Chapter 6. My Universe

24 7 1
                                    


Semesta memang terkadang gemar bercanda pada kita
Seperti saat ini, ketika cinta bahkan tidak bisa diungkapkan.

-Zadkiel Eleazar-


Pemuda itu mengamati Sybil dari atas ke bawah. Tubuh kecil Sybil yang berhasil menjatuhkannya dengan mudah terlihat menahan amarah di depannya. Jelas, Sybil tidak terima kalau ia disebut sebagai bagian dari Thalon yang selama ini selalu menjadi musuhnya.

"Kau berdarah iblis," ucap pemuda itu.

"Kau bodoh ya?! Tidak semua makhluk berdarah iblis menjadi teman si jelek itu!" Sybil masih meraung marah. Di sebelahnya, Dixie menatap waspada pada atap-atap bangunan yang terlalu tinggi untuk tubuh kecilnya.

Kalian bisa berhenti berdebat? Thalon itu masih ada di sekitar sini!, Dixie berkata pada Sybil.

"Dia yang membuatku marah, Dixie! Menyebalkan sekali!" Sybil menatap kesal pada Dixie.

"Kau berbicara dengannya?" tanya pemuda itu. Panah cahaya yang beberapa waktu tadi masih terlihat di gengamman tangannya, kini telah menghilang. Tampaknya, dia tidak lagi menganggap Sybil sebagai ancaman.

Sybil mendengkus. Ia benar-benar tidak suka dengannya. "Dixie, tunjukkan wujud aslimu agar aku tidak dianggap gila oleh orang sinting itu!"

"Hei! Siapa yang kau sebut sinting? Aku punya nama!"

Sybil menyeringai. "Oh ya? Jadi, siapa namamu, Sinting?"

Pemuda itu menghela napas. "Kenapa? Kau mulai tertarik padaku sampai menanyakan namaku?"

"Apa!? Wah! Kau memang benar-benar sinting! Setelah hampir membunuhku, kemudian kau bilang aku tertarik padamu?? Sampai dunia kiamat aku tidak akan pernah tertarik padamu, Nephilim sialan!"

"Ars! Namaku bukan sinting atau sialan, namaku Ars, Arseus!"

Dixie menggeram di sebelah Sybil, matanya awas memandang pada atap pertokoan yang ada di belakang Ars. Dalam sekejap, tubuh mungil kucingnya berubah menjadi sesosok monster besar berwarna hitam dengan sorot mata merah menyala. "Awas di belakangmu!" seru Dixie.

Ars melompat cepat. Jubah hitamnya terkena cipratan lendir Thalon dan membuatnya mendesis tidak senang. "Kau bisa bicara?" tanyanya spontan pada Dixie.

Dixie hanya menoleh sebentar, tapi tidak menjawab. Dia telah menyerang iblis Thalon dengan cakar besarnya.

"Dixie hanya bisa bicara saat berada di wujud aslinya. Selama menjadi kucing, hanya aku yang bisa mendengarnya," ucap Sybil.

Dixie bergelung di jalanan berbatu dengan Thalon. Meskipun kuat, tapi Dixie tidak tahan dengan bau Thalon yang menyengat. "Sybil, cepat!" seru Dixie, masih dengan menahan napasnya.

"Maledictum," lirih Sybil dengan mengarahkan energi sihirnya pada Thalon yang sedang ditindih oleh Dixie.

Sekejap, Thalon itu menggelepar menahan rasa sakit karena mantra yang telah dirapal oleh Sybil. Seringai kejam terukir di wajah gadis itu, jelas sekali ia menikmati pemandangan di depannya.

Suara ketukan langkahnya terdengar menggema saat menapak jalan bebatuan. Sedikit berjongkok, ia menatap Thalon yang sedang memohon untuk diselamatkan dari tatapan matanya.

"Well, kau tahu aku tidak suka makhluk lain menganggap kita yang berdarah iblis ini menjadi terlihat jahat, kan? Tapi kau dan kaum rendahanmu itu terus saja membuat masalah." Sybil menoleh pada Ars yang merasa bingung dengan situasi ini. "Kau yang mau menyelesaikan atau aku?"

Ars bergerak. Panah cahaya telah kembali di genggaman tangannya. "Terima kasih, warlock!"

Sybil berdiri, memberi ruang untuk Ars yang akan mengakhiri pertempuran kecil malam ini. "Just call me Sybil."

Pandoraverse : The Warlock and The Demons Destruction [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang