Chapter 2. What's Wrong With You?

29 6 1
                                    


Jika malam mampu membiaskan hati masing-masing penghuni semesta,
kau pasti tahu bagaimana caraku memandangmu.
Sayangnya, malam tak memiliki kuasa.

-Sybil Xalvadora-


Amethyst Town,

Ezar memberi isyarat pada Sybil untuk masuk satu persatu ke dalam bar tua yang hanya beroperasi di malam hari. Sementara Karl dan Oxa sudah berada di dalam, berpura-pura tidak saling kenal, duduk di meja masing-masing dengan segelas bir yang tidak akan pernah bisa membuat mereka mabuk.

Bukan tanpa alasan mereka berempat di sana. Kabar akhir-akhir ini mengenai perdagangan darah manusia yang dilakukan sekelompok iblis pada vampir membuat mereka mengambil tindakan.

Sebagai kelompok yang menamakan diri mereka dengan sebutan Demon Sire, perbuatan menjijikkan seperti itu tidak akan pernah bisa mereka ampuni.

"Jangan melakukan hal yang berbahaya," ucap Ezar pada Sybil sebelum langkahnya masuk ke pintu bar.

Sybil memutar kedua bola matanya. Sejak kapan kehidupan mereka tidak bersinggungan dengan bahaya?

Di dalam, bar itu penuh dengan asap yang berasal dari cerutu dan rokok yang dihisap oleh sebagian besar penghuninya. Lampu-lampu yang ditempel di sisi-sisi dinding membiaskan cahaya kuning, tanpa ada lampu utama yang membuat bar itu terlihat remang-remang.

Sybil masuk dengan santai. Sorot matanya mengedar pada ruangan yang tidak begitu besar itu. Karl sedang membaca koran di meja paling dekat dengan meja bar. Meskipun begitu, telinganya awas untuk mendengarkan percakapan dari beberapa orang yang duduk di meja depannya.

Oxa juga sedang mengawasi sekitar di meja paling belakang. Dia selalu merasa nyaman untuk mengambil posisi paling belakang agar bisa melihat detail dari kejadian yang sedang diintai.

Berbeda dengan Ezar yang memilih di meja bar, bersebelahan dengan satu iblis berpawakan besar dengan kepala botak dan berkerut di bagian bawah dekat leher. Tatapannya tajam mengarah pada Sybil yang di matanya terlihat seperti sedang mengendap-ngendap, persis seperti Dixie yang sering mengendap di kebun catnipnya.

"Sialan!"

Semua orang menoleh serentak pada seruan dari meja yang berada tepat di depan Karl. Salah satu dari mereka menatap tajam pada Sybil yang tidak sengaja menendang tulang keringnya. "Cewek sialan! Kau tak punya mata, huh!?"

Sybil membalas tatapan pria berhidung bengkok itu dengan seringai menggoda. Salah satu andalannya adalah menarik perhatian sang lawan sebelum akhirnya mematahkan lehernya dengan mudah.

Tentu saja itu hanya sebuah kiasan, tapi ia sungguh-sungguh dalam hal memanipulasi calon korbannya. Sebagai seseorang yang menyebut dirinya sendiri dengan sebutan bitch, ia merasa puas saat mengalahkan korbannya dengan cara yang tak terduga.

"Hei, jangan kasar dengan perempuan!" seru pemuda di sebelah pria berhidung bengkok yang tetap duduk bersandar dengan melipat tangannya di depan dada. Kedua matanya memindai Sybil dari atas ke bawah. "Warlock," ucapnya.

Sybil tersenyum. Ia telah menentukan targetnya. Sementara itu, di meja bar, Ezar masih menatap penuh awas pada semua pergerakan Sybil.

"Tidakkah kawanmu ini terlalu kasar? Kakinya menjulur sampai membuatku tersandung, bukankah seharusnya aku yang marah?"

Sudut bibir Ezar tersentak sinis. Jika saja dia bisa mengomentari sikap Sybil saat ini, dia pasti telah berteriak what the hell sekencang-kencangnya.

"Kau mau bergabung dengan kita, Manis?" tawar pemuda itu sambil menyeret sebelah kursinya yang tidak berpenghuni.

"Well, tentu saja. Lagipula aku juga sendirian. May i?" Suara Sybil benar-benar dibuat menggoda dengan desahan tipis di beberapa titik kalimatnya.

Pandoraverse : The Warlock and The Demons Destruction [ TAMAT ]Where stories live. Discover now