14

378 31 7
                                    

Halaman depan rumah Indah kini ramai oleh beberapa orang. Mereka terlihat sibuk memasukkan barang-barang ke dalam dua mobil yang berbeda.

"Eh Bram! Bantuin dong, jangan diem mulu." Pinta Oniel yang tengah mengangkat sebuah koper cukup besar, entah punya siapa.

"Bentar elah, lagian itu koper siapa sih? Gede banget." Bram—anak fakultas teknik, berdiri dari duduknya dan menghampiri Oniel.

"Itu punya gue." Sahut Chika galak, dia menatap tajam Bram.

"Bawa apa aja sih? Kita mau pengabdian bukan mau liburan." Dumel pemuda itu seraya memasukkan koper ke bagasi.

"Ngomel mulu lu bang, suka suka Kak Chika lah." Timpal Ara yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Chika.

"Diem lu bocah, gue senior lu."

"Dih, si paling senior emang."

"Udah udah... ini kenapa kalian jadi ribut sih? Terus kamu juga kenapa kesini Ra?" adu mulut antara Bram dan Ara cukup membuat gadis itu pening.

"Ya mau nganterin Kak Chika lah, apa lagi emang?" diraihnya tangan Chika lalu ia genggam.

"Malah pacaran." Bram kembali melayangkan komentarnya. Pemuda itu memilih membantu Oniel dan Frans yang terlihat masih sibuk menata barang.

Sementara itu, sang pemilik rumah baru saja keluar dari dalam rumahnya, diikuti Gita di belakangnya.

Si Cancer terus saja mengikuti kemana pun Indah pergi.

"Kamu beneran mau berangkat sekarang?" Entah sudah berapa kali Gita menanyakan hal yang sama dan itu membuat Indah sedikit pusing.

Pagi-pagi sekali Gita sudah berada di rumahnya, membantu Indah mempersiapkan barang bawaan yang kurang. Dan sampai sekarang dia terus saja menempel, seakan tak ingin ditinggalkan.

"Aku kan udah bilang dari kemarin." Ditatapnya Gita yang sekarang tengah menunjukkan ekspresi lesunya.

"Ga bisa diundur gitu jadi besok atau lusa?" Pukulan pelan mendarat di pundaknya.

"Emang aku anaknya rektor? Yang bisa seenaknya minta jadwal kegiatan?" percayalah, Indah merasa jika orang di hadapannya ini bukanlah Gita yang dia kenal. Seperti ada yang salah dengan kulkas berjalan itu.

"Aku kenal kok sama anaknya rektor yang sekarang. Mau aku bantu biar jadwalnya diundur?"

"Git, kamu kenapa sih? Hari ini kamu aneh banget tau? Aku mau pergi KKN, bukan mau selingkuh." Intonasinya sedikit jengkel karena tingkah sang pacar yang berlebihan itu.

Gita yang mendengar itu pun bungkam, dia sadar jika tingkahnya memang berlebihan. Tapi dia tak bisa memungkiri jika kekhawatirannya itu semakin bertambah.

"Hei, Listen... disana aku ga sendirian, ada temen temen yang lain juga, ada Oniel juga. Jadi kamu ga usah khawatir." Kedua tangannya menangkup pipi Gita, diusap lembut pipi tirus itu.

'Justru itu yang bikin aku khawatir...' Batin Gita yang tak akan pernah bisa ia utarakan.

Sejenak memejamkan matanya, menikmati usapan lembut di kedua pipinya.

"Kalo aku minta kamu buat ga terlalu deket sama Oniel, gimana?" Permintaan Gita mengundang kerutan di dahi gadis Jambi itu.

Segera telapak tangannya memeriksa suhu tubuh Gita, mulai dari dahi, pipi dan leher.

"Ga panas, tapi kamu beneran aneh tau... gimana bisa aku jauh dari Oniel? Sedangkan kita satu kelompok."

Gita hendak membuka mulutnya, namun ditahan oleh telapak tangan Indah yang membungkam mulutnya.

NelangsaWhere stories live. Discover now