29. Duka

101 62 49
                                    

⚠️Warning!

Nama tokoh, latar dan karakter hanyalah fiksi belaka. Beberapa data dilakukan riset sumber, mohon maaf apabila ada kekeliruan.




"Perpisahan paling menyakitkan ialah ketika kamu tidak bisa bertemu dengan raganya lagi. Dunia kita telah berbeda. Selamat jalan, ayah Dirga."




Sesuai dengan Pasal 46 ayat (2) UU ITE yang berbunyi : " Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah)."

Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, kini Arabella, Bara, dan anggota komunitas lainnya yang telah tertangkap resmi dijatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dengan denda Rp. 700.000.000,00.

Bertepatan dengan hari dijatuhkan hukuman tersebut, prosesi pemakaman Ayah Dirga dilakukan. Abel dan Bara tidak ingin melewati prosesi untuk mengantar sang ayah pulang, dengan segala cara mereka membujuk pihak kepolisian hingga akhirnya mereka mendapatkan izin luar biasa dengan syarat harus dikawal ketat dan tidak boleh menginap. Begitu Dirga selesai dikuburkan, maka kedua tahanan harus kembali ke dalam sel.

Desas desus bisikan terdengar begitu Abel sampai di pekarangan rumahnya setelah turun dari mobil polisi.

"Kasian ya Ibu Camila, kedua anaknya jadi kriminal, sedang suaminya meninggal,"

"Apa gak stress ya dia?"

"Anaknya gak tahu malu. Berani-beraninya nampakin diri setelah membuat orang tuanya stress sampai bapaknya meninggal,"

Abel tak peduli, kaki jenjangnya berhenti menatap bendera putih yang tertancap di depan pagar bambu miliknya, sedang Bara sudah berlarian menerobos orang-orang, menuju tempat dimana raga tanpa nyawa yang sudah terbujur kaku itu. Kaki jenjang Abel kembali melangkah masuk ke dalam rumah. Sedari tadi tatapannya kosong, buliran air mata tak henti-hentinya turun seolah mendefinisikan seperti apa perasaan tuannya. Karena katanya, jika bibir tak mampu berucap, setidaknya mata lah yang menggambarkan kepedihan yang dirasa.

Lutut Abel lemas layaknya jelly sesampainya di hadapan tubuh Dirga yang sedang tertidur lelap. Buliran bening itu jatuh semakin banyak, seperkian detik tangisnya semakin keras. Abel menangis, meraung sembari memanggil sang Ayah yang tak bisa bangun lagi. Setiap orang yang ada disana menatapnya dengan tatapan yang berbeda-beda. Tanpa Abel sadari, teman-teman kelasnya ada disana, bermaksud turut berbela sungkawa pada keluarga Abel.

"Gue gak nyangka Abel yang keliatan polos gitu ternyata pro player kalau soal mencuri yaa,"

"Lo ingat gak kasus Abel dulu yang dituduh nyuri make up Thaya di sekolah? Gue yakin dia beneran nyuri sih. Secara untuk bobol bank aja dia nekat,"

"Katanya bapaknya juga dulu kriminal. pemabuk, penjudi, gak heran kalau anaknya juga kayak gitu,"

Lagi-lagi suara bising dari teman-temannya mengganggunya. Sedang Abel hanya diam, fokus menatap mayat sang Ayah sebelum dikebumikan. Apa yang mereka ucapkan memang ada benarnya, tapi tidak sepenuhnya benar. Orang lain hanya bisa menilai dari cerita orang, tanpa perlu repot-repot mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu.

"Gak baik menceritakan keburukan orang yang sudah meninggal, apalagi lo bergosip persis di hadapan mayatnya. Kalau gak tahu adab melayat mending gak usah datang!" tegur Arghi tenang, namun tegas.

Abel menoleh mendengar suara itu, ternyata tak jauh di belakang Abel, ada Arghi dan teman-temannya, serta Edrea yang sedari tadi menatapnya dengan tatapan nanar. Hideki, Kaivan, Athaya dan
Nararyan juga turut hadir. Begitu retina Abel menatap retina Arghi, pemuda itu memalingkan wajah terlebih dahulu, seolah tak sudi untuk menatapnya lagi. Abel kembali menunduk, ia tahu Arghi, Rea, Kai, Hideki, dan orang-orang di sekitanya kecewa atas apa yang ia lakukan. Namun nasi telah menjadi bubur.

Bad Girl and Her SupermanOnde histórias criam vida. Descubra agora