20

467 49 17
                                    



Semenjak insiden jatuhnya Indah di gudang, Oniel semakin protektif terhadap gadis berdarah Jambi itu.

Kemana pun Indah pergi, dia pasti mengikuti gadis itu. Seperti sekarang, Oniel memaksa Bram agar bertukar kelompok dengannya untuk bisa memantau Indah setiap saat.

“Bram, gue pindah ke kelompok lu ya?” pinta Oniel saat mereka berdua berada di pekarangan rumah Pak Kades.

“Apaan sih Niel?! Dari kemaren minta tukeran kelompok terus.” Pemuda itu menatap Oniel heran, sedikit mengganggu aktivitas Bram.

“Biar gue bisa sekelompok sama Indah, terus lu bisa sekelompok juga sama Frans.” Mendengar itu, Bram mengerutkan keningnya.

“Lah, kok jadi bawa-bawa Frans?” senyum smirk terlihat jelas di sudut bibir Oniel. Segera dia merangkul pemuda yang tengah duduk di atas dipan.

“Jangan denial lu Bram, gue tau kalo lu lagi berusaha deketin dia, ya kan?” Bisik Oniel tepat di telinga pemuda itu. Dan seketika tubuh Bram menegang.

Tawa Oniel pecah setelah melihat respon Bram, tangannya pun menepuk pundak pemuda manis itu, “Keliatan banget tau.”

Sudah kepalang ketahuan, akhirnya Bram pun pasrah.

“Okay fine! Kita barter kelompok.” Putus Bram dengan sedikit terpaksa. Senyum lebar langsung menghias wajah Oniel.

“Tapi lu jangan kasih tau Frans soal ini.”

“Nope, ga gue kasih tau juga dia udah tau.”

“WHAT THE—?!” Mata Bram otomatis membulat setelah mendengar penuturan Oniel, dia menatap lawan bicaranya tak percaya.

Tawa renyah Oniel menggema, “Panik banget bang keliatannya.”

Sadar jika Oniel mengerjainya, dengan kesal Bram memukul punggung cukup kencang.

“Kalo sampai Frans denger dari orang lain, lu orang pertama yang gue kejar Niel!” Seakan belum puas, cubitan mematikan mendarat di paha Oniel.

“Anj—sakit woiii!!” enggan peduli, Bram pun bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam rumah. Saat di depan pintu masuk dia berpapasan dengan Indah.

“Ndah, urusin tuh manusia ga jelas itu.” Ucapnya sedikit ketus sambil menunjuk Oniel dengan menggunakan dagu.

Indah yang tak tau apa-apa hanya mengernyit bingung, “Hah? Kenapa sih tuh anak?” gumam Indah pelan seraya menatap punggung Bram yang menghilang di balik tembok dapur.

Tak ingin ambil pusing, Indah berjalan keluar—menghampiri Oniel yang kebetulan masih duduk di teras depan.

“Bram kenapa Niel? Keliatannya dia kesel banget sama kamu.” Tanyanya, dia duduk di samping Oniel.

Menggeleng pelan dengan masih tertawa geli, “Biasa ada yang ketauan suka sama pak ketua.”

Indah mengangguk paham, tak perlu dijelaskan pun mereka sudah tau siapa yang dimaksud. Bukan lagi rahasia jika Bram terlihat menyimpan minat lebih pada Frans. Kentara sekali tingkah pemuda manis itu.

“Padahal semua orang juga udah tau, termasuk Frans. Tapi dianya aja yang ga peka.” Tapi terus terang, Oniel penasaran dengan respon si ketua.

Frans terlihat biasa saja bahkan setelah mengetahui jika Bram menaruh hati pada pemuda sipit itu.

“Kita ga tau isi hati orang lain kan? Selama mereka ga mengekspresikan apa yang dia rasa kita sebagai pihak luar ga tau pasti.” Oniel mengangguk, setuju dengan perkataan Indah.

NelangsaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon