku pulang!" ucap Adli kemudian berlalu dari hadapan Zalieva dan Gavran ke lantai dua--kamar tidurnya berada.

"Evan ...," pergerakan Zalieva berhenti saat pergelangan tangannya di cekal oleh Gavran.

"Nanti, Eva. Tunggu semuanya bubar," tutur Gavran menenangkan sang istri.

Sementara Arion yang khawatir kini menyusul Adli ke kamar.

Sampai di kamar, Arion menemukan Adli yang tengah meringkuk di tepi dinding di bawah kasur.

"Sayang." Langkah Arion perlahan mendekati Adli.

"Stop! Diam di situ! Jangan dekati gue!" ucap Adli dengan suara serak. Bisa Arion tebak jika suara serak Adli akibat dari menahan tangis.

Tanpa peduli ucapan Adli, Arion mendekat dan langsung mendekap tubuh kecil itu ke dalam pelukannya.

Adli memberontak kecil, "Lepas! Jangan sentuh gue!" Namun, gerakannya tidak begitu kuat karena ada rasa lemas dalam diri Adli yang menyerbu tiba-tiba.

Kesempatan Arion untuk memeluknya, apalagi kesadaran Adli mulai melemah.

"Kamu kenapa?" Saat tiba-tiba saja tubuh Adli di jatuhkan dengan pasrah ke tubuh suaminya.

"Nggak, gue cuman lemes," jawab Adli lirih. Tatapannya kian berkunang-kunang dan membayang gelap.

Tetapi, ada rasa mual di sana yang mengharuskan Adli untuk bangun agar memuntahkannya ke wastafel. Peka dengan keadaan Adli, Arion pun segera membawa Adli ke kamar mandi di kamar milik mereka.

Cairan bening keluar, dimuntahkan oleh Adli. Lagi dan lagi, rasa pusing selalu menyerbu kepala Adli jika setelah muntah. Namun, kali ini ada yang berbeda.

Setelah membersihkan mulut Adli, tugasnya Arion segera dilaksanakan dengan merawat Adli yang sedang mengandung.

Saat dibaringkan di atas kasur, Adli meminta Arion untuk membawakannya makan. Entah apapun makanan itu, yang pasti Adli saat ini sangat pingin mengemil sesuatu agar mulutnya bisa mengunyah sesuatu, menghilangkan efek rasa mau muntah.

Dengan telaten Arion menyuapi Adli. Banyak hidangan yang sekiranya bisa Adli makan yang disajikan Arion saat ini.

Usai makan, Arion meninggalkan piring bekas di nakas depan kasur dan di sana juga ada sofa yang cukup untuk berdua. Ia kini memposisikan diri di samping Adli dan merangkul pundak Adli penuh posesif.

"Jangan sentuh gue ...," lirih Adli yang masih bersikeras tidak ingin berdekatan dengan Arion--suaminya sendiri.

Tidak mengindahkan ucapan Adli, Arion hanya diam tanpa menanggapi dan justru semakin menguatkan pelukannya.

Sampai beberapa menit kemudian, keduanya sama-sama tertidur dengan posisi duduk dan menyender pada handbord kasur.

Tiba-tiba saja, notifikasi masuk dari handphone Arion. Adli terbangun mendengar suara detingan yang cukup keras dan ia menemukan handphone suaminya itu ada di nakas samping kasur mereka.

Susah payah Adli bergerak melepaskan diri dari pelukan Arion agar tidak membangunkannya yang tertidur pulas. Dan ... akhirnya ia berhasil mengambil handphone Arion yang ada di sebelah kiri Arion.

Adli melihat dan membaca notifikasi itu. Layarnya memang di kunci, tapi jika ada pesan masuk chat itu terdapat pesan yang disampaikan.

" 'Ar, ada Tuan dan Nyonya Neandra mau ketemu sama lu juga Adli katanya. Lu keluar lagi gak abis dari kamar? Keknya lama ....' " Adli membacanya sedikit, karena sisanya terpotong, sepertinya Ibu dan Ayahnya akan membawanya perlahan lewat Arion. Duga Adli. Tetapi ia segera menyingkirkan hal itu, karena sebenarnya ia kangen dengan kedua orang tuanya.

Adli pun memutuskan bertemu dengan kedua orang tuanya tanpa membangunkan Arion.

Sesampainya di ruang keluarga, di sana sudah ada wanita dan pria yang sangat Adli kenal. Mereka Zalieva dan Gavran, orang tua Adli.

Adli duduk begitu saja di sofa yang tidak terlalu dekat dengan kedua orang tuanya. Ia menatap mereka dengan sendu, sedangkan kedua pasutri itu menatapnya terkejut.

Zalieva lebih terkejut saat mendapati wajah Sang Putra yang begitu pucat. Seperti tidak diberi makan berhari-hari.

"Evan ... kamu-sakit?" ucapnya bertanya sedikit tercekat saat mengatakannya secara ragu.

Senyum kecil terbit menatap Sang Ibu. "Evan gak sakit, Mom. Ini akibat ...," ia mengelus perutnya yang dituntun dengan tatapan Zalieva dan Gavran, "janin yang aku kandung. Dia sedikit menyusahkan ku akhir-akhir ini, mungkin karena dia mulai membesar?" lanjutnya berucap.

Lalu terdengar kekehan garing. "Oh iya, Mom, Dad. Kalian mau ketemu Arion buat apa?"

"Kenapa gak pulang? Ini udah hampir larut dan semua tamu udah pada pulang."

Sejenak hening melanda. Akhirnya Gavran membuka suara.

"Daddy dan Mommy mau bilang sesuatu, bukan cuman ke Arion sebenarnya. Tapi juga ke kamu, Nak." Gavran menjawab membuat Adli mengernyit bingung.

"Mau bilang apa?"

Gavran melirik Zalieva sebentar kemudian menatap Adli dengan sedikit mengembuskan napas kasar.

"Ini juga buat kamu, Eva."

Wanita itu hanya diam menunggu meski bingung juga.

"Anak yang ada di perut Adli adalah anak ... Daddy."

Hening langsung melanda. Tatapan kedua Ibu dan Anak itu membulat terkejut dengan sempurna.

TBC

PERJAKAKde žijí příběhy. Začni objevovat