12

479 41 24
                                    

Laju motor terasa pelan, entah perasaannya atau bagaimana namun dia rasa jika sang pengendara motor sengaja menjalankan motornya dengan kecepatan rendah.

“Yang tadi temen kamu ya?” Pertanyaan tak terduga lolos dari bibir yang lebih tua.

“Hah?! Gimana kak?” hanya ingin memastikan jika dirinya tidak salah dengar.

“Cantik-cantik kok budeg.” Gumam Gita, dia mengambil napas pendek.

“Cowok yang tadi temen kamu ya?” kembali mengulang pertanyaannya, kali ini intonasinya dinaikkan sedikit.

Dia sekilas melirik Kathrina lewat kaca spion, gadis itu tersenyum tipis—menambah kesan manis. ‘Apaan sih Git?!’

“Iya, namanya Loudi. Tapi kita beda kelas.” Jawab Kathrina masih dengan senyum di bibirnya.

“Perasaan kakak cuma nanya dia temen kamu atau bukan, kakak ga nanya siapa namanya.” Sewot Gita, entah kenapa dia tak peduli siapa pemuda itu.

For your information aja sih kak,” Terkekeh pelan, respon Gita diluar dugaannya.

“Tau ga kak?”

“Engga, kamu belum kasih tau.”

“Ish... Harusnya kakak bilang 'apa' gitu.” Pukulan kecil mendarat di salah satu pundak Gita.

Yang lebih tua terkekeh setelah melihat ekspresi cemberut dari gadis itu lewat spion.

“Apa? Kenapa? Ada apa?” Kali ini dia merespon sesuai dengan keinginan Kathrina.

“Tau ah, pundung aku sama Kak Gita.” Kathrina sedikit memundurkan badannya, lalu melipat kedua tangan di dada.

Gerakan mendadak itu mengakibatkan motor Gita sedikit oleng, “Eh... kamu pegangan yang bener! Nanti kita jatuh bahaya...”

Teguran dari yang lebih tua membuat gadis remaja itu kembali memegang erat kedua sisi jaket Gita.

“Udah kakak bilang, pegangannya yang bener Kathrina...” dengan cepat, tangan kiri Gita menarik lengan gadis yang berada di boncengannya, menuntun agar lengan itu memeluk pinggangnya.

“Emangnya susah ya pegangan kayak gini?”

“Eh...” Jujur saja, Kathrina sedikit terkejut. Otaknya berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

Gita kembali fokus ke jalanan, namun berbeda dengan Kathrina yang tengah bergelut dengan pikirannya sendiri.

Cukup lama gadis itu melamun, sampai dia sadar jika jalan yang diambil Gita bukan jalan menuju rumahnya.

Mengerutkan keningnya dalam, “Kak, rumah aku arahnya bukan kesini deh.”

“Iya, kita singgah dulu ke tempat ibunya kakak sebentar gapapa kan?”

Kathrina mengangguk, dia tidak masalah jika Gita mengajaknya pergi kemana saja, asal dia pergi bersama kakak alumni sekolahnya itu.








Memakan waktu sekitar limabelas menit untuk sampai di tempat tujuannya. Dia memarkirkan motornya di parkiran yang tersedia, turun dari motor diikuti gadis Leo.

Sejenak, Kathrina memperhatikan bangunan putih yang cukup tinggi dan luas itu—terlihat seperti rumah sakit, tapi sedikit berbeda.

“Ayo kita masuk ke dalam.” Menarik lembut lengan Kathrina, Gita mengajak gadis itu untuk masuk ke dalam bangunan dimana sang ibunda berada.

Ketika keduanya masuk ke dalam, beberapa perawat menyapa Gita ramah dan tersenyum ramah juga kepada Kathrina.

Jika diperhatikan dari interaksi Gita dan para perawat disini, sudah dipastikan bahwa dia sering berkunjung ke tempat ini. Bukan hanya perawat, beberapa orang berbaju pasien pun menyapa Gita, kadang diantara mereka ada yang langsung memeluk tubuh Gita saat disapa.

NelangsaWhere stories live. Discover now