10

430 40 17
                                    



Selasa, mungkin akan menjadi hari sial bagi Gita. Bagaimana tidak, dari pagi motornya ngadat—sebentar maju dan lama berhenti, itu membuat dia tidak bisa mengantarkan Indah ke kampus.

Tapi entah darimana, Oniel muncul menawarkan tumpangan untuk Indah agar pergi ke kampus bersamanya. Dalam hati ingin melarang tapi dia tidak bisa egois sehingga pada akhirnya Gita mengalah, membiarkan Indah berangkat bersama Oniel, dengan dia yang mengutak-atik mesin motor sebisanya.

Lalu saat dia sampai di kampus, jam sudah menunjukkan jika kelasnya sudah lewat setengah jam yang membuat absen di salah satu matkulnya.

Bukan hanya itu saja, siang tadi Gita mendapat teguran dari pihak akademi perihal beberapa nilainya yang sedikit anjlok dan itu akan berpengaruh pada beasiswanya jika nilainya semakin menurun.

"Hah..... gini amat sih..."

Kasar sekali helaan napas si Cancer, kali ini motor scooter kesayangannya kembali mogok, ditambah hujan yang tiba-tiba mengguyur kota dengan derasnya. Tapi untungnya Gita masih sempat berteduh di halte.

“hp mati, motor mati, ini mah tinggal nunggu gue aja yang mati...” kalimat itu terdengar sarat akan putus asa. Netra kelamnya menatap lurus ke jalanan yang terguyur hujan.

Langit semakin gelap dan hujan pun seakan enggan untuk berhenti. Udara semakin turun, membuat tubuh basah itu menggigil kedinginan. Gita tak tau sekarang sudah jam berapa, namun dia yakin jika dia sudah berjam-jam berdiam diri di halte.

“Gaji gue bisa dipotong kalo hari ga masuk kerja.” Gita baru ingat, hari ini dia ada sift kerja di cafe milik Jinan.

“Sumpah, hari ini kenapa gue apes banget sih?!” bertanya pada angin, tangannya mengacak-acak rambut frustrasi.

Ditengah kefrustrasiannya, sebuah mobil berhenti di hadapannya. Perlahan kaca hitam itu turun dan memunculkan sosok yang tak asing baginya.

“Motor lu mogok Git?” anggukan lemah menjadi jawaban dari Gita.

Sang pengemudi bergegas turun dari mobilnya, berjalan menghampiri Gita yang masih berdiri di halte.

“Kenapa ga telpon Olla?”

“Hp gue mati ci, baterainya low. Ci Gre sendiri abis darimana?”

Gracia mengeluarkan ponselnya dari balik saku jaket yang ia kenakan, “Udah nganterin Ci Shani balik, bentar gue telpon Olla dulu, biar dia bawa motor lu ke bengkel.”

Gita mengangguk patuh, membiarkan Gracia menelepon Olla.

Tak membutuhkan waktu lama untuk meminta Olla agar segera mengambil motor Gita.

“Ayo, gue anter lu ke tempat Jinan. Lu ada sift kan disana?”

“Tapi motor gue gimana ci?”

Gracia tau, Gita pasti akan menolak tawarannya, tapi dia tidak akan membiarkan Gita berdiam diri di halte.

“Udah lu ga usah khawatir sama motor lu, ntar Olla kesini buat bawa motornya, dia lagi di jalan katanya.” Dengan cepat Gracia menarik tangan Gita agar ikut masuk ke dalam mobilnya dan Gita pun pasrah mengikuti langkah pendek Gracia.


☆☆☆☆☆


Keributan terjadi di salah satu meja, dengan segera ia menghampiri meja bernomor lima dengan seorang pemuda yang terlihat melayangkan protes terhadap salah satu stafnya.

Sang staf hanya menatap datar pemuda itu, seakan tak terpancing apa pun.

Jinan yang melihat itu pun mendekati Gita, menatap Gita penuh tanya, “Ini ada apa?” gestur mulutnya bergerak meminta penjelasan.

NelangsaWhere stories live. Discover now