☁️ㅣ5. Awan, Cloud Cafe

6.3K 677 66
                                    

Hai hai! Agar dan Bulan kembali!
Udah pada nunggu 'kan??

Komentar yang banyak di chapter ini!!
Tandai typo~

"My Moon!" Agraska sudah berteriak padahal pintu kelas Rembulan baru saja terbuka, guru muncul menatapnya dari atas sampai bawah, lalu menggelengkan kepala pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"My Moon!" Agraska sudah berteriak padahal pintu kelas Rembulan baru saja terbuka, guru muncul menatapnya dari atas sampai bawah, lalu menggelengkan kepala pelan.

"Jangan bucin di sekolah," ujar Olivia, guru Sejarah yang baru saja keluar dari kelas. "Pahlawan aja belum bisa pacaran di usia semuda kamu," lanjutnya lagi kemudian pergi setelah menepuk pundak Agraska sekilas.

"Tuh, Pak Bos, dengerin. Pahlawan aja belum merjuangin cinta di umur segini." Navy menyisir rambutnya ke belakang dengan gaya yang berlebihan. "Makanya, jadi jomblo happoy aja, Pak Bos!"

Agraska berdecih pelan. "Hapoy, hapoy. Udah merdeka. Emangnya sekarang gue merjuangin apa? Pejabat yang korupsi? Ck, mending merjuangin Bulan."

"Jangan ganggu orang bucin, percuma dilawan," sahut Genta yang tenang di posisinya, menyandar pada tiang bangunan lantai tiga ini.

Seperti biasanya, Agraska akan bersama tiga anggota inti Axares, sahabat baiknya. Jika hari-hari lalu ia akan menuju ke parkiran setelah kelas selesai, kali ini tidak. Ia menuju ke kelas 12 IPA satu, di mana sosok yang menjadi tanggung jawabnya berada. Niat awal, Agraska akan langsung masuk lalu berteriak memanggil Rembulan.

Hanya saja, keributan yang mendadak membuat Agraska bungkam. Ia menahan suaranya, lebih memilih melangkah cepat ke dalam untuk memastikan.

"Lo, sih! Kok tiba-tiba gerak, jadi tumpah 'kan?!"

Suara gadis yang rasanya tidak asing, ia melihat gadis itu menghadap pada seseorang yang duduk di kursi roda. Pada Rembulan, sontak saja Agraska melangkah cepat menghampiri.

Rembulan sendiri sedang membersihkan rambutnya dengan sapu tangan. Minuman milik Hana tumpah padanya saat Rembulan menggerakkan kursi roda untuk keluar. Entah ini kesalahan siapa, Rembulan tidak terlalu mempermasalahkan, hanya saja Hana yang meributkan suasana.

"Rambutnya kenapa?!"

Rembulan mengangkat pandangan, menatap Agraska yang berlutut di hadapannya. Lelaki itu tidak diam saja, langsung menarik rambutnya ke sisi tubuh dengan perlahan, ikut mengeluarkan sapu tangan.

"Kok bisa ketumpahan?" tanya Agraska lagi, amat serius dengan wajah tanpa ekspresi.

Hal yang pertama kali Rembulan lihat pada Agraska. Dan itu, berkali-kali lipat mempesona.

"Nggak papa, Agar." Senyuman Rembulan menguar, ia menahan pergerakan tangan Agraska di rambutnya. "Habis ini pulang, Bulan mau mandi, kok."

Helaan napas Agraska terdengar. Selalu seperti ini. Agraska selalu bertanya-tanya, mengapa amarah Rembulan tak pernah terpancar, mengapa gadis itu selalu lembut dan selalu memilih diam padahal bisa melawan. Apa karena gadis pembuat masalah tadi keluarganya? Memangnya jika iya, kenapa? Agraska jadi bingung.

Awan untuk RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang