Chapter 34. Final Battle

6 1 0
                                    


Karena tak ada lagi alasan lagi untuk pergi,

bolehkah untuk saat ini dan seterusnya aku kembali?

Tak harus bersamamu, hanya perlu untuk selalu melihatmu.

-Zadkiel Eleazar-


Prediksi mengenai keberadaan pedang Lucifer memang benar adanya. Ezar menyentak kakinya lebih keras, pusaran air yang berada di dasar danau semakin membuat tubuhnya seakan diremas kencang. Kutukan yang tersebar di danau ini telah memberikan reaksi dalam tubuhnya, menelusup melalui pori-pori, mengacaukan beberapa hal yang ada di dalamnya.

Sesaat Ezar menertawakan usahanya untuk mengakhiri hidup selama ribuan tahun, nyatanya dia justru menemukan jalan semudah ini, dan poin utamanya dia masih bisa memberikan kontribusi yang besar pada kelangsungan entitas iblis.

Meskipun, sebenarnya ada sedikit keraguan untuk menjalankan rencana utamanya itu. Mungkin jika dia mengabaikan semua risiko perihal keberadaan dirinya di bumi, dan alasannya ketika dia menyerahkan sebelah sayapnya pada Lucifer, apakah dia bahagia bersama dengan Demon Sire. Bisakah?

Entah karena efek samping dari danau terkutuk ini, keraguan itu semakin besar saat dia hampir menyentuh dasar danau, tempat pedang itu berada. Mungkin ini bagian dari kutukan yang dikatakan Oxa tadi? Membunuhnya perlahan dengan rasa sesak pada semua hal yang telah dilakukannya; bahkan penyesalan saat dia memutuskan untuk terjun begitu saja ke dalam danau.

Ezar menggelengkan kepalanya cepat. Pikiran remeh itu segera dibuang jauh-jauh. Misinya kali ini lebih penting jika dibandingkan dengan keinginan kecil yang jelas akhir ceritanya telah dia tetapkan sejak awal.

Tangan ezar menggenggam gagang pedang. Sentakan energinya membawanya jauh ke dalam tempat yang tak memiliki ujung. Hanya semburat putih yang terlihat, membuat matanya terpaksa untuk memicing. Kebingungan menjadi hal utama yang dia rasakan saat ini. kemana perginya air dan ganggang danau yang menjulur lebat tadi? Bahkan pedang yang telah digenggamnya juga lenyap.

"Putra surga dan neraka, apa yang kau harapkan di sini?"

Ezar berputar, mencari gema suara yang menyambutnya. Tak ada siapa pun, namun dia mengenali sosok suara itu, Lucifer. "Pak Tua, kau kah itu? terakhir mendengar suaramu tampaknya tidak semerdu ini?"

"Rumor mengatakan bahwa kau adalah nephalem yang tidak bisa diatur. Sekarang aku memahami kenapa rumor itu beredar. Suara yang kau dengar terakhir kali, pasti adalah sisi Lucifer lainnya."

Ezar mengerutkan keningnya. Terlihat memutar otaknya dengan maksud dari sisi lain dari Lucifer, sampai akhirnya dia menyadari bahwa Lucifer adalah sosok malaikat murni sebelum dilempar turun mejadi penghuni dunia bawah. "Sisi malaikat Lucifer, atau yang sering disebut kebaikan Lucifer, benar?"

"Kau memahaminya sekarang. Katakan, apa yang kau inginkan?"

Ezar tak yakin harus menghadap kemana. Dia terus berputar-putar, mencari titik pusat dari suara kebaikan Lucifer berasal. "Pedangmu. Aku harus menariknya ke atas danau agar entitas iblis bisa terselamatkan."

"Untuk apa diselamatkan?"

Ezar menghela napasnya dalam-dalam. Pertanyaan yang cukup membuatnya kesal. "Tentu saja agar aku dan teman-temanku yang lain tetap hidup. Kau kira kami akan menyerah begitu saja?!"

"Bukankah kau telah memutuskan untuk mati? Jadi, buat apa kau menenggelamkan dirimu di sini hanya untuk menarik pedang karatan yang tidak ada artinya?"

"Well... kau rupanya pengintip pikiran juga. Tentang keputusanku untuk mati, yah... aku tidak menyangkal. Tapi aku tidak ingin melihat orang-orang yang aku sayangi musnah begitu saja."

Pandoraverse : The Warlock and The Demons Destruction [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang