18. Penolakan

8.7K 704 29
                                    

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤHilmi menghela napas pelan, "ayo ke ruangan aku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Hilmi menghela napas pelan, "ayo ke ruangan aku."

Laila mengerutkan keningnya tidak mengerti, apa Hilmi tidak mendengar apa yang Laila katakan? Dan untuk apa ke ruangan Hilmi?

"Ayo Ila." Ucap Hilmi lagi lalu berdiri,
"Bapak ga lihat saya lagi makan?"
"Makan di atas, ayo."
"Pak.."
"Ayo Ila!"

Laila kembali menghela napas, "Bapak duluan, nanti saya nyusul."

Hilmi menganguk, berjalan terlebih dahulu dan kembali ke lantai lima. Dia tadinya berniat untuk makan siang di warteg biasa, Zildan sudah ada di sana sejak tadi. Sampai di lantai lima, Hilmi mengeluarkan ponselnya dan memberi tau Zildan jika dia tidak jadi menyusul dam menyuruhnya untuk segera kembali. Hilmi berjalan ke arah pantri, membuat dua minuman untuknya dan Laila.

Beberapa menit kemudian, terdengar suar lift terbuka, Laila keluar dari sana dan berjalan ke arah ruangan Hilmi.

"Sini Laila." Panggil Hilmi,

Laila menoleh, mengangguk lalu berjalan mendekat, masuk ke pantri dan duduk di depan Hilmi.

"Tunggu sebentar, biar kita ngobrol ditemani Zildan. Tunggu jangan kemana-mana, aku mau ambil sesuatu di ruangan aku." Pesan Hilmi diangguki Laila.

Hampir sepuluh menit menunggu, yang datang ke pantri pertama adalah Zildan. Pria itu menghela napas lalu duduk agak jauh dari Laila.

"Kayanya kita harus minta jam istirahat lebih banyak, si Hilmi lama-lama ngeselin juga nyuruh-nyuruh pas jam istirahat." Keluh Zildan diangguki Laila,

"Pak, kalo misal saya keluar sebelum masa training selesai, ga ada denda kan ya?" Tanya Laila,
"Kamu mau keluar?"
"Kayanya iya."
"Kurang tau sih, cuma nanti kalo kamu mau keluar, biar aku yang urus. Aku ngerti apa yang kamu rasain."
"Terima kasih, Pak."
"Zildan aja, La. Kita seumuran kan."

"Ga. Jangan panggil nama dia." Ucap Hilmi masuk ke pantri tanpa mengucapkan salam.

"Ya elah, posesif banget, bukan siapa-siapa juga,"

Hilmi duduk di depan Laila, sedikit jauh. Dia memberikan sebuah dokumen kepada Laila tanpa mengatakan apa pun. Laila menerimanya dengan bingung.

"Itu rencana aku kalo kamu terima aku, dari mulai lamaran, persiapan pernikahan, jumlah mahar, jumlah uang yang bakal aku keluarkan buat pernikahan, dan beberapa detail lainnya. Juga rencana setelah kita menikah, ada juga rincian aset yang aku punya, aset yang benar-benar atas nama aku, bukan Ayah atau Bunda. Dan beberapa hal yang mungkin bisa buat kamu yakin untuk terima aku. Kamu baca dulu aja." Ucap Hilmi menjelaskan kebingungan Laila.

"Bapak ini ga ngerti ya sama ucapan saya sebelumnya?" Tanya Laila,
"Ucapan yang mana?"
"Saya janda, Pak."

Hilmi mendengus, "ya terus kenapa kalo janda? Justru karena kamu janda aku berani lamar kamu. Kamu bukan istri orang kan? Apa masalahnya?"

HiLalWhere stories live. Discover now