22. Sah!

11.8K 810 53
                                    

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤSatu setengah bulan berlalu dengan cepat, Hilmi sudah berada di Malang dan besok adalah hari pernikahannya dengan Laila

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Satu setengah bulan berlalu dengan cepat, Hilmi sudah berada di Malang dan besok adalah hari pernikahannya dengan Laila. Hilmi terus mendesah gusar, apa semua calon pengantin gugup  begini? Rasanya Hilmi tidak bisa melakukan apa pun kecuali menghela napas.

"Santai aja, Bang. Jangan dipikirkan atau dibayangkan, nanti malah semakin gugup." Ucap Hakim duduk di sampingnya sambil membawa dua gelas teh manis hangat untuknya dan Hilmi.

"Kamu gugup ga waktu akad?" Tanya Hilmi,
"Iya lah."

Hilmi kembali menghela napas. Ada kejadian tidak terduga minggu lalu. Adiknya, Hakim, tiba-tiba menikah dengan gadis pilihannya pada Jum’at minggu lalu, Hakim awalnya hanya berniat untuk mengkhitbah wanita pilihannya, tapi diluar rencana, ayah dari calonnya malah menikahkan mereka keesokan harinya.

"Udah malam pertama belum, Kim?" Tanya Hilmi tiba-tiba membuat Hakim tersedak, Hilmi malah tertawa melihatnya, sedangkan Hakim menepuk dadanya pelan sambil terus terbatuk.

"Katanya malam pertama sakit, emang iya?" Tanya Hilmi lagi,
"Apaan sih Bang, kenapa bahas itu?"
"Ya kan tanya aja, yang sakit cewe doang atau cowo juga?"
"Bang, astaghfirullah!"

Hilmi kembali tertawa, sebenarnya dia hanya mencoba menghilangkan rasa gugupnya. Hakim tidak menjawab, kenapa malah membahas malam pertama, pikirnya.

"Kamu amalkan kitab fathul izar kan?"
"Abang! Udah lah malas aku temenin kamu, tadinya aku temenin biar ga gugup malah bahas gituan!"

Hilmi kembali tertawa, kali ini lebih lepas, "halah, kaya ga pernah belajar fathul izar aja, kita kan pernah bahas itu rame-rame sama santri, ditanya gitu aja kok malu."

Hakim kesal langsung meninggalkan Hilmi sendirian di teras ndalem. Lebih baik bercanda dengan istrinya daripada mengobrol aneh dengan abangnya, pikir Hakim.

Hilmi sekali lagi menghela napas, "tapi, Laila janda, nanti dia sakit juga ga ya?" Gumamnya pelan lalu terkekeh dan memukul kepalanya sendiri.

"Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah."

Hilmi langsung bangkit dan membawa teh manis yang Hakim buat ke dalam, lebih baik dia tidur cepat malam ini, agar besok pagi dia lebih segar.

Keesokan harinya, setelah sholat subuh, Hilmi, ayah dan bunda langsung bersiap untuk pergi ke hotel tempat diadakannya pernikahan Hilmi dan Laila. Mereka akan ganti baju dan make up di hotel, akad akan dilaksanakan pukul delapan pagi.

"Kamu ga ikut sekarang aja?" Tanya Hilmi kepada Hakim,
"Nanti aja sama bukde pakde, lagian Asya lagi ga enak badan, kasihan kalo pergi jam segini,"

Hilmi mengangguk, berpamitan dan pergi bertiga dengan orang tuanya.

Di dalam mobil, Hilmi mengendarai mobilnya sendiri tanpa supir, ayah di sisinya dan bunda di belakang.

"Yah." Panggil Hilmi,
"Hm,
"Malam pertama sakit ga, Yah?"

HiLalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang