05

498 51 8
                                    





Tingkah gadis remaja itu terlihat beda dari biasanya, lebih banyak murung dibandingkan enerjik. Dan itu tentunya tak luput dari pandangan kedua temannya.

“Tin, lu kenapa? Dari tadi kita liatin kayak yang ga bersemangat gitu?” Ashel angkat suara karena dia sungguh penasaran dengan Kathrina hari ini.

Marsha mengangguk, setuju dengan apa yang dikatakan Ashel, “Ga biasanya lu murung gini. Kayak orang yang lagi sawan tau.”

Tidak menjawab, Kathrina mendengus sebal, menatap Marsha garang.

“Gue kepikiran Kak Gita. Dari kemarin dia ga ngabarin gue.” Ucapnya sedih.

“Lho, emang kalian ada something special kah?” sahut Marsha.

“Harus banget ya ada hubungan kalo mau ngasih kabar?” Kathrina menatap Marsha tak percaya, sekilas dia melirik Ashel untuk memastikan.

“Gimana ya Tin, yang dibilang Matcha ada bener nya juga.” Ujar Ashel.

“Ishh... masa gue harus nikung Kak Indah supaya gue ada hubungan sama Kak Gita.” Setelah menyelesaikan kalimatnya, Ashel dan Marsha bergantian menjitak kening Kathrina yang membuat sang empu protes tak terima.

“Lho... kok jadi nyerang sih?!!!”

“Kalo kata gue lu nyebut deh Tin.” Saran Marsha.

“Nyebut apa? Nama Kak Gita? Udah sering kok, sebelum tidur gue berdoa sama tuhan biar kita jadi jodoh.” Jawab si gadis Leo diakhiri cengiran khasnya.

“Udah terlalu bucin akut kayaknya ini anak.”

“Bukan kayaknya lagi sih cel, Kathrin emang udah bulol.” Timpal Marsha.

“Ini kalian ga ada yang mau dukung gue gitu? Ga setia kawan banget lu berdua.” Berdecak sebal, kedua tangannya di lipat dengan wajah yang kentara kesal.

“Ga gitu Kathrina Irene.... tapi ini momen nya kurang pas gitu lho, lu sukanya sama orang yang udah punya pawang.” Jelas Ashel.

Marsha mengangguk, setuju dengan apa yang dikatakan Ashel. “Lagian kenapa sih lu bisa suka sama Kak Gita? Orang kayak kulkas gitu, mana apatis lagi.”

“Pokoknya Kak Gita itu beda dari yang lain.” Senyum Kathrina mengembang, ingatannya kembali berkelana ke masa dimana dia pertama kali bertemu sang pujaan.

“Meng, liat deh temen lu lagi ngehalu lagi tuh.” Bisik Ashel pelan seraya memperhatikan Kathrina.

“Bener cel, liat tuh cengar cengir sendiri.”


☆☆☆☆☆



Termenung di depan pintu kaca sebuah studio, cukup lama dia berdiri disana. Menimang untuk masuk atau tidak. Jujur saja, ini bukan seperti dirinya—menghindari seseorang tanpa sebab yang jelas.

Ditengah lamunannya, tepukan di bahu membuat kesadarannya kembali. “Kak! Ngapain bengong di depan pintu? Ayo kita masuk sekarang, yang lain udah nungguin.”

Tangannya ditarik masuk ke dalam studio oleh orang yang baru saja menegurnya. Tanpa berkutik, dia mengikuti langkah cepat orang di depannya.

“Semuanya udah kumpul ya Zee?” akhirnya dia bersuara.

Mengangguk, “Tinggal kita doang.”

Kini mereka sampai di salah satu ruang studio yang diubah sedemikian rupa agar bisa menjadi tempat berkumpul yang nyaman.

Disana sudah berkumpul beberapa orang yang terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang tengah bermain game di sofa, ada pula yang sibuk memainkan gitar dengan bersila di karpet dan juga jangan lupa dua orang sibuk mengacak-acak isi kulkas di pojok kanan ruangan itu.

NelangsaWhere stories live. Discover now